Dua sejoli tengah terlibat sebuah pertengkaran. Terlihat seorang perempuan tengah memarahi laki-laki yang tengah terdiam.
"Maksud lo apa sih pakai nyerang ke sekolah? Gue bilang berhenti, Geo!"
"Kamu kenapa sih? Belain aja mereka terus. Kamu pacar aku!" Laki-laki yang tak lain Geo itu, ikut tersulut emosinya.
Wanita itu berdecih pelan. "Udah gue bilang, kita gak ada hubungan apa-apa. Kita udah putus!"
"Jangan bilang gitu, Sayang. Kita masih sama-sama. Rencana awal kamu cuma jadi mata-mata di sana kan? Sekarang aku mau kamu keluar dari Gepenk, kembali ke Death Lion." Geo menggenggam telapak tangan perempuan itu. Namun, ditepis dengan kasar.
"Cukup, Ge. Nggak ada lagi yang mau dilanjut dari hubungan kita, semua udah selesai. Dilanjut juga ga bakal ada ujungnya, rasa kita udah ga sama lagi. Lepasin gue, Ge," lirih perempuan itu memohon.
Geo menggelengkan kepalanya, tak menerima fakta bahwa mereka telah berakhir. "Rasa kita yang gak sama atau kamu udah jatuh cinta sama cowok itu?"
Perempuan itu kembali menggeleng. "Berhenti sangkut pautin ini sama Saddam. Siapa yang mau sama cowok kasar kaya lo! Cowok yang suka bikin onar! Rumah lo aja berantakan, Geo!" teriak perempuan itu kemudian pergi meninggalkan Geo yang terdiam.
Laki-laki itu menatap kepergian wanita yang dicintainya. "Kasar? Pembuat onar? Karena dari kecil gue ga pernah dapat kelembutan dan kasih sayang! Rumah gue hancur, salah satunya karena cowok itu! Dan sekarang lo ikut pergi ninggalin gue karena cowok itu? Saddamar Djanendra, tunggu balas dendam gue. Gue bakal bikin lo sehancur-hancurnya, hingga kematian lebih baik buat diri lo sendiri," desis Geo dengan tangan terkepal kuat.
"Arghhh! Sialan!" Geo menendang ban motornya, melampiaskan semua emosinya. Tangannya menarik kasar helm dan memakainya. Dengan segera meninggalkan tempat itu dengan emosi menggebu-gebu.
***
Di lain sisi, Damar dan Sera tengah berboncengan sepulang dari basecamp. Laki-laki itu menjalankan motornya dengan santai, menikmati udara malam.
"Dam, mampir dulu yuk," ajak Sera.
Damar sedikit melirik dari kaca spionnya. "Mampir ke mana?"
"Mau beli es krim. Kayaknya enak," usul Sera.
Damar membalasnya dengan sebuah dengusan. Namun, motornya melaju menuju toko es krim.
Tangannya menarik tangan Sera memasuki kedai es krim. Sepanjang masuk ke dalam kedai, Sera terus menatap genggaman tangannya dengan Damar. Perasaannya campur aduk, antara senang dan juga salting.
"Ser? Lo mau rasa apa? Malah ngelamun."
Sera tersadar, matanya menatap Damar dengan sedikit linglung. "Cokelat aja, topingnya dikit, banyakin es krimnya."
"Porsi biasa aja, Mbak. Es krimnya jangan banyak," sela Damar. Matanya melirik ke arah Sera. "Malam-malam jangan makan es krim banyak."
Sera pun hanya bisa mengangguk pasrah. Setelah pesanan selesai, Damar mengajak Sera mencari tempat duduk.
"Lo ada masalah?" tanya Damar tiba-tiba membuat Sera terdiam. Laki-laki itu sebenarnya peka. Hanya saja mungkin tertutup gengsi?
"Ilham, cowok yang kemarin gue ceritain ingat?"
Damar menganggukkan dagunya. Tentu saja dia ingat, laki-laki yang memaksa Sera untuk jalan berdua. Laki-laki yang membuatnya merasa tak nyaman karena Sera terus membicarakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARITH
De TodoDengan air mata yang menetes, di depan pusaran makam, laki-laki itu berteriak, "Gue, Saddamar Djanendra, hari ini tanggal 7 Juni 2020 dengan resmi membubarkan Gepenk Genk karena satu dan lain hal." "Saddam, lo gila?" maki Damar menatap kecewa ketuan...