part 16

388 11 0
                                    

jam 10 malam,Hafiz memasuki rumah dengan langkah gontai wajah nya yang terlihat lelah,pakaiannya yang berantakan serta rambut acak acakan menandakan bahwa ia sedang tidak baik baik saja.

Ia merebahkan dirinya di sofa panjang yang berada di depan TV memijat dahinya dan menghela nafas panjang.

Sekarang ia sangat bingung apa yang akan ia lakukan sekarang,ia merutuki kebodohannya karena tak bisa menahan diri saat melihat orang dari masa lalunya.

Sekarang ia memikirkan keadaan Qiana yang mungkin tak baik baik saja mengingat kejadian tadi siang saat Qiana pingsan tak sadarkan diri.ia sudah mencari Qiana dimana mana,mendatangi rumah orang tua Qiana namun Qiana tak ada di sana.

Hafiz memukul kepalanya."Bodoh!."

Ia tak bisa membayangkan perasaan Qiana,ia menyadari kesalahannya...ia melakukan hal yang tak seharusnya ia lakukan.

Namun di satu sisi ia tak bisa menahan dirinya saat melihat orang dari masa lalunya berdiri di depannya,orang yang selama ini ia rindukan,orang yang dulu menjadi kecintaanya orang yang dulu menjadi sumber kebahagiaannya.

Ia tak bisa berbohong,ia masih mencintai Alea..mantan kekasihnya.Namun ia juga mulai mencintai Qiana...istrinya.

Ini kali kedua ia menyakiti hati Qiana,ia merasa malu untuk menemui Qiana sekarang,ia juga jijik pada dirinya sendiri.

Adzan subuh berkumandang,Hafiz mengerjapkan matanya lalu mendudukkan dirinya,badannya terasa pegal dan ngilu karena semalaman ia tertidur di sofa.

Ia melangkahkan kaki nya menuju kamar lalu masuk ke dalam kamar mandi,beberapa menit kemudian pintu kamar mandi terbuka memperlihatkan Hafiz yang kini sudah terlihat segar dengan balutan baju kaos hitam dan celana panjang.

Ia kemudian melakukan shalat subuh dengan khusyuk berserah diri kepada Allah.

Setelah melakukan kewajiban seorang islam,ia berjalan ke arah dapur,biasanya pada jam seperti ini Qiana sudah berkutat dengan alat masak namun saat ini dapur terasa sepi.

Hafiz hanya memakan satu roti dengan air putih karena tak ada nafsu makan.

tut tut tut

Hafiz mengambil ponsel nya yang sedang berbunyi tanda seseorang menelepon nya,ia tersenyum miris saat melihat nama sang Abi tertera di sana,ia yakin bahwa masalahnya dengan Qiana sudah sampai di telinga Abinya.

"Assalamualaikum,Abi."

"..."

"Baik Abi,Hafiz akan ke sana."

"..."

"Iya Abi,Assalamualaikum."

Hafiz menghela nafas panjang,ia sudah menduga bahwa sang Abi akan marah besar saat mengetahui masalah ini dan benar saja sang Abi menelfonnya untuk datang ke pesantren dengan nada suara yang seperti menahan emosi.

Di sisi lain Qiana sedang memandang sendu sebuah foto figura seorang laki laki dan perempuan yang berpakaian bak pengantin.

Ia mengelus wajah laki laki itu,hatinya terasa sakit..sangat sakit karena saat ini hubungannya dengan Hafiz tak baik baik saja dan mungkin akan segera berakhir.

Ia mulai mencintai Hafiz,namun saat kejadian itu terjadi seketika membuat Qiana merasa sakit hati dan membenci Hafiz.

"Kenapa ini harus terjadi saat aku sudah mulai mencintai kamu,mas..."lirih Qiana.

"Kenapa kamu harus menyetujui perjodohan itu saat kamu mencintai perempuan lain."air mata Qiana kini sudah luruh,air mata yang tadinya tak ingin ia perlihatkan pada semua orang akhirnya kini menampakkan wujudnya karena di ruangan ini Qiana hanya seorang diri.

Qiana mengusap air matanya dengan kasar."K-kamu jahat mas,aku benci kamu."ujarnya penuh kebencian lalu mematikan ponsel yang tadi memperlihatkan foto figura itu.

Pintu ruangan terbuka memperlihatkan pria paruh baya dan wanita paruh baya,Qiana dengan cepat menghapus air matanya dan menyimpan ponselnya.

Sakinah yang sudah melihat gelagat aneh anaknya langsung menghampiri sang anak dan memeluknya begitupun Rahmat yang ikut mengusap lembut pundak anaknya yang bergetar.

"Sakit,Bund."lirih Qiana.

Hati Sakinah merasa terenyuh kala mendengar tangis anaknya yang begitu menyakitkan.

Rahmat tak bisa membayangkan betapa sakit hati Qiana,hatinya terasa di remas melihat keadaan Qiana yang sedang tak baik baik saja.

"Dia aja belum peluk Qiana setulus itu,Bund."perkataan Qiana barusan berhasil membuat Rahmat dan Sakinah saling pandang.

"T-tapi bisa bisanya dia meluk perempuan lain dengan tulus di depan mata aku...,dia jahat Bund, dia jahat!."isak tangis Qiana sudah mengisi ruangan ini,Sakinah dan Rahmat pun sudah tak bisa membendung air mata mereka.

"Maksud kamu Hafiz belum nyentuh kamu,Qi?."rasa penasaran Rahmat tak bisa lagi ia tahan.

Qiana mengangguk mengiyakan pertanyaan sang Ayah,toh memang selama ini mereka belum melakukan apa yang seharusnya di lakukan oleh pasangan suami istri...mereka memang pernah bersentuhan tapi tak sampai melakukan itu.

Rahmat menggertakkan gigi nya,ia merasa kecewa dan merasa bersalah,kecewa kepada Hafiz karena tak bisa menjadi suami yang baik untuk Qiana dan merasa bersalah kepada Qiana karena menjodohkannya dengan laki laki yang ternyata tak baik.

Merasa tak ada pergerakan dari Qiana Sakinah melepas pelukannya dan ternyata Qiana sudah tertidur,ia lalu membaringkan Qiana dengan hati hati lalu mengecup sayang dahi sang anak.

Rahmat mengusap kepala Qiana dengan sayang."Kita salah."ucapnya.

Sakinah mengangguk kecil."Sekarang bagaimana?."

"Keputusan ada di Qia,kita hanya perlu menunggu sampai dia pulih."

***************

"Abi,Haf-. "

"Ada apa dengan kamu Hafiz!,kenapa kamu melakukan ini semua bahkan di depan mata istri kamu sendiri!."

"H-hafiz khilaf,Abi."Hafiz menunduk takut.

"Khilaf kamu bilang?!."

"KAMU MEMANG TAK PERNAH BERUBAH HAFIZ!,dan tak akan pernah berubah!."

"KAMU MASIH SEPERTI DULU!."

"Iya,Hafiz memang tak pernah berubah..H-hafiz masih seperti dulu... berandalan."lirih Hafiz.

Abi Ali menggeleng kecewa."Saya kecewa sama kamu,setelah apa yang saya ajarkan kepada kamu selama ini ternyata tak cukup untuk merubah kamu...Raven."

MY HUSBAND GUS BAD BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang