Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • •
Siap dengan segala persiapan yang sejak malam ia siapkan, Sabille kini tengah berdiri di depan pintu kelas. Menunggu kehadiran seseorang yang untuk mengucapkan terimakasih sekaligus maaf mengenai kejadian memalukan kemarin yang sudah mereka alami.
"Keras banget tuh muka udah kayak disiram nitrogen cair, lemesin aja sih sayy" Ucap Sastra
"Mau dong aku di lemesin sama kamu" Ucap Darma kini membuat Sabille dan yang lain menatap nya dengan tatapan tak bisa di artikan dan bergidik ngeri.
"Berisik boti"
Tak berselang lama saat mereka sedang asik bergurai di depan kelas, datanglah seseorang yang sedari tadi sudah di tunggu kehadirannya oleh Sabille. Dengan sigap Sabille memberhentikan langkah Calva yang sekarang posisi nya sudah saling berhadapan.
Tidak bisa di sembunyikan bahwa wajah Sabille kini benar-benar sangat gugup melihat posisi nya yang berhadapan dengan Calva.
"Ada apa?" Ucap Calva membuka percakapan
"E-eh.. itu k-kemarin– " Belum sempat bicara sampai selesai sudah terlanjur dipotong oleh Calva.
"Apa? cepet gue harus ngerjain sesuatu."
"Gue mau bilang makasih karena lo udah ngasih gue makanan dan gue juga minta maaf karena udah gak sengaja nindih lo di tengah-tengah lapangan. Dan juga kejadian itu sampe masuk base." Ucap Sabille yang kini masih takut takut menatap seseorang yang sedikit lebih tinggi darinya.
"Oh, it's okay. Gak perlu sampe minta maaf. Forget it, anggap aja itu gak pernah terjadi."
"Ah iya, Cal."
Kini pandangan Calva tertuju pada kaki sebelah kanan Sabille yang terlihat jelas terlikit oleh kain tebal tanpa menggunakan sepatu melainkan sandal.
"Kaki lo, gimana?"
"Oh ini, masih nyeri sih tapi gapapa kok. Badan lo gak sakit karena gue tindih kemarin? atau ada yang biru gitu, soalnya kebentur cukup keras banget kalo diinget inget" Tanya Sabille
"Nggak, badan gue udah biasa nyium aspal. Udah kebal sama yang begituan." Ucap Calva, Sabille hanya membalasnya dengan kekehan kecil dan sekarang ia tak tahu harus berbicara apa.
"Masuk, Bil."
"Eh iya? Nanti deh, duluan aja. Thank u ya, Cal."
"Kebanyakan makasih lo, ya udah, gue duluan masuk"
Setelah Calva masuk ke dalam kelas duluan, tampak Sabille dan teman-teman nya kini memperagakan seperti orang ingin teriak tanpa suara. Siapa yang tidak senang melihat interaksi antar Sabille dan Calva. Walaupun Calva terlihat sangat to the point saat berbicara, tapi itu adalah sebuah kemajuan untuk Sabille yang selama ini lebih memilih diam beribu-ribu bahasa.