17. Luka Belum Usai

70 5 2
                                    

Kelabu diatas sana masih belum usai. Namun rinai tidak jua hadir membasahi bumi. Bersama hembusam angin yang bertiup perlahan, Kenan menunduk dalam seraya memainkan rumput hijau dibawah sana.

Perihal luka. Sejatinya Kenan menyadari jika salah satu komponen perasaan tersebut erat kaitannya dengan bahagia, keduanya berjalan seiringan bersama suatu senyawa yang kerab kali manusia sebut dengan cinta. Seperti yang Kenan alami, bohong jika dahulu pemuda itu tidak merasakan euphoria kala cinta mulai menyapa. Tetapi, Kenan telah lupa jika kebahagiaan selalu selaras bersama lara.

Dua hari berlalu begitu saja. Meninggalkan Kenan bersama sunyi yang belum jua terurai. Meski pada kenyataannya Kenan merasa kecewa dan terjerat nestapa setelah pengalaman cinta pertamanya berakhir duka. Kendati begitu, Kenan tidak menyalahkan siapapun, termasuk dengan Aira. Pemuda itu memahami, bahwasanya bukan Aira yang bersalah. Tetapi harapan beserta keangkuhan cintalah yang menyakiti dirinya.

"KENN!!"

Kenan tersadar dari lamunan. Gema suara Leo menyapa pendengarannya, seiring tatapan beberapa pasang mata yang mengarah pada pemuda itu.

"Dipanggilin dari tadi, nggak nyaut" Guman Leo.

"Saya perhatikan kamu banyak melamun, Kenan. Kamu sedang tidak enak badan?"

Kenan mengalihkan pandangan kedepan, ia menggeleng pelan pada pelatih didepan sana "Saya baik-baik saja, coach"

Tidak lagi memperpanjang masalah. Pelatih kembali menerangkan beberapa materi yang ia anggap perlu untuk membangun strategi permainan, mengingat dekatnya jadwal turnamen. Setelah mendengarkan arahan pelatih, kesebelasan siswa laki-laki itu mulai berpencar dilapangan luas, memulai sesi latihan terakhir sebelum turnamen esok hari.

Seiring berputarnya sikulit bundar dihamparan rerumputan hijau, Kenan menggiring benda bundar tersebut. Namun, atensi Aira meleburkan konsentrasi Kenan, pemuda itu mematung memandangi Aira dan Aryan, keduanya tampak serasi berjalan berdampingam dikoridor sekolah. Hingga tampa ia sadari, bola yang sebelumnya ia kuasai telah berpindah begitu saja.

"KENANN!!"

Bruukk...

Kenan terjerambab ditanah setelah sikulit bundar menghantam kepalanya. Kenan tidak mengatahui berapa kecepatan benda itu, sehingga hantamnya memedihkan kulit kepala, serta menciptakan pening luar biasa. Pemuda 17 tahun itu memegang kepala, meringis menikmati denyut yang mulai bertahta.

Mereka yang berada disana berbondong-bondong menghampiri Kenan. Begitu pula dengan Leo, ia membelah kerumunan dan merengkuh tubuh Kenan bersandar padanya.

"TISU DONG, TISU. KENAN MIMISAN" Teriak Leo.

Kenan memejam. Pening yang menderanya seperti enggan usai. Semua terasa berputar dipandangan Kenan kala ia kembali membuka mata.

"Kenapa bisa gini sih, Ken?" Seorang gadis membersihan lelehan darah dari hidung Kenan. Raut kekhawatiran jelas terpancar, menandakan gadis itu begitu mencemaskan Kenan.

"Duduk dulu yang benar, kepalanya jangan mendongak" Pelatih membantu Kenan duduk, memposisikan kepala anak didiknya agar menunduk. Membiarkan beberapa tetas darah menetes.

"Kalau sedang dilapangan kamu harus fokus, Kenan. Jangan melamun seperti tadi"

"Maaf, coach" Guman Kenan.

"Minta maaf sama dirimu sendiri, karena disini kamu yang dirugikan, bukan saya" Ujarnya.
"Kamu itu striker, fokus itu harus nomor satu" Lanjut pelatih.

"Baik, coach" Balas Kenan.

Pelatih menghela napas dan setelahnya mendongak, memandang para anak didiknya yang masih berkerumun disekitar Kenan.

"Kalian lanjutkan latihan. Leo, bantu saya memapah Kenan kepinggir lapangan" Ujar pelatih.

Demikianlah latihan kembali berlanjut tampa Kenan, karena setelahnya Kenan diperbolehkan pulang lebih awal.

~~~●○☆○●~~~

Riuh sandiwara kehidupan perkotaan memang tidak pernah lekang. Didalam mobil Viola yang tengah melaju, Kenan termenung seraya memandangi suasana diluar sana. Setelah diperbolehkan pulang oleh pelatih, sebelumnya Kenan bermaksut menghubungi supir. Namun, Viola menolak dan menawarkan tumpangan, karena gadis itu juga berada disana menyaksikan sesi latihan Kenan.

Bayangan kedekatan Aira dan Aryan kembali terputar dibenak Kenan. Remaja itu tersenyum miris, mengingat bagaimana Aira menolaknya, membuat Kenan telah menghapus citra gadis baik yang sebelumnya melekat di Aira. Bukan karena Kenan tidak menerima keputusan Aira, hanya saja pemuda itu terlampau kecewa karena alasan Aira menolaknya.

Sentuhan lembut pada pundaknya membuyarkan lamunana Kenan. Ia menoleh dan setelahnya tersenyum tipis membalas senyuman Viola.

"Ngelamun terus, ada masalah ya?"

"Gue rasa lo juga tau apa masalah gue, Vi" Kenan memandang datar pemandangan didepannya.

"Maafin Aira ya?"

Kenan menggeleng. Bukan dia tidak mau memaafkan, hanya saja Aira tidak bersalah dalam permasalahan ini, gadis itu hanya berkata jujur. Bukankah hal semacam itu lebih baik, dari pada Kenan harus menjalani hubungan berlandaskan kebohongan, jika seandainya Aira membalas pernyataan Kenan.

Hingga mobil tersebut berhenti dipelataran mansion Dewantara. Kenan meraih ranselnya dan hendak keluar setelah berterima kasih pada Viola. Namun, gadis itu menahan Kenan.

"Kalau bukan, Aira. Apa lo bisa jatuh cinta lagi?"

"Untuk saat ini gue nggak tau, Vi. Mungkin kedepannya iya, tapi gue harap cinta gue nanti jauh lebih baik dari cinta yang sekarang"

Viola memandang dalam retina pemuda itu. Mencari kebenaran disana, tetapi sayangnya hanya luka yang Viola temui.

"Ken!!" Viola meraih tangan Kenan. Menggenggam jemari pemuda itu.
"Gue suka sama lo" Lanjutnya

Kenan menarik tangannya dari genggaman Viola. Ia tidak tahu harus bereaksi bagaimana menanggapi pengakuan gadis itu.

"Lo, nggak harus jawab sekarang. Tapi gue harap, besok atau lusa ada jawaban baik buat perasaan gue"

Kenan tak lagi membalas. Ia bergegas keluar dari mobil Viola, meninggalkan gadis itu yang masih memandang kepergiannya.

BERSAMBUNG

Pendek lagi, lagi minim ide sama lagi sok sibuk☺

Terima kasih buat kalian yang masih setia, jangan lupa vote dan komentar

Terima kasih

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang