Anggota Harith tengah membereskan kekacauan, sementara anggota inti tengah berada di ruang CCTV bersama para perempuan anggota lama.
Sky tengah berfokus menatap layar komputernya. Sama seperti kejadian sebelumnya, layar CCTV berhasil diretas kembali.
"Gimana kita bisa punya bukti kalau CCTV aja selalu seperti ini?" keluh Aksara mengacak rambutnya frustasi.
"Udah gue duga akan seperti ini. Sky, cek CCTV yang kita taruh tersembunyi," perintah Saddam.
Laki-laki berkacamata itu mengangguk dengan segera menjalankan perintah Saddam.
"Lo naruh CCTV baru apa gimana?" tanya Nathan heran.
"Iya, gue Damar dan Sky sepakat buat masang CCTV lagi, tanpa sepengetahuan anggota. Karena penghianat juga berpotensi menjadi dalang dari teror ini."
Layar CCTV berhasil menampilkan gambar. Sayangnya, orang itu memakai topeng, sehingga wajahnya sama sekali tak nampak. Namun, yang dapat mereka yakini, bahwa orang itu anggota mereka sendiri.
"Itu cewek kan? Siluetnya kelihatan banget!" tunjuk Sea menatap layar komputernya.
Saddam mengangguk. "Benar, tapi wajahnya susah. Tapi tunggu, kita dari tadi banyakan di belakang. Siapa di antara perempuan yang pergi ke depan?"
"Aruna? Gue lihat tadi dia ke depan," ucap Sera menatap Aruna.
Mata perempuan itu melotot sempurna. "Gue emang ke depan! Tapi cuma ambil HP! Setelah itu gue balik ke belakang," marah Aruna, tak terima dirinya dituduh.
"Kenapa lo marah kalau gak ngelakuin itu?" tanya Agrea menatap Aruna penuh selidik.
Aruna berdecih, menatap tajam Agrea. "Lo cuma orang baru, Re. Lo gak tahu apa-apa. Wajar gue marah, gue dituduh!"
Saddam berdehem, menghentikan pertengkaran para perempuan itu. "Aruna, di sini bukan masalah orang baru atau bukan. Saat ini lo dalam pengawasan kita. Dan semoga saat kebenarannya terungkap, pelakunya bukan lo."
Aruna menggelengkan kepalanya sembari tertawa. "Terserah! Intinya gue kecewa sama kalian." Perempuan itu kemudian pergi meninggalkan ruangan.
***
Markas kembali seperti semula. Namun, semenjak menjadi pihak yang tertuduh, wanita itu banyak diam. Bahkan beberapa kali teman-temannya yang belum mengetahui hal ini bertanya, Aruna hanya akan menjawab sekadarnya.
"Sayang, udah jam segini pulang? Tadi udah janji sama Bunda kamu, gak boleh sampai larut." Saddam melirik jam di ponselnya. Waktu sudah semakin larut.
"Ayo." Agrea berdiri, tangannya mengambil tasnya yang tergeletak.
"Eh, Re, gelang lo jatuh." tunjuk Sea melihat sesuatu yang terjatuh dari tas perempuan itu.
Agrea melihat ke bawah, kemudian memungut gelangnya. "Thanks, Se. Tas gue kebuka kayaknya."
"Tunggu!" Ucapan Aruna membuat mereka menoleh ke arah perempuan itu. Mereka menatap heran ke arah perempuan yang sedari tadi terdiam itu.
Aruna melangkah mendekat, dengan kasar menarik gelang yang digenggam Agrea.
"Lo jangan kasar sama cewek gue, Run," peringat Saddam menatap tajam Aruna.
Aruna mengabaikannya, matanya menelisik ke arah gelang itu. Sedetik kemudian ia terkekeh sinis. Kini matanya kembali menatap tajam ke arah Agrea. "Jadi, sekarang gue ngerti kenapa lo nyudutin gue tadi, Re. Gue gak nyangka lo sebusuk ini."
"Lo ngomong apa sih, Run?" Agrea menatap bingung wanita di depannya.
Aruna mengangkat gelang itu, hingga semua yang berada di sana dapat melihat dengan jelas. "Gelang ini gelang couple kan? Gelang yang sama yang ditemukan saat meninggalnya Darren."
Semua terdiam, kembali mengingat sebuah gelang dengan bandul setengah hati, yang menjadi bukti di kantor polisi.
Agrea menggelengkan kepalanya. "Itu emang gelang couple. Gue mau couple sama Saddam. Ternyata gelang satunya hilang. Tapi gue gak terlibat dalam kematian Darren."
Aruna tertawa, matanya menatap tajam Agrea. "Agrea, Agrea, cuma orang bodoh yang percaya ucapan lo. Gue yang cuma ambil HP aja bisa dituduh. Apalagi gelang yang lo punya ini. Saddam, lo gak akan bela karena Agrea cewek lo kan?" Aruna menatap laki-laki yang terdiam itu.
"Tentu, kalau bersalah maka tetap bersalah. Agrea ikut dalam kategori orang yang dicurigai," ucap Saddam tanpa menatap perempuan yang berstatus sebagai kekasihnya itu.
Laki-laki itu terkejut dengan apa yang terjadi barusan. Hatinya menolak bahwa Agrea dalang dibalik pembunuhan Darren.
"Sayang? Gelang yang satunya memang hilang! Aku gak tahu kalau gelang itu jatuh di tempat Darren meninggal. Gelang itu memang menghilang beberapa hari sebelum meninggalnya Darren."
Saddam menggelengkan kepalanya, menatap Rea dengan kecewa.
"Apa buktinya kalau bukan lo? Kalau dipikir-pikir, semenjak masuknya lo, Geng ini jadi banyak masalah. Dimulai dari teror yang terus menerus datang, lalu kematian Darren. Atau emang masuknya lo, buat hancurin geng ini?"
Kini semua pandangan menatap curiga pada Agrea. Perempuan itu tengah disudutkan.
"Benar dugaan gue pas awal? Dia gak mungkin join secara tiba-tiba tanpa suatu alasan," tebak Damar.
"Oke, gue join emang secara tiba-tiba. Tapi bukan karena mau teror dan hancurin geng kalian! Gue join karena Aksara." Kini semua pandangan tertuju pada laki-laki yang hanya terdiam menyaksikan itu.
Aksara mengangkat sebelah alisnya, bingung. "Gue? Bahkan gue gak pernah kenal sama lo, selain karena lo selebgram."
"Lo emang nggak kenal gue, tapi kenal teman gue, Nebula. Gue tahu dia dekat sama seseorang, tapi dia gak mau cerita. Gue tahu kadang dia nangisin orang yang dia suka! Dan dia ada di Geng ini. Makanya, gue masuk sini. Ternyata itu lo, Aksara! Gue gak ada maksud lain." Agrea menatap Saddam, meyakinkan laki-laki itu. Sayangnya, Saddam bahkan enggan menatap Agrea.
"Sudah! Penyelidikan Darren akan kembali dilanjutkan. Masalah ini jangan sampai terdengar hingga luar, apalagi baru saja ada penyambutan anggota baru. Sekarang kembali ke depan!" perintah Saddam. Mereka mengangguk kemudian mulai meninggalkan ruangan.
Agrea dan Saddam adalah yang terakhir berada di ruangan itu. Ketika laki-laki itu berbalik hendak pergi, Agrea menahannya. "Saddam, kamu percaya sama ucapan Aruna?"
"Untuk sementara kita jaga jarak dulu, Re. Bukti yang ada mengarah ke kamu semua," ucap laki-laki itu tanpa menoleh, kemudian ikut pergi ke luar ruangan. Agrea menatap punggung Saddam dengan nanar, setelahnya terkekeh pelan, menertawai nasibnya sendiri.
Jadi menurut kalian siapa dalang di balik teror itu? Beneran Agrea? Aruna? Atau yang lain? Ayo tebak!
Jangan lupa tinggalkan jejak kalian ya🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
HARITH
RandomDengan air mata yang menetes, di depan pusaran makam, laki-laki itu berteriak, "Gue, Saddamar Djanendra, hari ini tanggal 7 Juni 2020 dengan resmi membubarkan Gepenk Genk karena satu dan lain hal." "Saddam, lo gila?" maki Damar menatap kecewa ketuan...