10

132 20 8
                                    

Aroma obat-obatan seketika menyeruak menusuk kepenciuman Kenan. Seberkas cahaya merambat masuk menyapa sepasang retina kala kedua mata pemuda itu mulai terbuka perlahan. Remaja itu mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru ruangan, hingga ia menyadari tempat ini bukanlah kamarnya.

Disalah satu sudut ruangan. Kenan memandang ayah dan ketiga saudara laki-lakinya tengah terlibat perbincangan serius. Seakan tidak perduli pada apa yang dibicarakan oleh mereka, Kenan mengalihkan pandangan pada segelas air putih diatas nakas.

Seperti sudah berhari-hari tidak tersentuh air. Kenan merasakan kerongkongannya begitu serak dan kering. Ia mencoba bersuara memanggil mereka, namun suara kecilnya seperti teredam oleh ruangan luas ini.

Kenan melepas masker oksigennya, saat itulah Antariksa tidak sengaja melihat pergerakan sang adik. Ia segera beranjak menghampiri Kenan dengan diiringi oleh tiga orang lainnya.

"Kenapa dibuka?" Antariksa hendak kembali memasangkan benda itu pada Kenan.

"Haus"

Mengabaikan masker oksigen. Antariksa meraih segelas air diatas nakas, sedangkan Mahawira dan Mahadewa membantu Kenan duduk bersandar pada kepala ranjang atas dasar permintaan remaja itu.

Dibelenggu haru. Tuan besar Dewantara tentu saja berbahagia melihat putera bungsunya telah kembali siuman. Setelah tadi pagi mendapat kabar bahwa Kenan sudah sadarkan diri sejak semalam, ia yang ditemani Mahawira segera datang kerumah sakit. Kala itu, Kenan masih terlelap, kendati demikian mereka dapat bernapas lega karena setidaknya remaja itu telah kembali sadar.

Usapan lembut tuan besar Dewantara berikan pada kepala Kenan, setelah beberapa hari tidak sadarkan diri putera bungsunya itu terlihat sangat kehausan.

"Ada yang sakit tidak?, mau ayah panggilkan dokter?"

Kenan menggeleng pelan menjawab tawaran sang ayah. Seperti terbawa suasana, pria tua itu meneteskan air mata kemudian memeluk Kenan.

"Kamu bikin ayah takut, nak" Tuan besar Dewantara masih enggan melepaskan pekukannya.

"Lo pingsan lama banget, 5 hari tau nggak?"

Kenan terkejut. Seraya mengurai pelukannya dengan sang ayah, pemuda itu meraih lengan Antariksa.

"5 hari?" Tanyanya tak percaya.

Kenan memandangi satu persatu dari mereka, sungguh ia tidak percaya. Ingatan terakhir yang terekam dalam benak Kenan adalah saat dirinya jatuh pingsan dikelas. Namun, ia tidak menyangka bahwa kejadian tersebut terjadi 5 hari yang lalu.

Ditengah keterkejutan Kenan. Pintu ruangan terbuka seiring terdengar teriakan melengking dari seseorang menyerukan nama Kenan. Kelima pria berbeda usia tersebut menoleh, mendapati keberadaan Rania yang tengah berlari menuju Kenan.

"Kalau mau meluk santai aja. Abangnya masih lemas, kalau ditabrak nanti jatuh" Mahawira menahan tubuh gadis 15 tahun itu.

Rania mengerucutkan bibir, tetapi ia tetap membenamkan diri dipelukan saudaranya.

"Rania kangen abang" Rania memeluk erat tubuh Kenan.

"Abang nggak kangen Rania sih"

Rania mengurai pelukannya, ia memandang sinis pada Kenan. Ekspresi lucu gadis itu mengundang gelak tawa mereka, Kenan menarik adiknya dan memeluki gadis itu penuh kasih sayang.

~~~●○☆○●~~~

Gemuruh langit terdengar layaknya harmoni. Awan kelabu diatas sana tampak megah menyelimuti langit Jakarta sore ini. Perlahan rinai hujan mulai membasahi bumi, menguarkan aroma khas yang begitu Aira sukai.

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang