Chapter 10 : Pahlawan satu komplek

356 45 5
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Jadi pacar gue dulu."

Sabille mengerjapkan matanya berkali-kali sambil menatap Sabina. Tidak lama, Sabina tertawa melihat ekspresi yang Sabille buat.

"Bercandaaa– Serius banget sih cantik."

"IH, LUCU LO BEGITU?!" Sabille mengambil sejumput ice cream dari cup, dan menempelkan dihidung Sabina.

"Heh?!"

"Apa? Gak seneng?" Ucap Sabille dengan ekspresi tengil nya. Sabina mengelap ice cream yang menempel pada hidung nya.

"Seneng, soalnya gangguin lo."

"Ck! Udah ah, ayo pulang! Kelamaan dijalan nanti lo di bogem sama Bang Egi. Mau?" Ucap Sabille.

"Iya iyaaa" Sabina lanjut menjalankan mobilnya menuju rumah Sabille. Seakan lupa dengan hal yang membuatnya badmood, tingkah Sabille selalu membuatnya semangat.

•••

Sabina duduk sendirian dalam kesunyian kamarnya, hatinya terasa berat. Dia memikirkan perasaannya yang semakin dalam terhadap Sabille. Saat kali pertama melihat sosok Sabille, ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, sesuatu yang dia tidak bisa abaikan. Namun, saat ini, semua perjuangan dan upayanya akan sia-sia karena Sabille masih terjebak dalam cintanya, yaitu Calva.

Mengingat nama Calva saja sudah cukup membuat Sabina merasa cemas dan marah. Dia mencengkram gelas kopi di tangannya dengan keras, hampir seperti mencoba melepaskan semua frustrasi yang dia rasakan.

"Ah, anjing." gumam Sabina dengan nada kasar. Dia merasa terjebak dalam perasaan nya, dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Semua ini begitu membingungkan baginya, dan dia merasa seperti hatinya terperangkap dalam cinta bertepuk sebelah tangan.

Pikirannya hanya berputar tentang Sabille. Dia merasa seperti terhipnotis oleh pesona wanita bernama Sabille itu. Pikirannya terus-menerus terisi oleh wajah dan senyuman Sabille, dan tidak ada yang bisa mengusirnya.

"Ngapain juga sih tadi gue ngomong begitu? Kalo Sabille nganggep itu serius, gimana?" gumam Sabina, suaranya penuh dengan penyesalan.

•••

"Bun."

"Eh– " Bunda sedikit terperanjat melihat anak semata wayang nya tiba-tiba berdiri di belakangnya, "Kamu tuh, kebiasaan ngagetin Bunda. Ada apa?"

"Hehe, maaf. Aku mau keluar sebentar ya, mau beli cemilan."

Bunda hanya melihat Sabille sekilas sambil melanjutkan memasak nya, "Sendiri?"

OxygenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang