11

52 4 0
                                    

Happy reading ;)



Tandai typo🚫



_________________________________________________________

"Kak Dzakiii" panggil Cantika, ia dengan jahil menoel-noel lengan Ardan.

"Ih apasih, lo kok jadi centil gini" Ardan menjauhkan dirinya dari Cantika.

Di kursi taman, jam 5 sore ini Cantika dan Ardan berjalan-jalan dengan sepeda listrik.

"Ngga papa lah, sama calon suami sendiri" semakin tidak tau diri, Cantika malah mendekap erat lengan Ardan.

Dengan canggung, Ardan menggaruk belakang kepalanya, ya baper ya pengin nikahin, eh?!

"Bulan depan kan kita nikah, nanti Cantika mau tinggal di rumah ayah aja ya" Cantik berkata dengan antusias mengabaikan Ardan yang masih merasa canggung dengan kata 'pernikahan'.

"Siapa juga yang mau tinggal berdua serumah sama lo" ujar Ardan berusaha menghilangkan rasa canggungnya.

"Ih jahat"

"Awad rii, panas anjir" Ardan berusaha melepaskan lengannya dari pelukan Cantik yang semakin erat.

"Biarin! Kakak kan sekarang sibuk banget, kita jarang main berdua" ucap Cantika dengan cemberut.

"Kan gue lagi belajar tentang perusahaan sama ayah" jawab Ardan.

"Tapi kak Dzaki sibuk teruss, Ria ngga sukaa" rengek Cantika.

"Ya kan demi lo juga anjir" perkataan yang sukses membuat Cantika tersenyum jahil

"Ciee demi akuu" Cantika dengan gemas mecubit pipi Ardan lalu tertawa lepas.

"Tai lo! Sakit njingg" umpat Ardan.

"Astaghfirullah, ngga boleh ngomong kasarr!!" peringat Cantika.

"Ye" Ardan menjawab dengan datar.

"Dih" cibir Cantika.

"Apa?!!" balas Ardan dengan lantang.

"Apa??!!" ketus Cantika dan berakhir dengan mereka yang melemparkan tatapan maut pada satu sama lain.

Tiba-tiba angin kencang lewat yang membuat rambut Cantika berterbangan bersama debu, "Kak!!!" pekik Cantika.

"Apa sih?!!" sentak Ardan yang ikut kaget.

"Rambut riaaa" rengek Cantika saat merasakan rambutnya yang menjadi berantakan.

Lantas Ardan tertawa kencang, tak lama kemudian ia mendapatkan pukulan di lengannya.

"Kdrt anjir" umpat Ardan.

"Bantuinn" rengek Cantika lagi.

Ardan membantu Cantika merapihkan rambutnya, Cantika hanya diam menunduk saat Ardan mengelus pucuk kepalanya.

"Udah" ujar Ardan.

"Pasangin juga dong hehe" cengir Cantika sambil memberikan jepit rambutnya.

"Ngelunjak" cibir Ardan.

"Udah ayo pulang" lanjut Ardan saat selesai memasangkan jepit rambut Cantika.

Mereka berdua menghampiri sepeda listrik milik Ardan, "Ayo naik, udah mendung" Cantika naik dan mereka mulai meninggalkan taman.

Dijalan tiba-tiba hujan turun yang membuat Ardan berhenti di supermarket.

"Biar gue telfon ayah buat jemput" Ardan membuka handphonenya dan menelfon ayahnya untuk meminta jemputan.

"Ayah jemput dong pake mobil"

".... "

"Lagi sama Cantika nih, di supermarket deket taman hijau"

"....."

"Okee"

Tak lama kemudian mobil yang dikendarai Bintang berhenti didepan supermarket yang dimaksud Ardan.

Pria dewasa yang tak lain adalah Bintang turun dengan style hoodie dipadu celana jeans tak lupa payung yang dibawanya.

Semua orang yang juga ikut berteduh sontak memandang Bintang dengan berbinar, tidak ada yang menyangka jika Bintang sudah memiliki dua orang keturunan.

"Nih, ayo pulang" kata Bintang seraya menyerahkan dua payung untuk Ardan dan Cantika.

Dua remaja itu masuk ke mobil dengan Cantika yang duduk didepan dan Ardan dibelakang.

"Trus sepeda listriknya gimana yah?" tanya Cantika.

"Ntar ayah suruh orang buat ambil" jawab Bintang.

Bintang mengantar Cantika pulang kerumahnya, "Makasih ayah" ujar Cantika lalu keluar dengan membawa payung.

Ardan pindah ke kursi depan, "Dingin yah" keluh Ardan sambil menyenderkan badannya di kursi samping pemudi.

Bintang yang khawatir pun melepas hoodie nya menyisakan kaos hitam dan menyerahkan hoodie itu pada anaknya.

"Pake ini dulu" ujar Bintang yang dituruti Ardan.

Saat sudah sampai, Bintang menggendong Ardan dibelakang saat merasakan badan anaknya kembali panas.

Cahaya yang berada diruang keluarga bersama Aqeela langsung khawatir mengingat anaknya yang baru saja sembuh.

Dikamar, Ardan terus bergumam "Dingin"

Cahaya langsung mengompres Ardan setelah Bintang membantu Ardan berganti pakaian, "Bunda..." lirih Ardan.

"Iya sayang, bunda disini" sahut Cahaya.

"Dingin" lirih Ardan lagi dengan mata terpejam.

"Tidur yaa" Bintang mengelus kepala Ardan dengan gerakan hati-hati karena Aqeela tidur di pelukannya.

"Kamu ke kamar aja, kasian Aqeela" ujar Cahaya.

"Ya udah, aku ke kamar dulu naruh Aqeela ntar kesini lagi" Bintang beranjak dari tempat tidur lalu keluar dari kamar Ardan.

"Bunda.." Ardan kembali memanggilnya.

"Iya sayang, bunda disini" sahut Cahaya.

"Ardan kenapa ya?" lirih Ardan, ia merasa tubuhnya sangat berat akhir-akhir ini, nafasnya sering sesak dan gampang jatuh sakit.

Cahaya tersenyum tipis berusaha meyakinkan anaknya bahwa semuanya baik-baik saja.

"Ngga papa, anak Bunda ngga papa" ujar Cahaya sambil menggenggam tangan Ardan.

"Ardan sering cape, Ardan sering sesek nafas, trus Ardan juga kemarin tiba-tiba demam, Ardan-" ucapan Ardan terpotong oleh Bintang yang tiba-tiba masuk.

"Ngomong apa sih kamu hm? Anak ayah Bintang ngga boleh lemah, katanya mau jadi pilot, masa kaya gini udah ngeluh, cemen" serobot Bintang berusaha untuk memendam kekhawatiran Ardan.

"Ganggu" cibir Ardan memandang ayahnya sinis.

"Udah cepetan tidur, ayah mau berduaan sama bunda" Bintang kembali mengelus kepala Ardan.

"Kalo gitu Ardan ngga mau tidur biar ayah ngga bisa berduaan dama bunda" ujar Ardan.

"Ya udah ditinggal di kamar sendiri, ayo bun" Bintang berlagak menarik tangan Cahaya.

"Bundaaaa" rengek Bintang kontras dengan tawa Cahaya dan Bintang.

"Udah SMA masih kaya balita" ejek Bintang.

"Dih ngga ngaca, ayah udah tua aja masih sering manja sama bunda" balas Ardan.

"Ngga papa lah, kan manja sama istri sendiri" sanggah Bintang.

"Ya berarti Ardan juga ngga papa lah, kan manja sama bunda sendiri" Bintang terdiam kontras dengan Cahaya yang tertawa puas melihat suaminya dibuat diam tak berkutik dengan jawaban Ardan.





Tbc

ARDANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang