23. Cerai.

212 7 1
                                    

Hakam menatap istrinya yang sedang membuat kue, entahlah hakam tidak tahu istrinya membuat kue apa yang jelas terlihat sangat enak. Hakam menyenderkan kepalanya di pundak nindy yang langsung nindy tepis.

"Sayang kam-----"

"Jangan panggil aku sayang" Potong nindy masih kesal.

Hakam cemberut pria itu langsung memeluk nindy dari belakang. "Masa masih marah sih? Saya sudah minta maaf lho, lagian saya tidak sepenuhnya salah yang saya katakan benar kalau perut kamu masih kecil, tidak mungkin anak kita nendang" Ucap hakam.

Mendengar ucapan hakam nindy semakin kesal, ia mendorong tubuh hakam sampai hakam mundur beberapa langkah, Menatap hakam tajam. "Wajar? Gus bilang wajar? gus enggak sadar kalau ucapan gus itu seakan membela ustazah dea?. Gus enggak sadar kalau gus menyakiti perasaan aku?" Teriak nindy emosi.

Hakam Menggeleng cepat. "Enggak git-----"

Nindy terkekeh hambar. "Gus beda jauh sama mas parul, dia selalu mengalah dan peka sama perasaan istrinya. Dia selalu mementingkan perasaan istrinya ketimbang perasaan orang lain, apalagi wanita lain. Sedangkan gus? Gus malah membela perempuan lain yang jelas-jelas tidak seharusnya gus bela. Ingat aku sedang hamil anak gus, harusnya gus perhatian dan peka sama perasaan aku" Emosi nindy.

Deg

Hakam menggeleng pelan ia meraih tangan nindy yang langsung nindy tepis. "Saya tidak membela ustazah de------"

"INI ALASAN AKU TIDAK INGIN MENIKAH LAGI SETELAH MAS PARUL MENINGGAL, KARENA TIDAK ADA SEORANGPUN YANG BISA MENGANTIKAN POSISI KEBAIKAN HATI MAS PARUL TERHADAP ISTRINYA. SEDANGKAN GUS? GUS MALAH MEMBELA PEREMPUAN LAIN DI DEPAN AKU DI DEPAN ISTRI GUS SENDIRI. APA ITU ADIL? APA ITU BENAR? HAH?" Air mata nindy mengalir deras membasahi kedua pipinya.

DEG

Hakam diam menatap wajah nindy beberapa detik sebelum ia menunduk. "Jiwa dan raga parul tidak akan ada di diri saya, karena saya bukan parul tapi saya hakam Raihan Iskandar. Pria yang sekarang ini masa depan kami, suami kamu, ayah dari anak kamu yang kamu kandung. Tidak seharusnya kamu berkata seperti itu, saya tidak berpengalaman dalam seperti itu karena saya belum pernah menikah, tidak seperti kamu yang pernah berpengalaman menikah, saya tidak pernah membela perempuan manapun, kalau memang dia salah ya saya salahkan, begitupun sebaliknya" Jawab hakam menahan sakit dihatinya.

Deg

Nindy terkekeh hambar ia maju mendekati hakam. "Jadi kau menghinaku karena aku sudah pernah menikah?, bukankah aku sudah jujur padamu dan keluargamu kalau aku sudah pernah menikah dan masih mencintai almarhum suamiku?. Lalu kenapa sekarang kau membawa-bawa masa pernikahan ku dulu?"

Hakam menggeleng cepat. "Saya tidak berkata sep-----"

"MENGELAK TERUS! KAU YANG MENGATAKAN ITU BEBERAPA MENIT LALU, BAHKAN BEBERAPA DETIK LALU DAN SEKARANG KAU LUPA? PERLU AKU ULANG PERKATAAN MU HAH?"

Hakam memejamkan matanya berusaha tenang. "Dengarkan saya dulu say------"

"APA? KAU MAU MENGELAK LAGI HAH? GUE MEMANG BUKAN LULUSAN PESANTREN BAHKAN GUE BUKAN WANITA BAIK-BAIK, BAHKAN MASA LALU GUE BURUK JADI WAJAR SAJA KITA TIDAK SAMA-SAMA COCOK."

Hakam mencengkeram sarungnya menahan amarah. "Saya tidak suka kamu meninggikan suara di hadapan saya, dihadapan suamimu dan orang lain------"

"KENAPA? KARENA KAMU SUAMIKU? KARENA KAMU MEMILIKI HAK?, GUE ENGGAK PEDULI ITU----"

"Stop! Lupakan semuanya saya akui kalau saya salah" potong hakam memegang kedua pundak nindy.

Nindy menepis tangan hakam dari pundaknya. "Ceritakan gue sekarang juga" Ucap nindy memalingkan wajahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Jodoh keduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang