Chapter 24 : 6079 (End)

883 62 11
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Perempuan jangkung yang memiliki garis rahang tegas dan wajahnya yang tanpa ekspresi, sibuk memilah beberapa baju yang akan ia masukkan ke dalam koper, jemarinya begitu cekatan dalam melipat benda berbahan dasar kain itu.

Besok adalah senin, hari dimana waktunya Calva terbang ke negeri dengan julukan 'Land of Maple Leaf.'

Sedih? Tidak begitu sedih. Sudah lama ia impikan untuk menimba ilmu di negeri itu. Ia juga berhasil melewati berbagai macam hal untuk mendapatkan tiket Beasiswa nya itu. Sebagian orang mungkin akan menyerah lebih dulu, tetapi Calva yang pada dasarnya serius mengenai masa depannya, tak akan pernah meninggalkan semua usahanya yang ia rintis hingga mencapai puncaknya. Mungkin sedih, Karena harus meninggalkan semua yang berharga di Kota yang membesarkannya itu, Jakarta.

Kebahagiannya sudah menunggu di negeri 'Land of Maple Leaf' Itu. Wajah dengan minim ekspresi itu perlahan memperlihatkan rona ceria, perempuan itu menutup kopernya dengan perlahan. Lalu melangkah keluar rumah, senyuman manisnya terukir saat melihat figur sang Mama yang tengah menyiram beberapa jenis bunga di halaman rumah.

"Ma, siram nya udahan dulu, Mama mau aku bikinin teh anget?" sang Mama langsung menoleh kearah si sulung, wajah yang mulai terlihat keriput itu masih terlihat mempesona. Senyum penuh keibuan terlihat hangat, lalu ia jalan mendekat kearah Calva.

"Nggak usah repot, Kak, kamu prepare-nya udah selesai? Besok berangkat pagi, kan?" Tanyanya sembari mendudukkan diri di kursi yang terletak di samping tempat Calva berdiri.

"Udah semua, kok, Ma. Dan iya, besok aku berangkat sekitar jam Sembilan pagi." Jawab Calva mengikuti sang Mama, duduk di atas kursi yang masih belum terisi. Kepalanya ia tengokkan kearah Mamanya yang tampak terdiam, "Aku hari ini mau kerumah Sabille, Ma. Mau izin ke Bundanya dan juga Bille."

Kepala Mamanya tanpa ragu mengangguk paham, wanita paruh baya itu melirik anaknya. Hembusan napas berat ia keluarkan, "Kak, Jaga kesehatan, pola makan juga dijaga, kalau kamu butuh apa-apa, segera hubungi Mama. Di Canada, Mama nggak akan bisa mantau kamu secara langsung. Dari sini, Mama tetap doain kamu yang terbaik selama disana. Belajar yang bener, ya?"

Netra sekelam malamnya itu berkaca-kaca. Dengan bibir yang menahan untuk tak mengeluarkan isakan, Calva berjalan kearah sang Mama, dan memeluk sang Mama dengan perasaan campur aduk. Ini adalah hal yang sedari dulu Calva inginkan, sang pelukan hangat.

Calva meluruhkan segala air mata yang sedari tadi ia tahan mati-matian, perempuan itu tampak seperti anak kecil yang tengah menangis karena tidak dibelikan mainan. Sosok Calva yang terlihat tangguh, tetap terlihat anak kecil di hadapan Mamanya. Ia pun sadar, bahwa ia membutuhkan pelukan hangat dan afeksi lebih untuk menguatkan dirinya yang sebenarnya sangat rapuh.

Sang Mama tersenyum tipis, membiarkan Calva membasahi bajunya dengan air mata. Tangan dengan urat yang terlihat menonjol itu mengusap punggung rapuh si sulung tanpa ragu, mau sehebat dan sedewasa apapun si sulung dipelukannya saat ini, Calva hanya anak kecil baginya. Sampai kapanpun.

OxygenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang