Semesta kembali angkat bicara. Menunjukkan pada dunia jika luka memang selalu selaras bersama penyesalan diakhir kisah. Menatap dalam diam pintu kaca ruangan ICU, sejumlah keluarga Dewantara mematung sepi, menangis tampa suara serta terluka tampa berdarah. Didalam sana, Kenan berjuang bersama takdirnya.
Hampir setengah jam berlalu setelah dokter memutuskan memindahkan Kenan keruangan pesakitan tersebut, selama itu pula mereka hening tampa adanya denting yang berarti. Membiarkan malam terasa semakin hampa ditengah kemelut yang mereka derita.
Didalam dekapan Mahawira. Nyonya Alisa pada akhirnya terdiam setelah puas memaki kebodohan suaminya. Menatap kosong pada lantai putih dibawah sana, jiwa wanita itu seolah telah hilang bersama kalimat dokter beberapa saat lalu. Kenannya kembali berperang bersama sejumlah peralatan medis didalam sana.
Membiarkan mereka larut bersama pikiran masing-masing. Antariksa beranjak, melenggang pergi tampa kata basa basi untuk keluarganya.
"Dewa, jangan biarkan Anta sendiri, dia lebih terluka dari pada kita" Tuan besar Dewantara memandang sendu setiap langkah Antariksa yang menjauh. Pria itu rasanya ingin sekali memeluk puteranya. Namun, untuk saat ini tentu saja Antariksa begitu sulit untuk ia gapai, mengingat dirinya lah alasan utama Kenan berada ditempat ini.
Mahadewa tidak menolak, pria tersebut bergerak menyusul Antariksa.
~~~●○☆○●~~~
Malam pernah membawa Antariksa mengarungi bahtera indah bersama cinta. Melengkapi setiap sisi jiwa dengan kepingan tawa tampa adanya nestapa berteman lara. Tetapi, malam ini. Malam begitu berbeda bagi Antariksa, karena hanya ada air mata dipenghujung kisah.
Menyesap batangan nikotin. Menghembuskan kepulan asap putih seakan membuang sesak yang kian meluap, Antariksa membiarkan dingin malam memeluk erat tubuhnya.
"Boleh ikut duduk?"
Antariksa mendongak. Meski tidak bersuara, pemuda itu menggeser tubuhnya, memberi ruang pada Mahadewa. Membiarkan pria itu menempati sebagian sisi kursi taman.
"Udah berapa batang?" Mahadewa menunjuk rokok disela jari Antariksa.
"Baru ini. Abang, mau?" Antariksa menyodorkan bungkus rokoknya.
Memberi senyuman tipis. Mahadewa menggeleng sebagai tanda penolakkan.
"Sejak kapan ngerokok?"
"Udah lama" Antariksa kembali menghembuskan kepulan asap dari celah bibirnya.
"Jangan sering-sering, nanti kamu sakit"
Antariksa menoleh. Pemuda itu mengangguk pelan sebagai jawaban dari nasehat Mahadewa. Diantara banyaknya ketidak beruntungan Antariksa dalam kehidupan, memiliki saudara yang saling mengasihi satu sama lain merupakan salah satu bentuk keberuntungan yang paling pemuda itu syukuri. Meski pada nyatanya mereka tidak terlahir dari ibu yang sama, kendati demikian persaudaraan mereka terjalin hangat.
"Jangan marah sama, ayah" Ujar Mahadewa.
Antariksa menghela napas. Pemuda itu bersandar pada sandaran kursi.
"Dari pada marah sama ayah, gue lebih marah kediri gue sendiri, bang" Memandang kelamnya langit malam. Antariksa kembali menyesap batangan nikotin itu.
"Gue yang nggak nurut kata ayah" Lanjutnya."Semua ada alasannya, Ta. Kamu udah cukup bisa mengerti situasi yang ada saat perceraian ayah, sama mamanya Kenan dan Rania. Abang yakin kamu nggak lupakan masalahnya apa?" Mahadewa memandang Antariksa dan mendapati anggukan dari sang adik.
"Gue ngerti, bukan nggak ada alasan ayah larang Kenan sama Rania ketemu ibunya lagi. Tapi, gue kasihan" Ujar Antariksa.
Mahadewa mengusap lengan kokoh Antariksa, bermaksut memberi ketenangan pada gunda yang tengah membelenggu perasaan pemuda itu.
"Abang juga pernah mikir kayak gitu, kasian sama Kenan dan Rania. Tapi, setelah abang ingat siapa mamanya mereka dan dari keluarga mana beliau berasal. Jujur aja, abang nyoba buat ngubur dalam-dalam rasa kasihan itu, karena mikir banyaknya bahaya yang bakal menghadang adik kita"
Antariksa tercekat. Rasa kasihannya telah melenyapkan fakta yang begitu terpampang nyata diingatan keluarga Dewantara. Pemuda itu membuang asal rokoknya kemudian memandang datar pada Mahadewa.
"Ta, abang udah mikirin ini dari lama. Soal teror-teror buat Kenan, abang rasa kekuarga mamanya Kenan ada sangkut pautnya. Tapi, semoga dugaan abang salah"
Antariksa mengepalkan tangan. Jika dugaan Mahadewa adalah sebuah kebenaran. Maka, secara tidak langsung, dirinya sudah dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi mengenai Kenan dan Rania, karena mengingat ia lah yang sudah begitu lama menjadi pusat informasi bagi Sahara, ibu kandung kedua adiknya.
BERSAMBUNG...
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENTARNYA
TERIMA KASIH
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Kita
Short StoryCerita ini hanylah fiktif belaka, murni karangan penulis tampa bermaksut menyinggung kalangan manapun. Seluruh tokoh adalah milik tuhan dan keluarganya, penulis hanya meminjam nama. HANYA FIKTIF BELAKA Bahasa tidak baku lo-gue