1. Perjodohan

177 2 0
                                    

Nindy perempuan itu sedang membantu bundanya masak untuk makan malam, sudah kebiasaannya membantu bundanya masak dan beres-beres rumah walaupun ada pembantu yang membantu mereka.

"Sayang sudah dua tahun lamanya kamu ditinggal suami kamu, kamu tidak ada niat untuk menikah kembali?" Tanya bunda irah.

Nindy memberhtikan aktivitas memotongnya berusaha tersenyum tipis. "Nindy belum siap untuk menikah kembali, bund. Nindy masih mencintai mas parul" jawab nindy tenang namun menahan air mata.

"Sayang kami tidak memaksa kamu untuk berhenti cinta sama almarhum suami kamu, kami juga tau kalau kamu sangat mencintai parul tapi kami menginginkan kamu memiliki suami yang bisa membimbing kamu kejalan yang benar" ucap ozan ayah nindy.

Nindy mengangguk paham. "Ayah sama bunda tidak udah khawatir nindy----"

"Ayah menjodohkan kamu sama teman anak ayah" potong ozan.

Deg

Nindy yang awalnya fokus masak langsung menoleh menatap ayahnya. "M-maksudnya?" Tanya nindy tidak paham.

"Ayah menjodohkan kamu sama teman anak ayah yang belum menikah" ulang ozan menatap wajah terkejut anaknya.

Nindy menggeleng cepat. "Ayah nindy tidak mau, Nindy tidak bisa menerima pria lain sedangkan hati nindy masih mencintai mas parul" tolak nindy mentah-mentah.

"Kamu bisa belajar mencintai" ucap ozan.

"Ayah ----"

"Parul tidak suka istrinya bersedih dan terus menyendiri seperti ini, parul pasti sedih lihat kamu seperti ini. Coba sholat istikharah ya minta petunjuk sama Allah yang maha tau segalanya" potong irah.

Nindy meneteskan air matanya. "Kalian tega sama nindy, kalain tidak lebih dulu minta persetujuan nindy. Nindy kecewa sama kalian" ucap nindy meninggalkan mereka berdua yang sama-sama diam menatap kepergian nindy.


Nindy berlari masuk kamar memeluk boneka rajut yang dibuat langsung almarhum suaminya. "Mas parul nindy kecewa sama bunda dan ayah, kenapa mereka menjodohkan nindy disaat nindy masih mencintai mas parul, hiks. Nindy tidak sanggup jika harus mencintai pria lain" isak nindy.

Nindy terus mencurahkan rasa cintanya pada boneka yang selama ini mengantikan pelukan ia pada almarhum suaminya. Nindy memejamkan matanya sebelum ia terlelap ia bergumam. "Mas parul tolong kembali" gumam nindy.

***

Hakam berusaha tenang menghadapi sikap kedua orangtuanya yang terus menjodoh-jodohkan dengan perempuan-perempuan yang tidak ia kenal, memijit pelipisnya menatap kedua orangtuanya. "Umi, abi, memangnya umi yakin sama perempuan yang umi jodohkan untuk hakam?" Tanya hakam mulai pasrah.

Mereka mengangguk cepat. "Yakin, kami kenal kedua orangtuanya juga mereka teman kuliah abi dama umi" jawab abi rais.

Hakam mengangguk pasrah. "Terserah umi sama abi saja hakam ikut saja demi umi sama abi" lirih hakam.

"Kamu tidak papa kan kalau dia seorang janda?" Tanya umi hati-hati.

Hakam mengangguk pelan. "Tidak masalah yang penting bukan istri orang saja" jawab hakam.

"Kamu ini mana mungkin umi sama abi menjodohkan kamu sama perempuan bersuami" ucap mereka.

"Yasudah nanti besok kita ke rumah calon kamu kita bicarakan ini bersama" ucap abi tersenyum lebar akhirnya yang ditunggu-tunggu nya terwujud juga.

***

Nindy memeluk kakak iparnya teman curhatnya selama ini. "Kak aku tidak bisa menerima perjodohan ini aku tidak bisa mengkhianati mas parul, hiks" isak nindy.

Maya mengelus punggung nindy yang begetar. "Tidak ada yang dikhianati kamu wajar menerima perjodohan ini almarhum parul pasti senang kamu----"

"Kak aku tidak bisa aku mencintai mas parul, kak. Tolong mengerti" potong nindy ia berharap ada satu di keluarga nya mengerti isi hatinya.

Maya tersenyum tipis. "Sholat istikharah kakak bantu, ada pengajian di kampung kakak kamu mau ikut enggak?" Tanya maya.

Nindy mengangguk. "Iya" jawab Nindy menghapus air matanya.

"Siap-siap sana" suruh maya.

Nindy mengangguk dan langsung pergi ke kamarnya bersiap-siap mengikuti pengajian bersama kakak iparnya.

Setelah siap-siap dan izin pada keluarga mereka langsung pergi ke kampung halaman rumah nindy yang cukup jauh dari daerah mereka.

Mereka sampai dan langsung duduk bersama ibu-ibu. "Eh neng nindy sudah lama tidak melihat neng nindy" ucap ibu-ibu menatap nindy.

"Iya bu saya di rumah terus" jawab nindy.

Tidak lama pengajian dimulai Nindy mendengarkan ceramah ustadz yang terkenal di wilayah tersebut.

"Jika kalian berpikir Allah itu tidak adil maka kalian salah besar, ibu-ibu neng-neng yang ada di sini jika kalian Memiliki masa lalu yang sangat berat curhat pada sang maha kuasa yaitu ALLAH. Dia pemilik dunia ini, ada yang mau ditanyakan?" Tanya ustadz hendak mengakhiri ceramahnya.

Salah satu perempuan yang masih muda mengangkat tangannya. "Saya ustadz" ucap perempuan itu sambil menangis.

"Silahkan"

"Saya ditinggal suami saya ustadz, saya sangat mencintai suami saya tapi dia dipanggil Allah lebih dulu pernikahan kami baru satu tahun. Jujur saya sangat terpuruk dan sempat mengira allah tidak adil pada saya, saya trauma dengan pernikahan apakah saya salah dengan trauma saya ustadz?" Tanya perempuan itu

Deg

Nindy menoleh menatap maya yang tersenyum tipis.

"Baik saya jawab, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Begitupun kita di sini kita dipertemukan lalu dipisahkan setelah acara ini selesai tapi suatu saat nanti kita pasti dipertemukan kembali, entah itu masih tetap di surga maupun di dunia. Dan soal pertanyaan mbak tadi bismillah saya jawab. Mbak tidak salah kalau mbak sedih tapi jangan larut dalam kesedihan, kalau mbak sedih terus pasti almarhum suami mbak sedih di surga. Percayalah kalau kita ikhlas isyaAllah dengan kehilangan itu kita mendapatkan yang lebih baik, dan kalau mbak berniat untuk tidak menikah mbak salah besar. Berdoa Allah mendengar setiap curhatan mbak awali aktivitas dengan bismillah pasrahkan semuanya pada Allah"

"Sama persis sama yang aku rasakan, mas parul aku mencintaimu aku mengikhlaskan kamu pergi" batin nindy meneteskan air matanya.

***

Nindy menatap lurus depan ceramah yang disampaikan ustadz tadi membuat ia sadar kalau dirinya salah berniat untuk tidak menikah lagi.
"Mas parul nindy mohon datang kedalam mimpi nindy kasih petunjuk yang terbaik untuk nindy" lirih nindy memeluk boneka rajut kesayangannya.

Nindy berjalan menuju balkon kamar menghirup udara segar ciptaan Allah. "Apa aku harus menerima perjodohan ini? Dan mengikhlaskan mas parul?" Tanya nindy pada dirinya sendiri.

Nindy menulis abstrak di udara. "Dulu kita sering nulis abstrak terus mas parul tebak-tebak apa yang nindy tulis, sekarang tidak ada lagi yang menebak tulisan nindy" lirih nindy tersenyum pedih.

Nindy masuk kedalam kamar merebahkan tubuhnya ia harus bersiap untuk bertemu keluarga calonnya. "Assalamualaikum mas parul" salam nindy sudah menjadi kebiasaannya mengucapkan salam pada almarhum suaminya menurutnya almarhum suaminya terus ada di hatinya.

***

Jodoh keduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang