21

32 2 1
                                    

Happy reading;)



Tandai typo🚫



__________________________________________________________

Kesunyian di pagi ini membawa seorang pemuda menatap pintu ruang rawatnya dengan harapan seorang gadis yang ia cintai datang dengan senyum merekah menyapa dirinya, pelukan hangat dan rengekan yang selalu menghiasi hari-harinya kini sudah tak terdengar selama 3 hari lamanya. Rindu yang ia pendam nyatanya membuat sesak dihatinya semakin terasa, mengabaikan air mata yang sudah menggenang siap turun dari mata tajamnya.

Tak ada harapan lagi setelah pertengkaran itu, bahkan panggilan sang bunda sudah diabaikan oleh gadis itu. Air mata jatuh menetes di selimut yang dipakai oleh nya, kepalanya mulai tertunduk dan isakan kecil terdengar.

Gadisnya, gadis yang selalu menjahili dirinya dengan diselingi tawa riang itu. Sangat rindu, bahkan jika ada kata yang dapat menjabarkan kata lebih dari "Sangat rindu" pasti akan dia katakan.

"Bodoh lo Ardan," rutuknya pada diri sendiri, tangannya terangkat menyentuh perban yang melekat di kepalanya.

Hendak memukul kepalanya, namun tangan kecil yang sering ia genggam tiba-tiba menahan tangannya. Mendongak untuk melihat siapa itu, dan detak jantungnya langsung terpacu dengan cepat saat seorang gadis yang di rindunya kini sedang menatapnya dengan tatapan sendu.

Pelukan hangat yang ia rindukan kini kembali terasa, isakan dari keduanya membuat suasana didalam ruang rawat terasa memilukan. Saling menyalurkan penderitaan karna rindu, keduany seperti enggan melepaskan pelukan itu seskan tidak ada hari esok.

"Lo kemana aja? Kenapa lama banget?" pemuda yang kini berada dalam dekapan gadinya menuntut jawaban dari gadis yang mendekapnya.

Gadis itu yang tak lain Cantika mengelus kepala Ardan, "Maaf, " sesak Cantika.

"Engga, lo ngga salah, " Ardan mendongak. "Lo ngga salah," ulangnya.

"Jangan pergi lagi Ri, gue... Gue ngga.. " ucapannya yang terpotong-potong membuat Cantika tersenyum dengan air mata yang terus menetes.

"Ngga akan pergi lagi, " ujar Cantika.

"Maaf udah salah faham."

"Maaf udah ngebentak lo."

"Gue ngga percaya sama lo waktu itu."

"Gue ngebentak lo."

"Maaf."

Cantika menatap mata Ardan yang penuh kesesalan itu, kata 'Maaf' yang terucap semakin membuat hatinya sakit. Saat laki-laki yang kini dengan perban di kepalanya menangis dengan suara yang parau membuatnya diam-diam menyalahkan ayah mertuanya.

•••

"Cengeng dih!"

"Berisik!"

Seorang wanita menatap datar keduanya, "Gelut tross," seru wanita itu yang tak lain adalah Cahaya.

Bintang dan Ardan yang masih beradu argumen reflek menoleh menatap Cahaya yang menatap mereka jengah, Cantika yang anteng dengan Aqeela tertawa kecil mendengar perdebatan itu.

"Lama-lama bunda bawain pisau satu-satu ya," lanjut Cahaya.

"Maaf bun," ujar keduanya.

Cahaha melirik sinis dan menoleh ke arah Cantika, "Cantika udah sarapan?" tanya Cahaya.

"Udah kok bun."

"Kamu mau sarapan apa?" tanya Cahaya kini beralih pada Ardan.

"Mau masakan bundaa."

"Ya udah, bunda sama ayah pulang dulu," Cabaya dan Bintang keluar meninggalkan kedua remaja dan satu anak SD diruangan rumah sakit.

Cantika menghampiri Ardan yang sudah tersenyum manis menatapnya, dielusnya rambut legam milik Ardan, sedangkan sang empu hanya memejamkan matanya menikmati elusan itu yang semakin turun kearah wajahnya.

"Makasih udah bertahan sampai sekarang," ujar Cantika.

"Ngga mungkin gue ninggalin lo," jawab Ardan.

Aqeela tiba-tiba saja menguap membuat atensi dua remaja itu beralih padanya, "Agak nyesel keknya Aqeela ngga ikuy ayah sama bunda," ujar Aqeela mengundang velak tawa dari abang dan kakak iparnya.

"Siapa suruh wlee," ejek Ardan sambil menarik pinggang Cantika hingga Cantika duduk di pangkuannya.

Aqeela memutar bola matanya malas lalu berbaring memunggungi Ardan dan Cantika.

Cantika kembali mengelus rambut Ardan, "Aku udah takut bakal jadi janda," celetuknya.

"Sembarangan lo njing?!" sentak Ardan sambil menyentil dahi Cantika.

"Batu bangun mulutnya udah minta dijahit!" tegur Cantika.

"Lagian lo nya ngomong sembarangan!"

"Yang penting kan ngga jadi" Cantika memeluk Ardan dan membiarkan Ardan yang kini dengan nyaman menyenderkan kepalanya di dada Cantika.

"Jangan pergi lagi ya," gumam Ardan.

"Iyaa"

Dibalik kerinduan itu, ada perasaan rindu yang lebih besar dari orang yang mengintip dari luar ruang rawat Ardan.

"Maaf" gumam orang itu sambil menatap Ardan.

Masih dengan menatap Ardan, orang itu dikejutkan oleh tepukan di pundaknya. "Relain kak, dia udah bahagia, kakak ngga boleh egois" ujar orang yang menepuk pundaknya dari belakang.

Perempuan dengan setelan modisnya menatap sang adik yang berdiri dengan jas putih kebanggaannya.

"Ngga akan!" tekan perempuan itu.

Perempuan yang sudah cukup berumur itu pergi meninggalkan sang adik yang menatap kakaknya dengan tangan terkepal.

"Cewe goblok! Siapa suruh dibuang! Asu, kalo bukan kakak gue, udah gue suntik mati lo anjing!" rutuk sang adik.

Ardan melirik sang dokter di luar membuatnya menurunkan Cantika, "Gimana keadaannya Ardan?" Seorang dokter yang tak lain adalah dokter Arga masuk ke ruang rawat Ardan.

"Baik dok, saya ngga merasakan keluhan apapun," jawab Ardan bahagia.

"Iya lah, orang udah dijenguk istri," ujar dokter Arga tergelak.

Ardan cengengesan, "Tau aja."

Dokter Arga menggelengkan kepalanya sambil memeriksa keadaan Ardan, "Perkembangan yang bagus," kata dokter Arga sambil mengelus kepala Ardan.

"Kalo ada apa-apa langsung panggil saya ya," lanjut dokter Arga lalu berpamitan untuk pergi mengurus pasien lainnya.

Tbc

ARDANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang