Chapter 23 : Night so fast

475 48 2
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Fast foward, tepat seminggu setelah kelulusan, kantin sekolah yang biasa ramai dengan gelak tawa mereka, kini seolah menjadi saksi bisu akan perpisahan yang tak terlupakan.

Sabille dan teman-temannya yang telah selesai mengembalikan buku, duduk di ujung kantin, menikmati sisa waktu kebersamaan dengan memakan gorengan Bu Titin, seperti biasa.

Kathrina, yang biasanya selalu bersemangat dan ceria, kali ini terlihat cemberut. Air matanya sudah membanjiri pipinya, membuat Sabille merasa sedih melihatnya. Kathrina mengeluh, "Habis ini nggak akan ada lagi yang ngeramein kantin nya Bu Titin. Sumpah, Jangan ada yang ganti nomor, ya? Nomor lo semua pada ganti, awas aja. Kelamin lo semua lama-lama yang gue ganti."

Tawa pun pecah dari Sabille, Calva, dan teman-teman lainnya. "Iya, Atin, iyaaa.." ucap Sabille diiringi tawa hangat yang mencoba meredakan sedikit kesedihan di hati mereka.

Pak Wahyu yang biasanya mereka lihat sering tantrum sambil mengejar murid-murid blangsakan, dengan penggaris kayu yang panjang siap menghajar murid-murid berandal, setelah ini tidak akan pernah bisa mereka saksikan lagi.

Tak bisa lagi Bu Iis yang selalu menjadi keluhan Jean, juga sering menjadi topik pembicaraan. Jean melihat ke arahnya dengan senyum simpul, "Nggak ada lagi deh yang ngeluh tentang Bu Iis. Pasti dia bakal kangen banget sama kita semua."

"Lebih tepatnya ke lo sih, Je. Kangen banget tuh dia pasti buat ngejambak rambut genderuwo lo itu." Ucap Kathrina.

"Guys, intinya, jangan sampai lost contact." Ucap Natha menambahkan, dibalas anggukan semangat dari yang lain.

"Eh, by the way, gue sama Sabille, mau cabut duluan ya. Ada urusan lagi." Ucap Calva, beberapa diantara nya menatap curiga kearah Calva dan Sabille.

"Urusan apa sih? Masih siang begini udah kebelet cabut aja berduaan." Tanya Keenan.

"Urusan pasutri. Nggak usah kepo deh lo batak." Celetuk Mahesa disela-sela rasa penasaran Keenan.

"Mulutnya, Malika."

"Mampus."

Teguran dari Natha berhasil membungkam mulut
Mahesa yang terkenal dengan julidan nya yang lebih sangar ketimbang ibu-ibu pasar.

Calva dan Sabille yang melihat tingkah teman- temannya itu hanya tertawa kecil dan menggeleng. Mereka malah senang. Terutama Sabille, bagi Sabille moment yang seperti inilah yang akan ia rindukan, nanti.

Calva dan Sabille berpamitan dan pergi meninggalkan teman-temannya yang masih ingin menikmati moment itu.

Suara motor yang Calva dan Sabille naiki menggema diatas aspal jalanan Jakarta. Motor custom itu membawa keduanya, berjalan-jalan tanpa tujuan. Keduanya menyusuri jalan, tanpa ingin tahu kemana akan pergi.

OxygenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang