24; waduh

63 10 10
                                    

🌼

Sesuai janji, mobil Caya sudah terparkir di halaman rumah eyang yang kaya akan banyaknya karya seni, lukisan dan patung di kanan kiri lorong hingga memasuki ruangan kerja yang dulu ia masuki bersama bunda dan Seehan.

"Sudah makan mas?" Eyang masuk dengan tongkat di tangan kanannya, rambut putihnya sudah dominan, kerutan di wajahnya bertambah, cara bicaranya yang tegas sama sekali tidak berubah.

"Sudah, bunda masak kok, gimana? Eyang sehat?" Caya berdiri dan mencium tangan eyang.

"Walau udah pake tongkat begini, aku masih jago main golf, kapan-kapan ikut mas, temani aku, gak jauh kok di Pondok Indah sana atau di sekitar Cinere juga ada."

"Sama Seehan ya? Dia jago juga lohIni eyang."

"Ck..ndak usah.. kamu kalo mau minum atau makan ya ambil sendiri ya mas, kalo mau nginep juga boleh, kamar kamu masih ada dari jaman dulu." Memang setelah kejadian itu eyang sering meminta bunda untuk membawa dua jagoannya datang dan menginap untuk menghabiskan akhir pekan bersama.

"Ayah di mana?."

"Masih peduli kamu mas?."

"Enggak sih, cuma pengen tau aja, gak pernah keliatan pulang soalnya."

"Di Malaysia ayah mu, menjalankan cabang bisnis aku."

"Aku to the point ya eyang? Ini ayahnya Vina benar mau kesini?."

"Aku juga to the point aja ya cucuku, iya dia nanti kemari, bersama rekan bisnisnya, kamu sih lama sekali balas pesan eyang, ayahnya Vina juga canggung mau menghubungi kamu lebih dulu, dia kan mantan mertua mu mas, otomatis dia juga research calon suami anak gadisnya gimana, dia juga yang megang Prasetya, nilai akademik mu di pantau lho, dia bahkan rela nunggu kamu kemari padahal bisa beberapa bulan lalu di kerjakan, cuma kamu arsitek yang dia mau buat nge-garap proyek ini."

"Jadi ini mau ngomongin proyek?."

"Loh, lha iya to mas, apa? Kamu pikir bakal kayak di sinetron gitu kah? Aku tiba-tiba nyuruh kamu balik sama Vina demi hubungan bisnis? Gak akan, bukan urusanku."

"Ya kalo gitu eyang kan bisa langsung ngomong tujuan nya to, mas kan jadi suudzon."

Sebelum kembali menimpali omongan cucunya, asisten yang sudah bekerja dengan eyang sedari dulu mengetuk pintu lalu masuk sesudah di persilahkan.

"Pak Danang, sudah datang pak, bersama rekan bisnis beliau."

"Oh, iya..iya suruh masuk saja."

[New characters; Ganendra Wicaksono (eyang), Pak Danang (Ayah Vina), Pak Yudistira Hestamma (?)]

"Wadduuhh pak bos Wicak, apa kabar?" Eyang tertawa mendengar panggilan tersebut sembari menyambut jabatan tangan Pak Danang.

"Baik, lihat nih masih seger..ini yang pak Yudis itu ya?"

"Nggeh pak kulo, waktu itu mau ketemu belum sempet nggeh."

"Ooohhh..iya, waktu itu saya sidak cabang yang di Yogyakarta, niat saya mau melipir malah sempit sekali waktunya, mari duduk pak, oh iya kenalkan ini cucuku, Cakara."

"Ooh ini yang arsitek itu ya pak."

"Bener ini pak Yudis, mungkin nanti bapak bisa lebih dalam diskusi sama Caka."

"Nggeh pak, jadi gini nak Caka, saya sama pak Danang ada niatan untuk membuka cabang pasar modern di Jakarta, kebetulan saya punya lahan yang menghasilkan berbagai macam buah dan sayur, saya sudah ada kerjasama dengan beberapa pabrik merk makanan dan minuman yang menggunakan hasil kebun saya untuk bahan mereka, jadi kita minta di buatkan desainnya oleh mas Caka, ini saya dapat rekomendasi dari pak Danang lho, katanya mas Caka punya perusahaan sendiri di Australia, begitu mas."

RETROUVAILLE (CHANBAEK)🔞 END.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang