Part 20 Renggang

37 1 1
                                    

Semenjak kejadian markas, hubungan Agrea dan Saddam merenggang, termasuk dengan anggota inti. Hanya anggota lain yang belum tahu yang masih sering bertegur sapa dengan Agrea.

Seperti saat ini, biasanya perempuan itu akan dengan senang hati bergabung bersama anggota Harith. Namun, sekarang Agrea memilih makan bersama teman-temannya.

"Re, gue lihat akhir-akhir ini lo sering sama kita. Lo gak ada masalah kan sama mereka? Apalagi Saddam juga kaya acuh banget sama lo," tanya Keith melirik bangku Saddam dan teman-temannya yang tengah tertawa itu.

Agrea ikut melirik pemandangan di depan sana. Bibirnya menampilkan senyum, walau hatinya berdenyut nyeri. "Nggak papa, hidup gue juga ga harus sama mereka terus kan?"

Nebula mengangguk membenarkan. "Benar! Keith, kita kan lama gak sama Rea."

"Lo sembunyiin sesuatu kan? Jujur, Re. Kita teman lo."

Agrea menghela napasnya pelan. Kemudian mulai menceritakan kejadian beberapa hari lalu.

Keithlyn mengepalkan tangannya. Marah atas tuduhan yang dilontarkan pada sahabatnya. "Gue gak terima, Re! Saddam juga kenapa langsung percaya."

Perempuan itu berdiri, hendak menghampiri bangku inti Harith yang tengah bergurau. Namun, Agrea mencegahnya. "Jangan! Biarin ini jadi masalah gue, Keith. Lo inget gue Agrea kan? Kalau dia bisa tanpa gue, maka gue harus lebih bisa tanpa dia. Cinta bukan segalanya."

"Hallo, Kak Rea!" Tiga orang perempuan menghampiri bangku Agrea, kemudian mengambil duduk bersama mereka.

Keith dan Nebula melirik mereka bingung. Dilihat dari badge, mereka masih adik kelasnya.

"Oh hallo. Mereka Hanin, Neyva, dan Kalea, anggota baru Harith. Dan ini teman gue Keith dan Nebula." Agrea memperkenalkan teman-temannya.

"Kak Rea gak gabung sama mereka?" Neyva menunjuk bangku ini Harith.

Agrea menggelengkan kepalanya. "Sama teman-teman gue. Gue jarang banget kumpul sama mereka."

Mereka pun mengangguk. Kemudian mulai berbincang sembari menikmati makan siangnya.

Di lain sisi anggota Harith juga tengah berbincang. Aruna duduk di samping Saddam. "Dam, cobain deh, tadi gue bikin cookies." Aruna menyuapkan cookies yang diterima dengan baik oleh laki-laki itu.

"Gimana rasanya?" tanya Aruna penuh antusias.

"Enak," balas Saddam seadanya. Mata laki-laki itu melirik bangku Agrea duduk. Menatap perempuan yang tengah tertawa itu. Hatinya rindu, namun kecewa lebih dominan untuk saat ini.

"Dam? Lo denger gue ngomong nggak?" tanya Aruna membuat Saddam tersadar.

"Kenapa, Run? Sorry ngelamun."

"Huh, lupain aja deh. Yaudah makan aja. Nih cobain." Aruna menyodorkan sesuap nasi goreng pada laki-laki di sampingnya. Senyumnya mengembang sempurna. Matanya menatap penuh kemenangan pada bangku yang Agrea duduki.

Saddam dengan terpaksa menerimanya, karena tak mau membuat perempuan itu malu akibat ditolak.

Sera berdehem pelan. "Aruna, sorry kalau perkataan gue nyinggung lo. Gue tahu, Agrea tengah dicurigai oleh kita. Gue gak mau kasih pembelaan ke dia. Hanya saja, saat ini posisinya Saddam masih menjalin hubungan sama Agrea. Gak sepantasnya lo berlaku kaya gitu."

"Benar! Lo boleh kok dekat sama Saddam, tapi jaga batasan," imbuh Sea sembari memasukkan bakso ke dalam mulutnya.

Aruna terkekeh pelan, menatap Sera dan Sea bergantian. "Jadi kalian nyalahin gue? Gue reflek aja, lagipula gak ada niat apa-apa. Kalau kalian nyalah artiin sikap gue, gue minta maaf."

"Udah, Sera, Sea. Jangan menambah masalah lagi," ucap Damar.

Sera menatap kekasihnya itu. "Terserah!" jawabnya singkat. Damar menghela napasnya, perempuannya itu tengah marah. Setelahnya nanti ia akan membujuk  Sera. Untuk sekarang, biarlah keadaan damai terlebih dahulu. Pasalnya, Damar yakin Saddam tengah banyak pikiran.

****

Selesai makan di kantin mereka akan kembali ke kelas masing-masing. Sebenarnya jam pelajaran setelah ini kosong, karena guru sedang mengadakan rapat. Jadilah banyak siswa dan siswi yang masih berkeliaran entah di koridor maupun di lapangan.

Agrea, perempuan itu tengah berjalan sendiri menuju perpustakaan. Netranya menatap Saddam yang tengah duduk bersama Aruna. Dapat Agrea lihat, Aruna tengah meminta Saddam untuk mengajarinya. Jarak yang begitu dekat membuat Agrea tersenyum masam.

"Eh, Agrea? Gue sama Saddam cuma lagi belajar, jangan mikir macam-macam." Aruna mendongak menatap Agrea yang tengah berdiri. Saddam pun ikut mendongak, menatap perempuan yang beberapa hari ini begitu jauh dengannya.

Agrea menaikkan sebelah alisnya. Bibirnya tersenyum miring. "Emang gue mikir apa? Gue baru datang. Puas-puasin aja selagi lo bisa Deket, Aruna. Apa yang kita genggam bisa aja lepas dan tugas gue cuma belajar untuk ikhlas kan?" Agrea melirik laki-laki yang tengah terpaku itu. Setelahnya perempuan itu memilih mengambil buku dan segera pergi. Meninggalkan Saddam dengan keterdiamannya.

Di lain sisi, Damar tengah membujuk kekasihnya. Laki-laki itu menyusul Sera yang tengah duduk di taman.

"Udah jangan marah lagi ya, Sayang?" Laki-laki itu mengambil duduk di samping kekasihnya.

Sera hanya melirik, tak berniat menyahut ucapan laki-laki itu.

Damar kembali menghela napasnya. "Sayang, kamu lagi red day kan? Ini aku bawain cokelat sama beberapa es cream. Ada obat juga kalau sewaktu-waktu perut kamu sakit. Aku minta maaf."

Sera menoleh kemudian mendengus pelan. "Bayangin kalau aku lagi dekat sama cowok lain kamu gimana? Aku disuapin cowok lain?"

"Pasti aku ngerasa marah. Tapi aku gak langsung marah, aku bakal tanya kamu dulu," jawab Damar.

"Ngerasa kesel kan? Bayangin Agrea lihat Aruna suapin Saddam. Walau Agrea diam, dia pasti nahan cemburu. Kita sama-sama perempuan jadi tahu. Tapi kamu malah ngomong gitu."

Damar mengelus pelan surai kekasihnya. "Iya, Sayang. Aku minta maaf. Aku ngelakuin ini biar suasana tenang. Saddam juga lagi banyak pikiran. Aku minta maaf kalau kata-kata aku nyinggung kamu. Udahan ya marahnya? Nih, pasti red day kamu selalu pengen cokelat sama es krim kan?" Laki-laki itu kemudian membuka sebatang cokelat yang dibelinya. Menyuapkan pada perempuan yang tengah merajuk itu. Sera menerimanya, setidaknya moodnya sedikit membaik.

"Udah gak marah lagi kan?" tanya Damar menatap lamat wanita di sampingnya. Sera hanya mengangguk sambil berdehem pelan. Damar tersenyum simpul. Setidaknya perempuan itu kini sudah memaafkannya.

"Adek, jangan ngerepotin, Bunda ya? Bilangin ke Bunda, buat gak marah ke Ayah?" Tangan laki-laki itu terulur  mengusap pelan perut Sera, berbicara seolah-olah ada bayi di dalam perut perempuan itu.

"Ih Damar! Kamu kenapa sih?" Perempuan itu tertawa melihat hal konyol yang kekasihnya lakukan.

Damar ikut tersenyum. "Nyatanya gak ada yang lebih indah selain lihat senyum kamu. Seraphina Martagara, sekarang atau nanti, senyum itu harus selalu terpapar."

Sera mengangguk, kemudian menubrukkan tubuhnya ke pelukan laki-laki itu. Setelah dipikir-pikir, Sera seberuntung itu bisa dicintai oleh Damar. Laki-laki yang pernah ia anggap cuek, ternyata memiliki kepekaan yang baik. Bahkan selalu tahu bahwa Sera dalam masalah.

Komen yukkk!!!

HARITHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang