Part 25 Masalah Hati

13 0 0
                                        

Harith mengadakan perkumpulan setelah masalah Aruna selesai. Saddam, mengundang Jauzan bersama Sacha untuk bergabung, sebagai bentuk ucapan terima kasih.

Agrea datang dengan motornya. Perempuan itu menghela napas, menatap anggota lainnya. "Stop pandang gue seperti itu. Anggap aja masalah kemarin gak pernah ada. Gue gak mau ngerasa canggung di sini."

Mereka mengangguk, menyetujuinya ucapan Agrea.

Saddam berdehem pelan untuk mengambil perhatian anggotanya. "Sebelumya gue mau ucapin maaf buat Agrea atas tuduhan yang di dapat. Gue juga mau ngucapin terima kasih buat Jauzan dan juga Sacha. Gue sebagai ketua Harith, secara khusus mengundang kalian untuk bergabung menjadi bagian kami." Saddam mengulurkan dua jaket berlambang neraca dan pedang itu.

"Dam? Harith gak gampang rekrut anggota. Kenapa cuma karena ini lo rekrut mereka?" Damar menatap protes pada ketuanya. Saddam terlalu gegabah menurutnya.

"Gue bantu, Kak Rea, bukan kalian. Dan lo gak usah khawatir, gue gak minta gabung geng kaya gini," jelas Jauzan menatap Damar tak kalah tajam. Sedari awal, laki-laki itu seperti tak menyukainya.

"Bocah ingusan kaya lo ngerti apa sih? Kaya gini gimana? Gak usah belagu!"

Jauzan menaikkan sebelah alisnya. "Panas, Bang? Bocah ingusan gini kayaknya lebih pinter dari lo deh. Buktinya, lo asal nuduh gitu aja kan? Asal nyudutin orang?"

Sacha menarik lengan baju kekasihnya itu, membuat Jauzan menunduk menatap perempuan itu. "Orang bego kaya dia nggak akan ngerti ucapan lo, Sayang." Sacha terkikik geli membuat Jauzan ikut tersenyum.

Saddam kembali menghela napasnya menyaksikan perdebatan dua orang itu. "Udah! Damar gue tahu apa yang lo pikirin. Tapi kali ini gue udah pikirin panjang lebar, jadi gue bakal tanggung jawab penuh. Dan buat kalian berdua, pikirin lagi, kalau setuju lo bisa hubungin gue. Gue denger kalian juga ada temen kan? Kalian boleh ajak mereka gabung, tapi untuk teman-teman kalian akan ada seleksi sendiri."

"Oke, gampang. Gue bisa hubungin lo kapan aja."

Saddam mengangguk, matanya kembali melirik ke arah Agrea. "Re, gue mau bicara berdua."

Agrea mengangguk, mengikuti langkah kaki Saddam. Laki-laki itu membawa Agrea ke ruang baca.

"Re, rasanya berat tanpa lo," celetuk laki-laki itu menatap jejeran buku.

"Rasanya susah lupain kenangan kita. Gue tahu lo lebih dari kata kecewa. Gue nggak mau cari pembelaan, karena gue emang salah. Tapi apa gak ada kesempatan lagi, Re?" Laki-laki menatap dalam manik mata Rea.

Agrea menghembuskan napasnya pelan. "Saddam, apa lo juga tahu posisi gue waktu itu? Dituduh sama orang yang gue cintai? Hubungan itu saling percaya, tapi bahkan lo ikut nuduh gue."

"Karena ada bukti, Rea. Darren, dia udah gue anggap sebagai keluarga. Dia sumber tawa anak Harith. Dia pergi secara tiba-tiba. Bahkan sampai hari ini, perasaan bersalah masih muncul di hati gue. Dan bukti itu muncul? Gimana perasaan Lo, lihat orang yang lo cintai, jadi tersangka dalang kematian sahabat lo sendiri? Posisi gue juga sulit, Re. Gue gak mungkin bela lo, karena Lo pacar gue. Bahkan mereka yang dulu lebih gue kenal dibanding Lo."

Agrea terdiam mendengar nada frustasi laki-laki di depannya. Hatinya terketuk, namun kecewa lebih dominan untuk saat ini.

"Sorry, Re. Anggap aja tadi gue gak ngomong apa-apa. Gue gak bakal maksa Lo buat balik lagi kok. Sorry, udah buang-buang waktu Lo." Saddam tersenyum kemudian meninggalkan Agrea yang masih terdiam.

***

Di lain sisi Aksara pamit untuk pulang terlebih dahulu. Laki-laki itu menunggu seorang perempuan keluar dari rumahnya.

HARITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang