Conversation

0 0 0
                                    

"Dia siapa?"

Arlando berbisik saat melihat gestur Ivony yang tak nyaman. Tetapi dari spion, ia bisa melihat dengan jelas wajah merah Ivony. Bukan merah karena marah, tetapi merah karena bersemu atau salah tingkat? Arlando sendiri tak bisa memastikannya karena itu ia bertanya.

Ivony memperbaiki posisi duduknya mencari posisi nyaman. Lalu, ia mencodongkan badannya ke arah Arlando dan balas berbisik. "Seseorang yang kusuka."

"Apa?" Arlando agak berteriak, tak yakin dengan hal yang didengarnya.

Ivony dapat merasakan detak jantungnya berubah irama melihat Bagas, dan suasana di sekitar sepertinya melambat sejenak. Senja matahari mewarnai segalanya dengan nuansa emas, memberikan kehangatan pada momen singkat yang canggung itu. Ia tak pernah berpikir akan bertemu orang tersebut di lampu merah.

"Hai, Ivony. Kita bertemu lagi," sapa Bagas ceria sambil menaikkan kaca helmnya.

Ivony memainkan tali tasnya mencoba menutupi rasa grogi. "Iya, kita bertemu lagi."

"Pulang sekolah?"

Ivony mengangguk.

"Aku sudah jarang lihat kamu di restoran itu. Sudah resign?"

Ivony hendak mengangguk ketika lampu merah berubah warna menjadi hijau dan Arlando memacu kendaraan bermotornya. Tanpa diduga ternyata Bagas menyamai kecepatan di samping motor Arlando dan memberi kode kecil untuk berhenti di warung mie ayam terdekat.

"Kita harus ikut perkataannya atau tidak perlu, Vony?" tanya Arlando ragu-ragu meski sambil menepikan motornya perlahan sesuai isyarat dari Bagas.

Ivony menimbang sejenak. "Ikut saja. Aku juga mau makan."

Bukan itu alasan sebenarnya. Ivony tahu itu. Ia memang mencoba mengontrol diri dengan tidak terlalu dekat dengan Bagas. Namun bukan berarti ia akan meninggalkan cowok itu di pinggir jalan begitu saja setelah isyarat jelasnya untuk mengajak makan.

Duduk di meja sederhana di bawah lampu kekuningan, mereka memesan mie ayam. Di tengah suara pengunjung yang ramai berbicara dan aroma harum mie ayam, Ivony memperkenalkan temannya, Arlando, kepada orang yang duduk di seberang mejanya, Bagas. Kedua cowok itu mengangguk dan saling bersalaman singkat.

"Jadi, kamu sekarang kerja di mana, Vony?" tanya Bagas kalem dengan senyum ramahnya seperti biasa.

"Aku coba buka jasa tutor di internet," jawab Ivony jujur.

Bagas mengangguk paham. "Menarik banget, kamu memang pekerja keras dari dulu. By the way, kamu buka jasa tutor pelajaran apa? Apa perlu aku bantu promosikan ke teman-teman kantorku?"

Arlando yang merasa tersisihkan segera berdeham. "Bukan sebaiknya Ivony belajar menghandle satu siswa dulu sebelum naik level mengajar beberapa orang?"

Percakapan mereka terhenti ketika pedagang mie ayam datang membawa mangkuk mie ayam hangat dan meletakkannya di depan mereka. "Mie ayam panas. Selamat menikmati!" ucapnya sambil tersenyum ramah.

Ivony, Arlando, dan Bagas bersamaan mengucapkan terima kasih. Namun tangan Arlando dan Bagas sama-sama mengambil sumpit di rak sendok, garpu, dan sumpit. Lalu, keduanya juga bersamaan menawarkan ke Ivony. Ivony yang melihat hal itu hanya menatap keduanya bingung.

"Aku bisa ambil sendiri," kata Ivony sambil mengambil sumpit dari raknya. "Ayo, kita makan."

Kedua cowok itu menghela napas dan mulai makan. Ivony yang merasa suasana canggung langsung berdeham. Ia mencoba mencairkannya dengan mengobrol.

"Terima kasih tadi penawarannya, Kak. Aku sebetulnya membuka jasa tutor untuk mata pelajaran matematika, khususnya untuk tingkat SMP. Tapi Arlando juga benar, sebenarnya aku masih dalam tahap beradaptasi, lebih fokus ke satu siswa dulu sebelum mulai berani ambil jadwal untuk dua siswa atau lebih," ucap Ivony mencoba tenang.

If I Knew ThenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang