Epilog

549 54 2
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Flashback on

"Bille, boleh nggak aku minta beberapa hal sama kamu?" Calva bertanya kepada gadis yang terpampang di layar laptopnya.

"Beberapa hal? Apa itu?" Begitu tanyanya membuat perempuan itu mengernyitkan dahinya.

"Kamu keberatan?"

Sabille terkekeh sembari membenarkan posisinya diatas kasur dan menyelimuti dirinya, lantas menggeleng sambil menyunggingkan senyum hangatnya, "Aku nggak keberatan, Calva. Bahkan aku bisa ngasih kamu lebih dari sepuluh hal yang kamu minta. Kamu minta beribu-ribu hal juga aku jabanin."

Efek kupu-kupu kini Calva rasakan kembali. Sepertinya Sabille benar-benar memiliki niat untuk membuatnya mati muda. Karena sadar ataupun tidak, setiap kalimat yang Sabille katakan selalu berhasil membuat jantungnya berlari 300km/jam. Ia yakin, jantungnya mampu mengalahkan sang rekor dunia, Marq Marquez.

"Kalau beribu-ribu itu terlalu banyak buat aku, Sabille ku sayang.. Jadi, beberapa hal itu udah cukup." Sabille membiarkan hawa malam menggiringi suasana hatinya.

"Oke, kamu mau minta apa dari aku?"

"Kamu pernah bilang, manusia itu butuh oksigen nya sendiri untuk bertahan hidup. Kalau suatu saat nanti aku nggak ada di samping kamu, aku minta sama kamu untuk tetap menjalani hidup dengan baik, bahkan lebih baik, ya? Tetap jadi Sabille yang selalu dicintai banyak orang, Sabille yang hatinya tulus, Sabille yang penyayang."

Pemikiran Sabille sebelumnya, ia mengira bahwa Calva meminta sesuatu berupa benda atau hal yang terlihat wujudnya. Sabille yang ada diseberang layar pun sedikit menyesali perkataan nya barusan karena sudah berkata dengan percaya diri bahwa ia menyanggupi semua permintaan Calva.

Yang benar saja Calva meminta hal itu padanya? Diri sedirinya saja tidak yakin akan bisa berjalan sendiri tanpa adanya Calva.

Suasana hati yang sebelumnya terasa berseri-seri bagai pelangi, kini berubah menjadi awan yang mendung. Calva yang menyadari gadisnya termenung diseberang sana, dirinya mencoba memanggil-manggil gadisnya itu. "Sabille, sayang ku. Hey, dengerin aku.."

Netra milik Sabille yang terlihat mendung akhirnya menatap insan di seberang layar laptop nya. Calva tau bahwa terlihat jelas dibalik kedua mata Sabille tersimpan rasa takut kata kehilangan, "Kita sama-sama udah besar, ada kemungkinan salah satu dari kita pergi, entah kemana perginya. Walaupun kita selalu bareng-bareng, nggak mungkin kan dalam sehari kamu hanya berinteraksi sama aku? Yang jelas, aku pengen kamu bisa tanpa adanya aku. Di luar sana, banyak orang yang belum kamu kenal, entah itu teman satu jurusan, kating, tukang parkir, satpam, bahkan tukang ojek sekalipun. Eh, nggak ada ya di France? Maaf, Aku lupa." Sabille refleks menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan tawanya. Bisa-bisanya Calva seperti itu disaat seperti ini.

Di antara riuh suara angin malam si Kota Bordeaux, yang saling bersahut-sahutan, suara Calva masih berkumandang jelas di telinga Sabille.

"Permintaan yang kedua sederhana aja,"

OxygenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang