Bhaga memajukan tubuhnya, mendorong tubuh mungil Almira hingga menghimpit tembok. Ciuman mereka belum juga terlepas. Pria itu, mengeksplor masuk ke dalam, mengabsen barisan gigi sang istri yang berbaris rapi dengan lidahnya.
Almira memukul-mukul dada Bhaga dengan kedua tangannya, dirinya kehabisan napas. Ia berusaha melepaskan dekapan sang suami yang mengerat dengan satu tangan yang menempel erat dipinggul.
"Engh ...," lenguh Almira meminta Bhaga untuk menyudahinya. Ia sungguh kehabisan napas.
Ciuman sepihak itu, perlahan terlepas, menghasilkan benang saliva dari kedua belah bibir mereka. Almira langsung mengais udara sebanyak-banyaknya dengan keadaan mata yang sudah memerah juga mengabur. Napas keduanya pun terdengar terengah-engah. Perempuan itu, segera melarikan wajahnya ke samping, mengindari wajah Bhaga yang sangat dekat hingga napas menerpa. Tanpa dikomando, bak tanggul yang jebol, air mata seketika turun menganak sungai melewati pipi Almira, pun dengan tubuhnya yang sedari tadi gemetar ketakutan. Atasan bapaknya itu memaksa dirinya untuk berciuman, pria itu tidak menepati janji, dia berbohong. Hati Almira sakit saat mendapat perlakuan pemaksaan ini.
Bhaga menjatuhkan wajahnya dipelipis Almira. Kini, hidung bangirnya menempel pada pipi sang istri yang basah karena air mata. Kemudian, ia dekap erat sang istri, masuk ke dalam pelukannya. Ditumpukkan dagu pria itu di atas pucuk kepala Almira. "Maaf ...," bisik Bhaga.
Almira mengerucutkan bibir kecewa mendengar kata maaf yang tak berarti bagi hatinya. Tangannya pun sama sekali tak menyambut dekapan Bhaga.
"Maaf Almira, maaf. Saat kamu mengucap kata terlarang itu, emosi dalam diriku bergejolak menimbulkan rasa amarah yang tak bisa aku kendalikan. Maaf karena aku memaksamu. Aku tahu, aku tahu kamu akan membenciku setelah ini. Maaf karena memaksa menciummu yang belum menyukaiku." Ia kecup lama pucuk kepala sang istri.
Almira menggeleng, ia mendorong dada Bhaga agar pria itu mau melepas pelukannya. Diusapnya pipi dari air mata yang menganak sungai saat pelukan itu merenggang.
"Maaf, Pak Bhaga. Aku tahu diri. Pak Bhaga bebas menyentuhku karena Pak Bhaga sudah membeliku dari Bapak. Sudah seharusnya aku tidak menolak, apalagi sampai membenci. Tadi ... tadi aku hanya kehabisan napas," kilah Almira pelan dengan wajah menunduk.
Rahang Bhaga kembali mengencang, matanya menajam menatap sang istri. Jelas istrinya itu berbohong. Tangan besarnya terulur menangkup rahang Almira, membawa wajah istrinya untuk menatap dirinya.
"Dengarkan aku ...." Bola mata madu itu menghunus tajam, masuk ke dalam retina Almira dan menyelaminya. "Kamu, tidak ada hubungannya sedikitpun dengan utang bapakmu. Aku menikahimu karena pada saat melihat fotomu untuk pertama kalinya, aku langsung jatuh hati. Aku mengiyakan permintaan Pak Wira agar aku bisa segera memilikimu, menjadikan kamu sebagai istriku. Jangan anggap aku sebagai pembelimu, tuanmu atau sebutan buruk apapun itu, Almira. Aku suamimu, kamu berhak meminta, menolak bahkan marah sekalipun kepadaku. Kamu milikku, begitupun aku, kamu pemilikku."
Ya, Tuhan.
Almira melipat bibirnya kencang tak siap mendengar rentetan kalimat manis yang keluar dari bibir sang suami. Bola matanya meliar ke segala arah agar tak menatap mata Bhaga yang sedang memperhatikannya lekat.
Ia nampak—salah tingkah.
"Kamu bebas berpendapat, Almira. Kamu punya hak atas diriku, atas anak-anakku dan rumah ini. Jangan merendah, kamu nyonyanya sekarang," lanjut Bhaga dengan suara yang melembut.
Pipi perempuan itu langsung bersemu. Siapa sih yang tidak terbuai akan perkataan semanis madu dari pria di hadapannya? Ia menggigit bibir setelah tadi melipatnya. Kata-kata Bhaga mampu membuat dirinya melayang hingga langit ke tujuh. Perkataan manisnya mampu menembus sudut hatinya yang terdalam. Belum pernah ada yang seperti ini, pun lagi-lagi bapaknya sendiri. Pria itu memang andal memainkan kata-kata hingga tubuhnya yang tadi gemetar ketakutan, kini perlahan menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Bhagawan (Milikku, Satu dan Selamanya)
RomanceApa jadinya bila Almira Pradista Pertiwi, perempuan dua puluh empat tahun menikah karena dijodohkan dengan duda kaya raya beranak dua, berumur empat puluh tahun? Jika ada yang bertanya, mengapa bisa? Anjani, sang kakak, terlibat utang yang cukup bes...