Keith dan Agrea menatap heran pada sahabatnya. Nebula tampak pendiam hari ini. Biasanya celotehan polos perempuan berhasil membuat Keith kesal.
"Lo kenapa sih, Bul? Ada masalah?"
Nebula menggeleng sembari menelungkupkan kepalanya di atas meja. Kebetulan sekali guru mereka tidak bisa mengisi kelas hari ini.
Keith memberi kode pada Agrea, yang mendapat gelengan dari perempuan itu.
"Bul, kita temenan kan? Kalau ada masalah lo bisa ceritain sama kita."
Barulah Nebula mendongakkan kepalanya, menatap Agrea yang tengah berbicara padanya.
"Kenapa Tuhan ngasih kita sebuah perasaan kalau akhirnya gak bisa bersama? Kenapa harus dipertemukan kalau akhirnya gak bisa bersatu? Bahkan semua berakhir sebelum di mulai?" tanya Nebula beruntun, pandangan matanya mulai meredup.
"Aksara?" tanya Agrea.
Keith menatap bingung keduanya. "Sebentar, ada yang gue lewatkan nih. Aksara? Matheus J Aksara? Inti Harith? Really, Bul?"
Nebula mengangguk, kembali menopang kepalanya dengan kedua telapak tangan.
Keith menggelengkan kepalanya sembari terkekeh pelan. "Jadi Agrea tahu, sementara gue enggak? Kalian berdua sering cerita tanpa gue?" Keith menatap kecewa kedua sahabatnya.
Nebula menggelengkan kepalanya pelan. "Gue gak pernah cerita, Keith. Bahkan gue kaget waktu Agrea tahu. Makanya gue suruh dia diem."
"Sorry sebelumnya, gue sering lihat Nebula nangis diem-diem. Inget pas dia cerita suka sama seseorang gak, Keith? Dia ngelihat ke inti Harith oas di kantin. Sejujurnya alasan gue join Harith pengen nyari tahu siapa orangnya. Karena Nebula gak mungkin mau cerita. Sampai suatu saat gue lihat Aksara yang minta ijin pulang duluan dan di waktu yang sama Nebula mau keluar main. Terus gue lihat post SG Aksara sama kaya tempat Nebula yang dikasih lihat ke kita."
"Oke, kirain gue kalian saling cerita sampai nggak ngajak gue. Jadi kenapa sama Aksara? Lo disakiti apa gimana?" tanya Keith menuntut jawaban, begitu pun dengan Agrea.
"Semalam kita keluar jalan. Sampai di waktu gue nanyain tentang status kita. Karena gue udah ngerasa cukup digantung. Ternyata dia gak ungkapin perasaannya karena sedari awal kita beda. Kita gak akan bisa bersama, Tuhan kita beda. Pada akhirnya gue minta Aksara buat jaga jarak terlebih dahulu."
Keith dan Agrea segera memeluk perempuan yang kembali menangis itu. Hancur sebelum memulai itu benar-benar menyakitkan.
"Lebih baik sakit sekarang daripada nanti saat udah semakin dalam, Bul. Istirahat dulu, dipaksa juga pun gak akan bisa kan?" Keith mengelus punggunv Nebula yang kembali bergetar.
Ikhlas tak semudah yang diucapkan. Nyatanya saat mulutnya menerima hatinya masih tidak.
"Pelan- pelan pasti bisa ya, Bul? Kita bantu pasti." Agrea ikut mengelus punggung Nebula. Perempuan itu kini tampak lebih tenang dari sebelumnya.
"Luka lo sendiri aja belum sembuh, Re. Gimana mau bantu gue?"
Agrea menghentikan gerakan tangannya. Pikirannya berkelana pada satu sosok laki-laki.
"Ah iya, lo juga, Re. Udah ngobrol sama Saddam? Gak mau perbaiki lagi?" tanya Keith beralih menatap Agrea yang tengah melamun.
"Udah, gue udah maafin. Tapi kalau kembali belum bisa. Masih kecewa gue."
Keith mengangguk paham. "Jangan lama-lama, keburu diambil orang tuh cowok. Lo ngerti kalau Saddam gak sepenuhnya salah. Udah ah, dua cewek gue galau barengan gini. Ke kantin aja yuk. Anak gue kelaparan." Keith mengelus perutnya pelan, membuat Agrea mendelik sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARITH
AcakDengan air mata yang menetes, di depan pusaran makam, laki-laki itu berteriak, "Gue, Saddamar Djanendra, hari ini tanggal 7 Juni 2020 dengan resmi membubarkan Gepenk Genk karena satu dan lain hal." "Saddam, lo gila?" maki Damar menatap kecewa ketuan...