Jisung sudah selesai dengan acara mandinya yang sangat sulit karena harus menahan perih di sekujur tubuhnya. Jisung duduk di atas kasur dengan memakai kaos dan celana pendek, ia memperhatikan pahanya yang menimbulkan bekas cambukan yang berwarna hijau keunguan dengan bentuk memanjang.
Jisung meringis, ia masih teringat jelas bagaimana sakitnya ketika dicambuk tadi. Tapi sesakit apapun itu ia tidak boleh menurunkan dagunya di hadapan lawan. Angkuh lah pada lawanmu sekalipun nyawamu akan melayang.
Tok, tok, tok!
Jisung menoleh ke arah pintu kamarnya, melihat Minho yang langsung masuk setelah mengetuk pintu. Ia membawa nampan berisi makanan serta kotak obat.
Minho meletakkan nampan itu di nakas sebelah kasur Jisung, lalu tanpa aba-aba ia berlutut di hadapan Jisung yang sedang duduk di kasur. Menatap pemuda manis berpipi gembil itu.
"Aku minta maaf karena datang terlambat dan membuatmu menerima luka sebanyak ini." ucap Minho dengan tulus. Ia melihat bagaimana paha putih dan bersih itu kini memiliki bekas cambukan.
"Tidak perlu meminta maaf. Terimakasih karena datang tepat waktu, dia baru saja ingin membunuhku tadi." balas Jisung membuat Minho tertawa. Ia mengucapkannya dengan santai seolah kematian bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.
"Baiklah, aku membawakanmu makan malam. Makanlah dan aku akan mengobati lukamu." Ucap Minho yang mengambil kotak obat dan duduk di sebelah Jisung.
"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri." Cegah Jisung berusaha menahan tangan Minho meskipun percuma. "Tidak Han Jisung, menurutlah padaku. Jangan khawatir aku akan berhati-hati." jawab Minho yang kini dengan perlahan membawa kaki Jisung ke atas kasur agar lebih mudah ia obati.
Jisung hanya diam dan menurut, entah mengapa setiap kali Minho menyebut nama panjangnya ia merasa tersihir.
"Kenapa tidak makan?" tanya Minho menatap Jisung dan makanan yang ia bawa bergiliran. Jisung sedikit menunduk, "Ah tidak, nanti saja. Aku takut akan reflek berteriak dan menumpahkan makanannya." jawabnya jujur.
Minho lantas terbahak dan mengusak surai itu dengan gemas. Jisung yang mendapat perlakuan seperti itu hanya mendelik tidak suka pada Minho yang menertawakannya.
"Baiklah kita selesaikan ini dulu."
Dengan telaten Minho mengobati luka-luka tubuh Jisung meskipun sesekali Jisung berteriak karena lukanya semakin pedih terkena obat merah. Dan begitu Jisung berteriak dan merengek Minho akan memeluk kepala Jisung hingga menempel pada dadanya dan melanjutkan sesi pengobatan.
"Dan, selesai." serunya lalu kembali meletakkan obat-obatan itu pada tempatnya.
Jisung memperhatikan setiap luka di tubuhnya yang sudah terobati dan beberapa bagian diberikan perban. Jisung mengucapkan terimakasih pada Minho, dan hendak mengambil mangkuk makanan yang Minho sediakan untuknya.
"Biar aku saja." Minho terlebih dahulu mengambil mangkuk itu dan bersiap untuk menyuapkannya pada Jisung. Jisung hanya menatap laki-laki itu datar meskipun dalam hatinya ia merasa terheran-heran.
"Aku tidak tega melihatmu kesakitan dengan luka yang dibuat bajingan itu. Harusnya aku mencarimu lebih cepat agar ia tidak sempat menyentuhmu." Minho mengeluarkan suara seolah membaca pikiran Jisung.
Jisung menghela nafasnya. "Tidak perlu merasa bersalah seperti itu. Sudah aku katakan biarkan dia menyerang kita. Lagian aku sudah membalaskan dendamku tadi dan sekarang dia sedang berada di rumah sakit dan diawasi polisi.
Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, kita juga mendapat bayaran dua kali lipat dari yang dijanjikan orang yang meminta mu bekerja untuknya. Luka seperti ini memang tidak pernah aku dapatkan sebelumnya, maka ini adalah pengalaman pertamaku." balas Jisung panjang lebar berusaha menenangkan Minho dari rasa bersalahnya.
Minho tersenyum kecil pendengar Jisung yang berbicara panjang lebar. Meskipun rasa bersalah itu masih ada namun kini ia merasa lebih baik. Minho kembali menyuapi Jisung makan malam sambil mengajaknya berbincang. Ini kali pertama bagi keduanya untuk saling berbagi dan mendengar cerita selama mereka hidup dalam satu rumah.
Setelah menyelesaikan makan malamnya, Minho menyuruh Jisung untuk langsung berbaring di atas kasurnya. Pemuda itu juga menyelimuti Jisung sambil tersenyum gemas melihat si tupai yang tiba-tiba menjadi penurut.
"Istirahatlah, besok aku akan mengantarkan sarapan untukmu. Selamat malam." Minho mengusak surai Jisung dengan lembut sebelum ia mematikan lampu dan keluar dari kamar Jisung sambil menutup rapat pintunya.
Jisung tersenyum kecil menatap pintu kamarnya, lalu tiba-tiba ia tertawa kecil.
"Hahaha, apa yang aku pikirkan. Dasar aneh." ucapnya lalu memejamkan matanya untuk menyelami alam bawah sadarnya.
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
ᵗʰᵉSPY'SSASSIN • MINSUNG
FanfictionBagaimana jika seorang pembunuh bayaran dan seorang mata-mata dipertemukan dalam sebuah misi yang saling berhubungan? Dan berakhir dengan menetap di satu rumah yang sama. Warning! - B × B⚠︎ - Bahasa semi baku - Kata kasar - Sorry for typo. start: 16...