Sejumlah kerutan terukir didahi tuan besar Dewantara kala membaca berkas yang baru saja diserahkan oleh bawahannya. Pria yang sudah tidak lagi muda itu, tampak serius mengamati setiap potret yang tertera disana.
Mengenai penyerangan yang menimpa Kenan beberapa waktu lalu. Sebagai seorang ayah, tentu saja pria itu tidak akan tinggal diam. Setelah melakukan penyelidikan, para bawahan tuan besar Dewantara akhirnya menemukan satu kejanggalan penting yang saat ini begitu mereka curigai.
"Sehari sebelum tuan muda Kenantara mendapatkan kado dari orang misterius, cctv salah satu rumah warga yang mengarah kejalanan menangkap keberadaan mobil yang berdiam cukup lama disekitar mansion, tetapi keberadaan mobil tersebut berada di titik buta cctv mansion"
Tuan besar Dewantara meletakan berkas yang sebelumnya ia amati. Beralih memperhatikan bawahannya yang ia beri kepercayaan untuk menyelesaikan kasus ini.
"Lanjutkan" Ujar tuan besar Dewantara meminta penjelasan lebih.
"1 jam sebelum tuan muda menerima kado, mobil yang sama kembali terlihat disekitar mansion, kali ini berada ditempat berbeda tetapi masih berada dititik buta cctv mansion"
"Mobil itu ada hubungannya dengan kado yang Kenan terima?" Tanya tuan besar Dewantara.
"Mohon maaf, tuan. Hal tersebut masih dalam penyelidikan kami, karena seseorang yang mengantarkan kado untuk tuan muda Kenantara tidak berasal dari mobil tersebut"
"Kemudian. Berdasarkan informasi dari warga setempat, beberapa jam sebelum perayaan ulang tahun tuan muda Kenantara, mobil tersebut kembali terlihat berada disekitar mansion, lebih kurang dengan jarak 50 meter, dan tidak terekam oleh cctv mansion""Mobil itu, pemiliknya pasti bukan orang lain. Dia tau betul dimana tempat yang tidak bisa dijangkau cctv. Kemungkinannya hanya dua, kalau bukan karena pernah masuk kedalam mansion sudah pasti dia memiliki orang dalam" Tuan besar Dewantara bersandar pada sandaran kursi. Memikirkan permasalahan ini membuat kepalanya terasa pening.
"Saya juga berpikir begitu, tuan. Kami sudah melacak nomor polisi mobil itu, tetapi sayangnya tidak terdata dimana saja"
"Terus selidiki, siapapun dia harus kita temukan. Dia harus membayar mahal atas apa yang dia lakukan pada putera saya"
Setelah memberikan beberapa laporan pada tuan besar Dewantara, bawahan tersebut undur diri dan meninggalkan tuannya bersama gejolak emosi yang hampir meluap.
"Ayah??"
Suara itu. Tuan besar Dewantara menoleh. Mengukir senyum menyambut kedatangan putera bungsunya yang mungkin saja sudah berada diluar ruangan sedari tadi.
"Ayah sibuk?. Ken, boleh masuk?" Ujar Kenan. Remaja itu hanya membuka sedikit pintu ruang kerja ayahnya. Mengintip sedikit situasi didalam ruangan dengan hanya memperlihatkan kepalanya dibalik daun pintu.
Selayaknya penawar letih. Keberadaan buah hati bagi orang tua memang begitu berpengaruh. Emosi tuan besar Dewantara yang sebelumnya menyala perlahan padam, sirna hingga tidak bersisa hanya dengan melihat senyuman serta wajah menawan puteranya.
Kenan melangkah masuk setelah mendapat izin. Menutup pelan pintu ruangan. Remaja 17 tahun itu menduduki sofa bersama sang ayah.
"Kenapa ke kantor?"
Kenan menghela napas. Menghempaskan punggungnya kesandaran sofa.
"Aku bosen dirumah terus. Mau sekolah nggak boleh"
"Kan masih sakit" Tuan besar Dewantara merapihkan anak rambut Kenan yang hampir menusuk mata. Meski putera bungsunya itu telah menginjak usia remaja. Tetapi dimata tuan besar Dewantara, Kenan tetaplah putera kecilnya yang manja.
"Kalau sakit mana mungkin sampai disini" Kenan menggerutu.
Tuan besar Dewantara tertawa pelan melihat raut kesal Kenan, pria tersebut mengusap kepala puteranya. Meski Kenan sudah terlihat baik-baik saja setelah semalam ditemukan tidak sadarkan diri, tetapi gunda tentu saja masih menyelimuti perasaannya sebagai seorang ayah. Maka dari itulah tuan besar Dewantara hari ini melarang Kenan berangkat kesekolah.
"Mau makan siang bareng ayah?, biar kesalnya hilang"
"Aku ya yang milih tempat?" Ujar Kenan antusias.
Memggangguk mantap. Tuan besar Dewantara menuruti permintaan Kenan tampa bantahan. Demikianlah sepasang anak dan ayah itu berakhir makan siang bersama, hanya berdua tampa ditemani sejumlah pengawal, begitulah permintaan Kenan.
Menempuh 15 menit perjalanan. Mereka berdua telah sampai disalah satu caffe pilihan Kenan. Caffe yang dirancang kekinian dan sangat mencerminkan kaula muda menjadi tempat pilihan Kenan. Meskipun merasa kurang cocok dengan tempat ini, tetapi tuan besar Dewantara tidak membantah dan tetap menuti langkah Kenan.
Menempati salah satu meja, keduanya memesan makanan dam minumam yang akan menjadi menu makan siang mereka.
"Kamu sering makan disini?
Kenan mengangguk tampa ragu.
"Sama siapa?"
"Kalau itu sih banyak, yah. Teman sekolah, bang Anta terus sama Marcel juga pernah"
Mendengar nama Marcel diserukan. Tuan besar Dewantara mengulas senyum. Cucu pertamanya itu memang cukup dekat dengan Kenan. Hanya terpaut usia 1 tahun, maka tidak heran jika kedua paman dan keponakan itu bisa menjalin hubungan yang hangat.
"Yah, aku ketoilet dulu ya" Kenan beranjak. Meninggalkan sang ayah. Remaja itu sebenarnya sudah menahan hasrat sejak diperjalanan menuju tempat ini.
Meninggalkan tuan besar Dewantara. Kenan melewati salah satu meja yang ditempati oleh sepasang pelajar sekolah menengah pertama. Kedua remaja itu tampak akrab dalam balutan canda dan tawa hingga salah satu dari mereka menyadari antensi Kenan.
"Kenan, lo disini juga?" Pertanyaan basa-basi yang sungguh membuat Kenan jengah.
"Mau gabung?" Lanjutnya.Aryan menggeser posisinya agar Kenan mempunyai cukup ruang untuk turut bergabung bersamanya dan Aira.
Kenan berlalu. Tampa perlu merepotkan diri membalas Aryan, tuan muda Dewantara itu tentu saja lebih memilih meninggalkan keduanya. Bohong jika kedekatan Aryan dan Aira tidak menggoreskan luka untuknya.
Sementara itu, Aira terpaku. Memandang hening kepergian Kenan tampa sepatah katapun. Lain halnya dengan Aryan, remaja itu tampak menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, merasa bingung karena setiap kali bertemu, Kenan selalu terlihat tidak menyukai keberadaannya.
"Kenan itu ada masalah hidup apa sih?, kayak nggak suka banget loh sama aku, Ai"
Aira menggelengkan kepala. Beralih menyeruput kembali minumannya yang tinggal setengah.
BERSAMBUNG
Hehee...
Votenya nurun dikit, mungkin karena ganti nama kali ya, jadi kerasa nggak seru lagi atau gimana?🤔
Atau emang karena #nya juga ganti, jadi ceritanya mendem gitu, nggak banyak lagi yang ketemu cerita ini
Tapi nggak apa2, namanya proses emang biasa gitu☺
Makasih buat yang masih stay sama Cerita Kita, vote dan komenan kalian adalah dukungan buat aku. So, jangan lupa vote dan komentarnya biar aku semangat.
Silahkan tinggalkan pesan dan kesannya untuk:
Kenantara
Aira
Atau tokoh lainnya
Kira2 kalau aku up malam masih ada yang baca nggak ya?🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Short StoryCerita ini hanylah fiktif belaka, murni karangan penulis tampa bermaksut menyinggung kalangan manapun. Seluruh tokoh adalah milik tuhan dan keluarganya, penulis hanya meminjam nama. HANYA FIKTIF BELAKA Bahasa tidak baku lo-gue