Part 24 Rasa Bersalah

33 1 0
                                    

"Mana ada sih maling ngaku? Pasti teror sebelumnya dia juga terlibat," ucap Sacha.

"Lo gak usah ikut campur! Lo bukan siapa-siapa di sini!" Aruna menunjuk Sacha dengan tatapan marahnya.

Jauzan segera menurunkan tangan Aruna dengan kasar. "Jangan tunjuk cewek gue!"

"Aruna, gue banyak percaya ke lo. Nyatanya?" tanya Saddam.

Aruna menggelengkan kepalanya. Air matanya kembali turun. "Oke, untuk teror hari ini emang rencana gue. Tapi, buat sebelumnya gue emang diteror, Saddam! Gue gak tahu apa-apa. Gue pikir teror itu mereda dan hubungan lo sama Rea renggang. Gue bisa dekat dengan Lo pakai cara ini. Percaya, Dam! Bukan gue!"

"Pulang sekolah semua kumpul di markas!" perintah Saddam tanpa mau menatap Aruna. Matanya menatap kepergian Agrea. Rasa sesak memenuhi dadanya, apalagi perempuan itu tak bersalah.

"Kejar, Dam. Jangan jadi orang bego lagi." Sky menepuk punggung laki-laki itu.

Saddam mengangguk, berlari mengejar Agrea. "Re!"

Ketiga wanita yang berjalan itu menghentikan langkahnya. Menengok ke belakang menatap Saddam. Dengan segera, Saddam mendekati perempuan itu.

"Mau apalagi Lo? Setelah semua ini, jangan harap bisa deket lagi sama Rea!" Keithlyn berteriak, menyembunyikan Agrea di belakang tubuhnya.

Agrea memegang lengan Keithlyn. "Udah, gue mau ngomong sama dia. Biar masalah ini gak terus berkepanjangan."

Keith menatap protes pada perempuan itu. Dengan tatapan matanya, Agrea berhasil meyakinkan sahabatnya. "Ke taman belakang." Perempuan itu berjalan terlebih dahulu. Saddam mengangguk, bersyukur perempuan itu masih mau berbicara dengannya.

"Maaf." Satu kata yang dapat Saddam ucapkan kini.

"Oke."

Saddam menatap terkejut perempuan itu. Apalah semudah itu Rea memaafkannya? Apalagi kesalahannya begitu besar.

"Re, kamu beneran?"

Agrea kembali menganggukkan kepalanya.

Laki-laki itu tersenyum lebar. Meraih tangan Rea penuh binar. "Terima kasih, terima kasih, Rea. Ayo membangun kisah lebih indah lagi."

Agrea melepas genggaman tangan Saddam, membuat laki-laki itu menatap bingung.

"Memaafkan bukan berarti harus mengulang kisah yang sama kan, Saddam?"

Jantung Saddam seperti berhenti, apakah berarti perempuan itu tak ingin kembali bersamanya?

"Maksud kamu apa, Re?"

Agrea terkekeh pelan, menatap wajah Saddam yang sayu itu.  "Rasa sakit yang kamu beri masih membekas. Aku bisa memaafkan, tapi untuk kembali mengulang rasanya aku tidak sanggup. Untuk apa mengulang kisah yang sama dengan orang yang sama, Saddam? Bukankah hanya mengingatkan pada sebuah luka? Tapi tenang, untuk Harith aku tetap akan menjadi anggota." Agrea meninggalkan Saddam.

Laki-laki itu termenung, mencerna setiap kata yang Agrea lontarkan. Otaknya kembali mengingat perkataan Sera. "Kali ini aku yang akan berusaha, Agrea."

***

Seperti apa yang telah disepakati, seluruh anggota Harith berkumpul di markas. Saddam menatap satu-persatu anggotanya. Matanya terpaku pada sosok wanita berwajah datar, Sherakiel Agrea. Rasa bersalah kembali menyusup ke dalam hatinya.

"Mungkin tanpa gue kasih tahu, kalian udah tahu tentang permasalahan ini. Apalagi masalahnya menyebar luas ke sekolah. Gue gak mau basa-basi. Sesuai keputusan yang inti ambil, gue Saddamar Djanendra, resmi mengeluarkan Aruna Dazzelyn dari Harith. Apapun yang menyangkut Aruna, bukan lagi sebagai tanggung jawab Harith."

Aruna mendongak menatap kaget laki-laki yang berbicara di depan itu. "Saddam? Apa kesalahan gue begitu fatal? Gue udah minta maaf buat kesalahan tadi. Tapi gue berani bersumpah, masalah sebelumnya gue gak terlibat sama sekali."

Saddam menggelengkan kepalanya, keputusan yang diambil sudah bulat. "Bukannya lo sendiri yang bilang? Maling mana ada yang ngaku. Sejujurnya kita sangat kecewa, Aruna. Lo adalah orang lama di Harith, tapi ternyata? Penghianat!"

"Terserah! Terserah! Yang penting gue udah bilang kalau semua ini bukan kesalahan gue! Gue pastiin orang yang berhianat itu masih ada di sini." Aruna menarik tangan Saddam kemudian memberikan jaketnya. Perempuan itu berbalik meninggalkan ruangan itu dengan derai air mata.

Saddam menatap jaket di genggaman tangannya. Sebuah tepukan mengalihkan perhatian Saddam.

"Udah, akhir-akhir ini Harith banyak masalah. Semoga setelah ini, semua kembali seperti semula," ucap Damar memberi semangat.

Saddam mengangguk kemudian menatap Agrea. "Agrea, gue ngewakilin anggota Harith, mau minta maaf sebesar-besarnya sama lo atas tuduhan sebelumnya."

Agrea mendongak, menatap Saddam kemudian menatap teman sekitarnya. Helaan napas keluar dari bibir wanita itu. "Oke gue maafin, setelah ini semoga gak ada lagi kejadian seperti ini."

Saddam tersenyum, mengucapkan terima kasih pada perempuan itu. Saddam membubarkan rapat, menyuruh mereka untuk saling berbaur, termasuk dirinya yang kembali bercengkrama dengan yang lain.

***

Aruna berjalan dengan langkah gontai. Air matanya terus menetes sepanjang  ia berjalan. Rambutnya sudah acak-acakan dengan mata memerah.  Hingga kakinya lelah membuatnya terduduk di pinggir jalan. Kepalanya menelusup di antara lipatan tangannya.

Sebuah deruman motor berhenti di depan perempuan itu. Aruna mendongak, menatap terkejut laki-laki di depannya.

"Ketawa aja, anggap aja karma buat gue."

Laki-laki itu mendengus, turun dari motornya dan melepas helm. Laki-laki itu mengambil duduk di samping Aruna. "Buat apa? Bahkan gue ngerasa sedih lihat lo begini."

Aruna kembali mendongak, menatap bingung laki-laki di sampingnya. "Kenapa? Padahal gue udah jahat sama lo. Gue ninggalin lo, biar bisa sama Saddam."

Laki-laki itu terkekeh pelan, menatap jauh ke depan. "Banyak orang bilang cinta itu bodoh. Dan itu benar. Gue terlampau bodoh untuk mengharapkan lo kembali. Bahkan setelah semua yang terjadi, gue masih berharap buat  jadiin Lo sebagai rumah."

Lidah perempuan itu kelu. Kesalahannya begitu fatal dan kini dengan mudahnya laki-laki itu mau menerimanya kembali. "Tamtam?"

Sergio Aditama, Ketua Death Lion sekaligus mantan Aruna. Panggilan kecil dari perempuan itu kembali membuat debaran pada Sergio. "Mau peluk, Nana?"

Aruna segera menumpahkan tangisnya. Dipeluknya laki-laki itu dengan erat. Sergio mengusap pelan punggung perempuan itu.

"Jangan terlalu baik sama gue, Tamtam. Gue cewek buruk. Gue ngingkarin janji buat gak ninggalin lo. Gue sama kaya Mami Lo kan? Harusnya Lo benci gue!" Aruna melepas pelukannya, mendongak menatap laki-laki itu.

"Harusnya seperti itu. Sayangnya, di saat gue terpuruk lo datang ngajak bangkit. Mau kembali bersama, Aruna Dazzelyn? Kembali menjadi kekasih Sergio Aditama dan ibu ketua Death Lion," pinta Sergio menatap manik Aruna.

"Tam?"

"Gue lebih dari tahu, perasaan lo masih penuh dengan nama Saddam. Tapi gue bakal nunggu, buat hati lo kembali dengan di isi nama Sergio Aditama."

"Tapi mereka?"

Sergio kembali tersenyum. Tangannya terulur menangkup kedua pipi Aruna. "Mereka akan selalu nerima lo. Mereka menerima apa yang gue putuskan. Jadi?"

Aruna perlahan mengangguk. Sergio kembali tersenyum lebar, merentangkan kedua tangannya, untuk kembali memeluk Aruna.

Udah lama gak update 🐻 lagi sibuk banget, kerjaan banyak. Jadi aku update pelan-pelan ya 🐻 gimana menurut kalian? Ada masukkan untuk cerita ini??

HARITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang