Happy Reading!
__________
Estelle merendahkan tubuhnya memeluk Bian, yang dibalas anak itu memeluk sang mami dengan sayang. Tidak bisa dipungkiri, ada rasa rindu di hati anak itu untuk Mami walau tak sebesar dulu. Selama beberapa bulan belakangan pun, Bian sudah bisa sedikit melupakan kerinduan yang ia rasa selama Mami pergi tak kunjung pulang. Seperti pasrah dan tidak lagi meneror jika memang Mami tak ada niatan bertemu kembali dengannya dan Kakak Ara.
"Bagaimana kabar kalian, good?"
"Yes, i'm good!" jawab Bian dengan semangat.
Dilepas pelukan sang mami ketika tadi Arawinda mendapat giliran memeluk. "Baik banget, Mi. Kalau Mami?" tanyanya.
"Of course me too, I'm so good." Estelle memperhatikan dengan lamat rupa Arawinda yang jadi semakin cantik. Ia lantas memegang bahu putrinya lalu memutar tubuh Arawinda perlahan. "You look gorgeous dan ... tambah tinggi, ya."
"Iya, kah?"
"Yup!"
Estelle memperhatikan lagi bentuk tubuh sang putri kemudian wajah cantik anak itu. Arawinda tumbuh dengan sangat baik, sehingga ia bisa merasakan impresi yang kuat. Dalam diam sambil menatap wajah sang putri, Estelle seketika teringat akan rencana yang sudah ia siapkan matang-matang sebelum ini. Sudah saatnya.
"Mami mau daftarin kamu, deh, ke tempat agensi Mami."
"Daftarin apa?"
"Jadi model, like me." Diumur Arawinda yang sudah menginjak dua belas tahun ini, sudah waktunya anak itu mengikuti jejak dirinya.
Arawinda sontak mengerutkan dahi, terkejut akan perkataan maminya. Anak gadis itu tentu saja menggelengkan kepala, menolak. "Nggak, ah, Mi. Aku nggak mau jadi model," jawabnya dengan lugas.
"Why? You're so beautiful, sayang kalau nggak dimanfaatkan dengan baik. Dulu, Mami pun ikut kursus modeling diumur-umur seperti kamu."
"Itu Mami, bukan aku. Kita nggak sama, Mi. Aku ... aku nggak mau jadi kayak Mami, juga, jadi model bukan cita-citaku," ucap Arawinda semakin pelan ketika di akhir kalimat. Ia memberanikan diri menjawab apa yang dirinya simpan di hati.
Estelle melipat kedua tangannya di depan dada. "Apa maksudnya nggak mau jadi Mami, Girl?"
"Maaf sebelumnya, Mi. Aku, nggak mau meninggalkan keluargaku karena menjadi model. Saat ini, aku sedang merasakan bahagia karena memiliki keluarga yang utuh, kayak yang aku inginkan selama ini." Arawinda tidak ingin menukar kebahagian yang baru ia gapai dengan menuruti permintaan sang mami yang tiba-tiba. Apa-apaan Mami ini.
Estelle berdecak keras. "Keluarga utuh apa? Dari dulu, katanya kamu selalu merindukan aku, dan inilah waktunya, Ara. Mami akan selalu ada menemani kamu di sana, kita bisa bersama-sama."
Dan meninggalkan Bian?
"No, Mi! Sorry ...."
Ah, mengapa susah sekali mengajak Arawinda. Estelle membuang napas mulai jengkel. "Okay, Mami kasih kamu waktu. Mami tunggu jawaban perubahan kamu nanti."
Arawinda menggeleng. "Nggak akan berubah, Papi juga pasti nggak akan setuju karena Papi ingin aku belajar dengan benar."
Estelle mengelus pipi sang putri. "It's easy, Sayang. Nanti Mami yang akan bilang ke Papi. Pasti Papi setuju karena ini baik untuk karier kamu ke depannya."
Arawinda melipat bibirnya, lalu membuang wajah. Dirinya sudah menolak, kenapa Mami masih memaksakan kehendaknya? Hatinya seakan tak terima dan merasa sakit. Mami akan bilang ke Papi. Bagaimana jika Papi nanti benar-benar mengizinkan? Apakah ini akan menjadi langkah awal untuk meninggalkan keluarganya? Pikiran-pikiran gadis itu mulai menjadi buruk setelah Mami memintanya untuk ikut. Bayang-bayang akan masa depan yang buruk sudah terangkai dalam benak Arawinda. Perlahan, matanya mulai memanas dengan air mata yang sudah menggenang siap jatuh. "Mami egois!" ucap lirih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Bhagawan (Milikku, Satu dan Selamanya)
RomanceApa jadinya bila Almira Pradista Pertiwi, perempuan dua puluh empat tahun menikah karena dijodohkan dengan duda kaya raya beranak dua, berumur empat puluh tahun? Jika ada yang bertanya, mengapa bisa? Anjani, sang kakak, terlibat utang yang cukup bes...