19

49 6 4
                                    

Terasa berbeda. Kedua saudara itu saling memandang, seakan bertanya lewat tatapan masing-masing. Mahawira tidak pernah seserius itu sebelumnya, karena sepanjang hidup mereka, bagi Antariksa dan Kenan, Mahawira adalah sosok saudara yang ramah.

Memasuki mansion. Ketiga saudara itu melangkah beriringin hingga tuan besar Dewantara menghadang mereka, atau lebih tepatnya menghalangi langkah Antariksa.

"Ayah...."

Plakk...

Nyonya Alisa menjerit kaget. Sepanjang usia pernikahan mereka, wanita itu tidak pernah melihat sang suami berbicara kasar bahkan ringan tangan. Namun, hari ini untuk pertama kalinya nyonya Alisa melihat bagaimana tuan besar Dewantara tampa ragu melayangkan tangan pada pipi Antariksa.

Bukan hanya nyonya Alisa. Sejumlah keluarga utama Dewantara seperti Mahawira, Mahadewa dan para istri mereka juga turut merasa tidak percaya. Bahkan Kenan, remaja itu mematung tampa kata.

"Kamu kasar banget" Nyonya Alisa meyudahi keterkejutannya. Menghampiri Antariksa dan memastikan pemuda itu baik-baik saja. Meski pada kenyataannya Antariksa bukanlah putera kandungnya. Tetapi, bagi nyonya Alisa, ia tetaplah seorang ibu bagi semua buah hati sang suami.

"I'm okay, mom" Antariksa tersenyum tipis seraya memandangi raut cemas nyonya Alisa, berusaha memberikan ketenangan pada wanita yang sudah ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri.

Beralih pada tuan besar Dewantara. Antariksa memandang tidak percaya, berusaha mencari jawaban dibalik tatapan dingin pria itu. Tetapi, hanya kemarahan yang dapat pemuda 30 tahun itu dapati.

Tuan besar Dewantara mendekat, mengikis sedikit jarak diantara ia dan Antariksa.

"Mau apa lagi?. Mau mukul anakku lagi, iya?" Nyonya Alisa menarik Antariksa kebelakang punggungnya, berusaha melindungi pemuda itu.

"Aku nggak percaya ayah bisa sekasar ini"

Mereka menoleh. Memandang Kenan dengan berbagai macam pandangan. Seakan telah lupa, apa yang baru saja terjadi pada Antariksa tampa sadar telah memudarkan atensi Kenan dibenak mereka.

"Sarah, Dela. Bawa Kenan masuk ke kamar" Titah tuan besar Dewantara pada kedua menantunya. Istri Mahawira dan Mahadewa.

Seperti tidak bisa menolak, kedua wanita itu menurut dan hendak membawa Kenan. Tetapi, Kenan menolak, remaja itu memberontak.

Tuan Dewantara menggeram. Merasakan emosi yang telah merangkak hingga ke ubun-ubun, pria itu menarik kasar tangan Kenan, tampa memperdulikan ringisan kesakitan dari putera bungsunya yang selama ini ia kasihi layaknya permata.

"Ayahhhh..." Mahawira tidak tinggal diam. Pria itu menghadang langkah tuan besar Dewantara, berusaha melepaskan cengkraman sang ayah pada Kenan.
"Ayah boleh marah, aku tau Anta salah, tapi jangan kasar" Lanjutnya.

"Bawa Kenan masuk, biar ayah selesaikan urusan dengan Antariksa" Entah sadar atau tidak. Tuan besar Dewantara mendorong Kenan pada Mahawira. Membuat remaja itu hampir jatuh jika saja Mahawira tidak menahan dengan baik.

"Ken, kamu nggak apa-apa?" Tanya Mahawira.

Kenan menggeleng. Tubuhnya masih terasa lemah setelah ditimpa serangam asma di caffe Melati. Sayangnya, disaat seperti ini Kenan tidak mungkin berkata jujur dan semakin memperkeruh seuasana, hanya karena sesak itu hadir kembali.

"Kita kekamar"

Kenan menolak. Sedikit mendorong Mahawira kemudian menghampiri tuan besar Dewantara.

"Memangnya kenapa kalau bang Anta bawa aku ketemu mama?. Sampai kapan ayah mau rahasiain semua dari aku, aku udah besar, yah" Ujar Kenan tampa ragu setelah memahami situasi, dan mengerti alasan dari kemarahan sang ayah.

Cerita KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang