20

35 3 0
                                    

Happy reading;)



Tandai typo🚫



_______________________________________________________

Ruangan penuh ketegangan ditambah suara alat seorang Dokter yang membuat ruangan tersebut semakin mencekam, peluh membasahi orang-orang yang sedang bekerja menandakan ada hal yang serius tengah terjadi. Pemuda tampan berbaring dengan tenang, berbalik dengan semua orang yang menunggunya diluar ruangan.

Seorang gadis menangis dengan memeluk mamahnya, menggumamkan nama seseorang yang kini sedang terbaring lemah. "Mah, Cantika ngga mau jadi janda" ditengah-tengah suara tangisan orang-orang, celetukan itu membuat suara tawa kecil terdengar kontras dengan tepukan pelan sang mamah dari gadis itu.

"Belum apa-apa udah mikir jadi janda"

Gadis itu yang tak lain adalah Cantika kembali menangis lebih keras, "Ntar kalo kak Dzaki meninggal, Cantika mau sama ayah aja" ujar Cantika.

"Kamu mau nikung bunda?" tanya Cahaya.

"Bercanda bun"

Suasana diluar ruangan mulai mereda akibat komunikasi tadi, begitu juga suasana didalam ruangan yang juga mulai mereda.

"Alhamdulillah operasi berakhir dengan baik" ucap sang Dokter membuat para suster yang juga ikut membantu operasi itu menghela nafas lega.

•••

Pukul 17.32 sepasang mata terbuka disambut cahaya lampu ruangan rumah sakit, Ardan mengedarkan pandangannya menatap ruangan yang kosong. Matanya otomatis melirik pintu yang terbuka menampilkan lelaki yang tak lain adalah ayahnya, "Udah bangun hm?" tanya Bintang.

"Ardan kenapa?" bukannya menjawab, Ardan malah balik bertanya saat merasakan adanya perban di kepalanya.

"Ardan ngga papa, ngga ada apa-apa" elak Bintang.

"Ayah bohong, Ardan sakit apa?" ulang Ardan.

"Nanti biar dijelasin sama dokternya langsung, kan kamu tau ayah bukan dokter" jawab Bintang dengan sedikit candaan.

Ardan berdecih malas menanggapi ucapan ayahnya kontras dengan Bintang yang terkekeh melihat respon putranya.

"Ayah" panggil Ardan.

"Kenapa?"

"Kenapa cuma ada ayah disini?" mendengar itu, Bintang sok memasang muka datar.

"Kamu ngga suka ayah disini?" tanya Bintang dengan muka sok datarnya.

"Ngga usah sok cool" ujar Ardan dengan ikut memasang muka datar yang persis seperti ayahnya.

"Heleh, ngga ngaca" cibir Bintang.

"Keturunan ayah" balas Ardan.

"Gue giling halal kayaknya" gumam Bintang.

"Bunda tek colong, mampus"

Keduanya saling melemparkan tatapan sinis sampai pintu kembali terbuka menampilkan Cahaya yang datang bersama Aqeela.

"Bundaa!!" seru Ardan.

"Tuh kangen sama kamu tuh" tunjuk Bintang pada Ardan membuat Cahaya terkekeh.

"Udah lama siuman nya?" tanya Cahaya sambil mengelus rambut Ardan.

Ardan menggeleng lalu melirik pintu lagi, "Ria ngga kesini ya?" gumam Ardan.

"Nanti bunda suruh Cantika kesini" ucap Cahaya.

Ardan mengangguk, "Ardan laper" adunya sambil mengusap perut nya.

Bintang yang sedang memakan makanan yang dibawa oleh Cahaya di sofa bersama Aqeela lantas berdiri menghampiri Ardan sambil membawa sesendok makanan lalu menyuapi Ardan.

"Emmm enak" ujar Ardan sambil mengunyah makanan yang disuapi oleh ayah nya.

Bintang mengambil tempat makanannya lalu lanjut menyuapi putranya, Aqeela cemberut, "Aqeela juga masih mau makan" ujar nya.

Bintang dan Cahaya tersenyum, Cahaya menghampiri Aqeela dan menggendongnya. "Tau gitu bunda bawa lebih banyak" ucap Cahaya.

"Ngga papa, ini cukup" kata Bintang sambil beralih menyuapi Aqeela juga.

Keluarga kecil itu akhirnya memakan makanan dari satu tepak makan yang dibawa oleh Cahaya dengan di suapi oleh Bintang.

Setelah makan, Ardan kembali di periksa keadaannya oleh Dokter yang bername tag Arga.

"Perkembangan yang bagus" puji Dokter Arga sambil mengelus kepala Ardan.

"Om Arga, sebenarnya Ardan sakit apa? " tanya Ardan yang membuat Dokter Arga menoleh ke arah sahabatnya yang tak lain adalah Bintang.

Bintang mengangguk pelan saat mengerti tatapan makna Dokter Arga.

"Kamu memiliki penyakit bawaan sejak kecil, tapi kamu tenang saja, penyakit itu sudah bisa dihilangkan saat kita melakukan operasi tadi" jelas Dokter Arga.

"Kamu ngga usah khawatir apalagi sampai kamu drop lagi" lanjut Dokter Arga.

"Terimakasih, Dok" ujar Bintang.

"Terimakasih kembali" jawab Dokter Arga.

Seperginya Dokter Arga, Ardan mulai melayangkan protes pada ayahnya.

"Ayah kok ngga bilang sama Ardan?" tanya Ardan.

"Jangan seolah-olah ayah buat tindakan kriminal! Bunda kamu juga sama" ucap Bintang.

Cahaya tertawa kecil mendengar keributan itu, sedangkan Aqeela hanya memandang heran.

"Pasti bunda ngga bilang karna disuruh ayah kan?!"

"Heh fitnah!"

"Ayah kan emang gitu"

"Dih! Sok tau"

Cahaya yang mulai lelah akhirnya melerai, "Ssttt, udah udah nanti ganggu pasien lain"

"Ayah duluan" tunjuk Ardan.

"Ardan, ngga boleh naikkin nada bicara kalo ngomong sama orang tua" ujar Cahaya memperingati membuat Bintang merasa dibela dan mengejek Ardan tanoa suara.

"Ayah juga ngga boleh kaya gitu" lanjut Cahaya.

"Iya, maaf" ucap Bintang dan Ardan kompak.

Aqeela yang sedari tadi bermain handphone mulai jengah dengan kelakuan ayah dan abangnya.

"Berantem mulu, kata bu guru kalo sering berantem nanti jadi monyet tau" celetuk Aqeela tanpa berpaling dari handphone yang di genggamannya.

"Sok tau kamu bocill" sengak Bintang dilanjut dengan mengapit kepala Aqeela dengan ketiaknya.

"AYAAAHHHH!!!"

"ahahahahaha"

Tbc

ARDANA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang