Dor!
"Argh!!"
"Lucy!!" teriak Liam histeris lalu langsung melepas tahanan Minho pada tubuhnya dan langsung memeluk erat tubuh Lucy yang terkena tembakan di bahu kanannya.
Jisung langsung menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang berniat menembaknya namun salah sasaran karena Jisung lebih gesit. Ia mendecih remeh melihat sosok yang sangat ia kenali sesang berdiri di sana.
"Sudah aku duga itu kau, Sim Jaeyun." ujar Jisung ketika melihat Jake berdiri di sana dengan sebuah pistol di tangannya. Jake yang dipanggil dengan nama Korea nya pun tersenyum, "Kalian mencariku?" tanya Jake santai.
Jisung mengangguk, "Benar, aku mencarimu." balasnya.
Minho yang tidak mengerti hanya berdiam diri sambil mengawasi gerak-gerik Liam dan Lucy.
"Sepertinya sekarang kau tertarik menjadi seorang pembunuh, ya. Terdengar lucu jika aku mengingat bagaimana histerisnya kau dahulu saat melihat ayahmu mati dibunuh, dan sekarang kau malah membunuh ayah orang lain." lanjut Jisung membuat Jake menatapnya tak senang.
"Ya, kau benar. Tetapi itu dulu, dan manusia akan selalu berubah setiap waktu. Dan sekarang, aku akan selalu siap untuk membunuhmu kapanpun itu." balas Jake yang kini mengangkat pistolnya, mengarahkannya pada Jisung.
Minho memperhatikan obrolan antar dua orang pembunuh di hadapannya. Sepertinya masalah saat ini bukan tentang ayah Tuan Ester, melainkan ada masalah pribadi yang hanya dua orang itu yang mengetahuinya.
Jisung tersenyum manis dan menjatuhkan pistolnya sedikit jauh dari tempat ia berdiri. Ia mengangkat tangannya seolah siap ditembak mati oleh Jake, hal itu membuat semua yang berada di sana terkejut.
Minho membelalakkan matanya melihat apa yang Jisung lalukan. Apakah pemuda itu benar-benar ingin mati?!
"Jika itu mau mu, maka kau bisa mewujudkannya sekarang." balas Jisung. Jake hanya diam sambil memegang erat pistolnya, ia tau Jisung tidak akan melakukan hal ini tanpa jebakan untuknya. Oleh karena itu Jake berhati-hati, ia tidak boleh termakan nafsu untuk membunuh tupai itu.
"Tembak aku sialan!" bentak Jisung pada Jake. Jika saja tidak memikirkan nyawanya, maka Jake sudah sedari tadi menarik pelatuknya. Ia tau Jisung telah menyusun suatu rencana licik untuk menjebaknya.
Jake menurunkan pistolnya, "Aku tidak akan membunuhmu jika kau sukarela seperti itu. Itu tidak memuaskanku, aku ingin melihat kau menangis darah seperti ibumu dahulu." ucap Jake.
Jisung itu paling sensitif jika seseorang membahas ibunya, maka dari itu ia menurunkan tangannya dan mulai menatap Jake tajam.
Minho terkejut mendengar kenyataan baru mengenai masalalu Jisung. Apa Jake yang membunuh ibunya maka dari itu Jisung sangat dendam pada laki-laki kelahiran Australia itu?
"Itu tidak akan terjadi, Jaeyun. Berhentilah bermimpi terlalu tinggi, kau tidak akan pernah melihat setetes darahpun dari tubuhku." balas Jisung sombong. Jake yang merasa diremehkan pun berjalan mendekat dan langsung menodongkan pistolnya tepat di dahi si manis.
"Mari kita lihat." ucapnya pelan. Ambisinya untuk membunuh Jisung kembali meningkat, persetan dengan apapun saat ini. Jisung juga tidak banyak bergerak dan terlihat menyerahkan dirinya, benar-benar berbanding terbalik dengan apa yang ia ucapkan tadi.
Sedikit lagi Jake akan menarik pelatuknya, namun ia mengurungkannya karena merasakan ujung sebuah pistol yang menempel tepat di sebelah pelipisnya.
"Jika setetes darah keluar dari tubuh Jisung, maka aku pastikan rumah ini akan menjadi saksi kematian kau dan dua orang itu." ujar Minho yang memegang dua buah pistol sekaligus.
Tangan kanannya ia arahkan pada pelipis Jake, dan tangan kirinya ia arahkan pada Liam dan Lucy yang entah sejak kapan sudah duduk di lantai dengan tubuh yang terikat tali dan punggung saling bertemu.
Jake menatap tajam Minho dari ekor matanya, sedangkan Jisung tersenyum penuh kemenangan. Jisung tau Jake tidak seberani itu untuk membunuhnya. Juga kelemahan pemuda itu yang sangat takut akan kematian membuat Jisung dengan mudah mendapatkan kemenangan.
"Sebaiknya turunkan benda ini, dik. Jika tak ingin kau bertemu ajalmu hari ini." bisik Jisung dengan senyum manisnya. Jake mengeraskan rahangnya mendengar kalimat itu. Sial, ia merasa dipermainkan.
Dengan perlahan Jake menurunkan pistol yang ia pegang, begitupun Minho. Ia menatap Jisung dan mengangguk kecil, memberi sebuah kode yang dibalas dengan anggukan kecil dari si tupai.
"Baiklah. Sekarang katakan, apa mau kalian datang kesini?" tanya Jake. Minho dan Jisung saling bertatapan sejenak lalu pandangan keduanya mengarah pada Liam yang terlihat panik.
"Aku ingin kau mengakui bahwa kau lah yang telah membunuh ayah dari Liam dan Tuan Ester. Tidak perlu kalian tutupi lagi, aku sudah mengetahui semuanya. Aku hanya ingin mendengar pengakuan dari kalian." jawab Minho.
Ia sudah malas berbasa-basi sedari tadi. Tidak biasanya Minho seperti ini, namun karena lawan mereka kali ini memiliki masalah pribadi dengan Jisung maka jadinya ada sedikit drama.
"Apa yang membuat kau menuduh kami?" tanya Jake lagi. Belum ingin menjawab.
"Katakan saja yang sebenarnya sialan! Kami berdua sudah mengetahui kebusukan kalian bertiga, tidak perlu bertanya lebih jauh!" kesal Jisung.
Jake menghela nafasnya, "Ya, kau benar. Aku yang telah membunuh ayah mereka, tapi aku melakukannya atas perintah mereka berdua." jawabnya. Jisung dan Minho masih tidak puas akan jawaban Jake, karena hal itu sudah mereka ketahui terlebih dahulu.
Liam dan Lucy terlihat begitu panik ketika Jake dengan santainya mengakui perbuat mereka. "Apa yang kau katakan dasar bajingan! Percuma saja aku membayarmu jika akhirnya kau menyerah, dasar bodoh, tidak berguna!" umpat Lucy kesal.
Jake hampir saja menembak Lucy jika saja Minho tidak segera mengalihkan perhatiannya. Tidak boleh ada korban dalam kasusnya kali ini, itu yang Tuan Ester katakan.
"Dengan apa kau membunuhnya?" tanya Minho.
"Racun."
"Baiklah, atas kasus ini kalian bertiga akan dipenjarakan secepatnya. Tidak perlu melarikan diri karna dimanapun kalian berada aku selalu mengawasi. Sebentar lagi Tuan Ester akan datang ke sini bersama anggota polisi. Selamat mendekam di penjara, sialan."
Tidak banyak yang bisa mereka lakukan kali ini, mereka hanya memerlukan pengakuan dari ketiga orang itu meskipun harus melewatkan sedikit drama kehidupan pribadi Jisung.
Jake menatap wajah Jisung lekat, terlihat tidak terima. "Bagaimana bisa aku yang membunuh satu orang harus mendekam di penjara sedangkan kau yang membunuh ayah masih bisa hidup bebas bertahun-tahun, bahkan kini menjadi pembunuh bayaran." protesnya sambil menarik kerah Jisung dengan emosi.
Membunuh ayahnya? apa Minho tidak salah dengar? tadi Jake mengatakan tentang kematian ibu Jisung, dan sekarang ayahnya. Apa yang sebenarnya terjadi di sini? apa mereka satu keluarga? namun marga mereka berbeda. Ugh, Minho pening hanya dengan memikirkannya.
Jisung tertawa remeh lalu mendorong keras tubuh Jake.
"Kau tidak perlu mengetahui tentang kehidupanku, dasar anak tidak tau di untung! Seharusnya kau pergi ke neraka bersama ayahmu, dan seharusnya dulu aku membunuh kalian berdua agar kau tidak hidup menjadi hama seperti sekarang!"
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵗʰᵉSPY'SSASSIN • MINSUNG
FanfictionBagaimana jika seorang pembunuh bayaran dan seorang mata-mata dipertemukan dalam sebuah misi yang saling berhubungan? Dan berakhir dengan menetap di satu rumah yang sama. Warning! - B × B⚠︎ - Bahasa semi baku - Kata kasar - Sorry for typo. start: 16...