Makan malam sedang terlaksana dengan diselingi obrolan kecil dan tawa pada semua orang yang hadir di meja makan. Suasana nampak hangat karena pertemuan keluarga malam ini.
"Kalau Kak Bhaga lagi ngambek, ya, Almira, jangan harap mudah dibujuknya. Aku kasih tau, susah! Harus ada syarat, loh!" Saras menodong-nodongkan garpu, berucap dengan semangat memojokkan sang kakak.
Bhaga seketika menarik sudut bibir ke atas dengan wajah menyerit tatkala mendengar celetukan sang adik.
"Iya, waktu itu sekali-kalinya aku pernah di ambekin Kakak, marahnya sebulan. Kayak cewek aja, ya?" Tambah satu krucil lagi. Ceritanya kedua adiknya ingin menjelek-jelekkan dirinya di hadapan Almira, begitu?
Ia melirik sang istri yang sedang makan dengan tenang dan mengangguk sebagai respon.
Padahal, di dalam pikiran Almira sebenarnya, mengatakan bahwa itu memanglah benar. Satu bulan yang lalu saat tragedi 'ditinggalkan Bian', ia dicueki, tak ada satu kalimat manis yang keluar dari bibirnya. Segala penjelasan sudah ia jabarkan, tetap saja Mas Bhaga malah memberi syarat yang menyulitkannya. Dan, kalian semua pasti sudah tahu.
Mata Bhaga menyipit, memandang satu per satu wajah adik-adiknya. Kemudian, tatapannya jatuh pada piring yang isinya sedang ia aduk-aduk tanpa memakannya. "Ya, dilihat dulu masalahnya, kalau sampai kabur dari rumah karena laki-laki, aku pasti marah besar," sindir pria itu membalas kepada Nadine, sang adik bungsu. Nadine ini kalau sudah jatuh cinta, seperti kena pelet, susah sekali untuk melepas.
"Kabur dari rumah karena laki-laki?"
Glek ...
Gawat, suami Nadine bertanya dengan kernyitan didahi. Apakah Nadine tak pernah menceritakan masalah ini kepada sang suami?
Ups! Jika memang benar, mungkin saja akan ada yang diambeki sebentar lagi.
"Kakak!!" pekik Nadine kesal. Kalau masa lalunya diungkit kembali, ia malu apalagi jika sampai suaminya tahu. Ini rahasia yang harus ia kubur dalam-dalam.
Bhaga mengangkat bahu. "Kamu duluan yang mulai, ya ...."
Nadine berdecak kesal. "Bukan aku doang, Kak Saras juga!" Ia mengalihkan pandangan ke arah sang suami dengan tatapan memohon. "Nanti aku jelasin di kamar, itu, kan masa lalu, Ji."
Di sisi lain, tak jauh dari area meja makan, suara hentakan heels terdengar, menampilkan sesosok perempuan cantik yang sedang menatapi satu per satu orang-orang yang sedang makan malam. Kemudian, dihampirinya mereka dengan senyum cerah menghiasi bibir yang dipoles sedemikian cantik.
"Hai, semua!! Wah ... lagi pada ngumpul, ya!" seru perempuan itu menginterupsi obrolan mereka. Ia datang membawa keceriaan yang keluarga ini tak harapkan.
Serentak, mereka menengok ke arah si tamu tak diundang. Raut wajah yang mereka tampilkan berbeda-beda, ada yang menyerit, ada yang bingung, tidak suka dan ada yang sangat senang ketika melihat kehadiran perempuan itu.
"Mami!" Dengan semangat, Bian turun dari kursi, berlari ke arah Estelle.
Anjani yang sedari tadi tampak menikmati makannya, menyerit dan berpikir sejenak. Mami? Apakah itu mantan istri Bhaga? tanyanya dalam hati. Ia menyenggol lengan sang adik untuk mendapatkan kepastian. "Itu siapa?"
"Mami dari Arawinda dan Bian," balas Almira pelan.
"Mantan istri, suamimu?"
"Hmm," jawab Almira dengan gumaman.
Almira merenung. Perempuan itu kembali lagi. Apakah Bu Estelle akan tinggal di sini untuk melaksanakan janjinya kepada Bian yang saat itu berkata ingin mengusir dirinya? Almira mengembuskan napas. Sebelum Bu Estelle menjalankan rencana buruknya, ia harus cepat mengambil hati Bian, sang anak sambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nyonya Bhagawan (Milikku, Satu dan Selamanya)
RomantizmApa jadinya bila Almira Pradista Pertiwi, perempuan dua puluh empat tahun menikah karena dijodohkan dengan duda kaya raya beranak dua, berumur empat puluh tahun? Jika ada yang bertanya, mengapa bisa? Anjani, sang kakak, terlibat utang yang cukup bes...