First Love

2 0 0
                                    

Saat Ivony memasuki kelas, Arlando menyunggingkan senyum dengan bibirnya yang tipis di bangku. Ivony mencoba mengabaikannya dengan berusaha memasang wajah datar dan duduk di bangkunya sendiri. Namun, Mia mendeteksi sesuatu, kepalanya melihat ke arah Arlando yang sedang mengamati Ivony, begitu juga Ivony yang menatap jengkel ke Arlando.

"Ada apa?" tanya Mia ketika Ivony duduk.

Ivony mengerjapkan matanya. "Apanya yang ada apa?"

"Kamu sama Arlando kok tatap-tatapan kaya drakor saja. Atau kamu sekarang sadar kalau dia agak mirip Yang Sejong?"

Ivony mengibaskan tangannya. "Aduh, kamu jangan aneh-aneh, deh. Dia tadi ngusik aku tapi—"

"Kamu datang bareng Arlando, Vony?" tanya Niki bisik-bisik seraya memotong ucapan Ivony padahal ia baru saja masuk kelasnya.

Jam pelajaran belum mulai, itu adalah alasan Niki bisa bebas masuk kelasnya dengan ceria. Rambutnya dikuncir dua yang membuatnya tampak gemas. Namun, ucapan Niki tadi jelas jauh dari kata gemas.

"Serius?" Bola mata Mia membesar mengetahui informasi itu.

Otomatis kepala Niki dan Mia menghadap Ivony menuntut jawaban. Ivony mengusap tengkuknya canggung. Ia tak menyangka kalau dua temannya itu akan melihat ia dibonceng oleh Arlando. Pasalnya, kedua temannya tersebut tidak ada di parkiran atau setidaknya tidak terlihat di sudut matanya.

"Ya ... itu ..."

Niki menarik satu kursi yang empunya belum datang. Kini ia terjepit di mata hitam milik kedua temannya yang tampak antusias mendengar jawaban. Maka mau tak mau, ia menceritakan kejadian setelah pulang sekolah kemarin hingga alasannya bisa berangkat bersama Arlando. Wajah Mia dan Niki berangsur-angsur berubah menjadi jail sekaligus cengegesan.

"Benci menjadi cinta, sesuai ucapanku dulu," ujar Mia berbisik sambil memainkan ujung rambut keritingnya dengan jemari.

Niki mengangguk antusias. "Sudah pasti begitu. Nanti kalian pulang bareng dong, ya?"

"Memang ada pilihan lain?" sahut Ivony berbisik-bisik.

"Kalau pun ada pilihan lain, kurasa kamu akan tetap pulang dengannya," ujar Niki dengan suara rendah. "Kurasa, Arlando suka sama kamu. Kalau engga, ngapain dia repot-repot punya ide untuk mengantar dan menjemput kamu pakai motor, kalau kamu sendiri saja menggunakan sepeda."

Ucapan Niki berputar di benak Ivony dari mata pelajaran berlangsung sampai jam pulang. Ia tidak berpikir sampai Arlando ada rasa padanya. Sebab sepanjang yang ia ingat, cowok itu seolah mencari gara-gara dengannya. Lagipula jika berbicara tentang cinta, hanya mengingatkannya pada Bagas. Ah Bagas, ia mati-matian melupakan cowok itu tetapi sosoknya muncul lagi tempo hari. Lega rasanya ia sudah berhenti dari restoran sehingga ia tidak perlu bertemu Bagas.

Namun dugaannya ternyata salah. Sepulang sekolah, Ivony membonceng Arlando dan menjadi pusat perhatian cewek-cewek yang fans Arlando. Tetapi cowok itu cuek saja.

"Kalau kamu merasa enggan untuk bareng denganku, seharusnya kamu mengatakannya."

Arlando mengucapkan itu ketika mereka sudah berada seratus meter dari sekolah. Ivony mengerutkan kening. Seingatkan, ia juga tidak meminta nebeng kepadanya.

"Kamu tidak membiarkanku berbicara kemarin. Aku memang mau menolak, kok," ujar Ivony jengkel.

Arlando mendengus dengan begitu kentara. "Kamu dan teman-temanmu berbisik saat aku ada di kelas. Ingat, aku juga punya telinga, tau."

Ivony refleks menutup mulutnya dengan tangan. Gawat, ternyata bisik-bisik itu terdengar. Ivony mati kutu. Ini kali kedua, ia membicarakan Arlando dan cowok itu lagi-lagi mendengarnya.

"Kenapa diam? Karena merasa bersalah atau justru mau mendebatku?"

Ivony semakin diam seribu bahasa. Ia malu. Meminta maaf pun rasanya percuma. Ketika memikirkan respons yang harus diberikan, motor Arlando berhenti di lampu merah. Di lampu merah itu juga Ivony terbelalak melihat Bagas di sampingnya. Cowok itu pun sadar ada Ivony di sisi kanannya. Ivony mencoba menghindari pandangan tetapi Bagas menyapanya.

"Hai, Ivony."

Ivony menenguk ludah. Ia berusaha menyimpan dengan rapi ingatan tentang Bagas dalam kotak kaca. Namun Bagas adalah cinta pertamanya saat SMP. Cowok itu pelatih paskibra di SMPnya, anak kuliahan yang mengambil kerja sambilan karena masih ada hubungan kerabat dengan kepala sekolah. Ramah dan humoris membuat cewek-cewek SMP menyukainya, salah satunya Ivony. Lalu hal terkonyol yang Ivony lakukan justru hendak mengutarakan perasaan, tapi belum juga ia melakukannya Ivony melihat Bagas berciuman dengan cewek tercantik di sekolah. Kejadian itu di gudang sekolah saat Ivony mau meletakkan sapu yang patah dari kelas ke gudang. Andai hari itu ia tidak meletakkan sapu tersebut, Ivony pasti tak perlu melihat adegan tersebut.

Rasanya menyakitkan sekali menyaksikan orang yang kita cintai ternyata mencintai orang lain. Setelah lulus SMA lewat meminjam HP Ibu, Ivony justru semakin sering melihat foto update story Bagas dengan cewek itu. Karena tak tahan, ia blok semua sosial media Bagas. Hal konyol yang Ivony lakukan adalah enggan bermain sosial media untuk menghindari mengintip kehidupan Bagas melalui Instagram. Kemudian, pertemuan mereka di luar restoran itu telah membangkitkan ingatan Ivony. Sekarang di lampu merah yang lambat berubah hijau itu seakan menyiksa Ivony dengan seluruh ingatannya tentang Bagas.


If I Knew ThenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang