"Tidak disangka-sangka aku menemukanmu disini, Peter Han."
Jisung menolehkan kepalanya melihat siapa yang menyebutkan namanya. Begitu melihat wajah itu, wajah Jisung mengeras. Oh ayolah, ia datang ke club untuk bersenang-senang mengapa harus bertemu dengan orang ini?
"Apa mau mu brengsek?" tanya Jisung. Seseorang yang dipanggil brengsek tersebut lantas tertawa keras. Meskipun tempat ini penuh kebisingan namun Jisung masih bisa mendengar jelas suara tawa itu.
"Tidak ada. Hanya ingin membalaskan dendamku. Setelah kau kabur dari Australia kala itu kau pikir aku melupakanmu begitu saja?" tanya Jake dengan senyum yang Jisung yakini itu bukan senyum yang ramah.
Jake sim, nama pemuda tinggi dengan rambut gelapnya kini berdiri di hadapan Jisung. Di tengah orang-orang yang sedang berdansa menikmati musik.
Jisung berdecih lalu tertawa remeh. "Lakukan saja jika kau bisa. Orang yang kau sayangi itu sudah mati di tanganku." ucapnya menantang. Tanpa merasa takut sedikit pun Jisung maju mendekatkan dirinya pada Jake dan menatap manik itu lekat.
"Kau dengar ini brengsek. Jangan bersikap seolah-olah kau adalah korban, kau ingat apa yang telah diperbuat orang itu terhadap keluargaku?" Tanya Jisung.
Wajah Jake mengeras namun sebisa mungkin ia menahannya agar tidak membuat keributan di sini.
"Aku ingat semuanya. Aku juga ingat bagaimana tubuhmu bergetar ketakukan saat itu, sehari sebelum kau melarikan diri ke Korea." jawab Jake berusaha memanipulasi Jisung, ia teringat akan hal yang ia rasa mampu membuat rasa takut Jisung kala itu kembali.
Jisung masih dengan wajah datarnya dan tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa ia merasa takut. Lalu sedetik kemudian ia tertawa kecil dan menepuk-nepuk pelan bahu Jake.
"Ah kau benar, aku juga ingat hari itu. Tapi bagaimanapun masa laluku, aku sungguh berterimakasih berkat kejadian itu aku sekarang memiliki banyak uang dan memiliki hidup yang jauh lebih baik darimu.
Dan juga, aku memiliki kemajuan pesat. Aku sudah tidak merasa takut lagi setelah berhasil membunuh banyak orang. Bahkan merasa senang jika melihat orang itu sekarat di hadapanku seperti ayahmu dulu, Sim Jaeyun."
•••
Jisung pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum Hyunjin. Hyunjin sedang bersenang-senang sedangkan Jisung sudah kehilangan minatnya untuk berada lebih lama di club sejak Jake muncul di hadapannya.
Kini pemuda itu baru saja memasuki rumah dan mendapati Minho sedang duduk di ruang tamunya dengan tv yang menyala. Belum tidur ternyata, pikir Jisung.
Minho menoleh padanya, Jisung tampak sedikit berbeda. Entahlah, anak itu memang jarang menampakkan ekspresi lain selain wajah datarnya namun dapat Minho rasakan ada sesuatu yang terjadi. Terlebih lagi ia baru menghabiskan waktu tiga jam di club dan sudah kembali ke rumah.
"Ada apa?" tanya Minho.
Jisung menautkan kedua alisnya bingung, "Apa maksudmu? aku tidak boleh kembali ke rumah ini lagi?" bukannya menjawab Jisung malah bertanya balik dengan nada yang sedikit naik dari biasanya.
"Bukan begitu maksudku. Apa yang membuatmu pulang lebih cepat? kau baru keluar rumah tiga jam lalu." jawab Minho berusaha tenang. Ia yakin ada sesuatu yang terjadi pada Jisung.
Mendengar itu Jisung menghela nafasnya, "Tidak ada. Hanya kehilangan mood untuk berada di sana lebih lama." jawabnya santai lalu melenggang pergi menuju kamarnya. Sebenarnya Minho bingung dan penasaran, tetapi ia memutuskan untuk tidak bertanya lebih lanjut dan membiarkan Jisung menikmati ruangnya sendiri.
Jisung menghela nafas beratnya ketika sampai di kamar. Mood nya benar-benar hancur. Ia tidak sedih, hanya saja tiba-tiba merasakan lelah dan kehabisan energi untuk melakukan banyak hal.
Ternyata kehadiran Jake memiliki pengaruh besar terhadap dirinya. Tidak apa-apa, selagi tidak membuat dirinya terpuruk akan hal buruk Jisung masih bisa menahannya.
"Aku tidak melakukan kesalahan, memang itu yang patut ayahnya dapatkan. Aku melakukan sesuatu yang seharusnya, dan juga seharusnya aku tidak kabur kala itu sebelum aku membunuhnya juga." gumam Jisung bermonolog.
Ingatannya kembali sepenuhnya pada dua hari terakhir ia di Australia, kota di mana ia dibesarkan. Jisung menatap langit-langit kamarnya yang seolah menampilkan perjalanan hidupnya setelah ayahnya meninggal dunia.
Begitu banyak hal yang menimpa dirinya. Dan setelah itu dirinya tertawa, entah apa yang ia tertawakan. Hanya saja Jisung merasa sedikit konyol karena masih bisa bertahan hingga detik ini. Ia bahkan tidak yakin apa yang membuat dirinya kuat.
Bahkan ia tidak tahu apa yang membuatnya masih melanjutkan hidupnya, tidak ada sesuatu yang ingin ia wujudkan di masa depan. Hidupnya hanya berjalan dengan membosankan, ia hanya bekerja dan menghabiskan uangnya dan hal itu terulang selama bertahun-tahun.
"Ah sudahlah, tidak penting." ucap Jisung sebelum mengganti pakaiannya dan memutuskan untuk beristirahat.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵗʰᵉSPY'SSASSIN • MINSUNG
FanfictionBagaimana jika seorang pembunuh bayaran dan seorang mata-mata dipertemukan dalam sebuah misi yang saling berhubungan? Dan berakhir dengan menetap di satu rumah yang sama. Warning! - B × B⚠︎ - Bahasa semi baku - Kata kasar - Sorry for typo. start: 16...