Part 13 Tragedi Markas

33 4 0
                                    

Terhitung sudah dua hari Gepenk Geng menikmati liburan mereka di villa. Kini kumpulan anak muda itu kembali beramai-ramai. Deru motor bersahutan kembali membelah ramainya jalanan kota. Mereka kembali menjadi sorotan. Gepenk semakin besar, maka tak heran jika mereka menjadi pusat perhatian.

Sesampainya di markas, Saddam segera turun dri motornya. Matanya menyipit melihat kotak di depan markas. Kakinya melangkah mendekat kemudian mengambil kotak itu.

"Ada apa, Dam?" tanya Damar.

Saddam menoleh kemudian mengangkat bahunya. "Ada yang pesan paket pakai alamat markas? Ini ada paket tapi gak ada nama penerima."

Mereka kompak menggelengkan kepala, karena memang tak ada satu pun yang memesan.

"Buka aja, Dam," suruh Aksara.

Saddam mengangguk kemudian mulai membuka paket itu. Hanya ada selembar kertas di dalam sana.

"Jam tujuh malam, Arena bala Big motorcycle. Kalau kalian gak datang, gue anggap pengecut!" Saddam terkekeh pelan membaca tulisan dengan tinta merah itu. Tangannya terkepal meremat kertas itu hingga kusut, kemudian melemparkannya ke tong sampah.

"Datang, Dam?" tanya Sky menatap ketuanya.

"Tentu, tapi gak semua. Yang mau ikut silahkan, yang lain bisa istirahat. Buat hadapin sampah kaya mereka gak perlu banyak orang. Teruntuk yang perempuan, jangan ada yang ikut. Ini perintah."

Mereka mengangguk paham, apa yang Saddam lakukan juga untuk kebaikan mereka.

Darren berdehem pelan melirik ke arah teman-temannya kemudian Saddam. "Dam gue izin ya? Dua hari ga kerja. Takut karyawan lain gimana-gimana."

Saddam menepuk bahu laki-laki itu. "Santai, Ren. Gak usah kerja dulu gak papa kalau capek. Tapi kalau lo kekeh mau kerja gue gak bisa larang."

Darren tersenyum tipis mengangguk. Sebuah hal yang patut ia syukuri hingga hari ini, bertemu mereka yang menjadi rumah baginya.

***

Langit sudah menggelap dengan bertabur bintang. Sebuah arena balap malam ini, diisi sekumpulan anak muda dengan berbagai motornya. Kepulan asap dan suara deru motor saling bersahutan, tanda bebasnya dunia malam bagi mereka. Kawan maupun lawan menjadi satu di sini. Entah itu berbaur atau saling menatap dengan benci.

Saddam datang dengan anggota yang mengikutinya di belakang. Semua mata tertuju akan kedatang geng besar itu.

"Selamat datang pada kekalahan, pengecut!" Sebuah sambutan yang biasa Saddam dapatkan dari laki-laki yang menjabat sebagai ketua Death Lion itu.

Saddam melepas helmnya, kemudian turun melangkah menghampiri Geo.
"Kata-kata itu lebih cocok buat lo yang nantang pakai paket. Kenapa? Gak berani datang sendiri? Sampah!" Saddam meludah tepat di samping Geo.

Geo mengepalkan erat tangannya, tak terima dengan ucapan Saddam. "Ngelindur lo? Gak ada yang kirim paket apapun! Kalian yang nantang kita pakai pecahin jendela markas Death Lion! Cara murahan!"

Saddam mengernyit dahinya bingung. "Jangan playing victim, anggota kami baru aja pulang liburan. Kemudian nerima paket dari kalian."

"Alah bacot! Gue gak peduli siapa yang lo maksud. Tapi gue berterima kasih sama orang itu, karena gue bakal kalahin lo."

Saddam terkekeh pelan, menatap remeh Geo. "Gue tunggu, semoga lo gak nelen ludah sendiri." Setelahnya, Saddam kembali menaiki motornya.

HARITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang