02. Comfort

575 54 1
                                        


[ 2006 ]

'Kenapa hidup sesulit ini?' Gun menghela nafas. Mobil menderu, melaju membelah ladang padi yang menguning. 'Kalau memang impianku bukan takdir yang ditetapkan untukku, kenapa semesta tidak langsung memutusnya dariku?' Gun menyamankan duduk di kursi belakang, mengabaikan percakapan kakeknya dengan entah siapa di telfon di kursi kemudi. 'Kenapa semesta seolah-olah selalu memberi harapan, jika pada akhirnya, sekeras apapun aku berusaha, semesta tidak pernah mengabulkannya untukku?'

"Gun..."

Suara parau kakeknya membuyarkan lamunan Gun. Ia menegapkan punggung. "Iya, Kakek?"

Kakek menoleh ke kursi belakang, tersenyum lembut pada cucu sekaligus keluarga satu-satunya. Rambutnya sudah memutih sempurna, keriput dimana-mana. Tetapi tidak secuil pun menghilangkan sorot tegas seorang alpha dari kedua matanya.

"Kita sudah sampai."

Gun menoleh keluar jendela. Memandangi pekarangan rumah besar yang 2x lebih mewah dari rumah yang ia dan kakeknya tinggali. Gun merapikan jas, bersiap keluar mobil.

"Gun." Panggilan Kakek menghentikan gerakan tangan Gun yang hendak membuka pintu. Ia menoleh pada kakeknya.

"Ya?"

"Kakek hanya ingin melihatmu bahagia. Kau mengerti, kan?"

Gun berusaha tersenyum setulus mungkin. Ia menyayangi kakeknya melebihi apapun. Bahkan melebihi impiannya. Ia sudah bertekad. Maka dengan yakin, Gun mengangguk.

"Aku mengerti."

***

Sebelum menemukan Gun dan membawanya pulang, Kakek adalah sebatang kara. Ia adalah seorang alpha kaya raya yang tidak memiliki siapa-siapa dalam hidupnya. Keluarganya meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal, merenggut pula nyawa omega yang menjadi calon istrinya kala itu. Kakek berakhir merana sendirian, menghabiskan waktu untuk bekerja hingga tanpa sadar sudah berada di ujung usia.

Definisi kebahagiaan baginya adalah sebuah keluarga. Kakek sudah memiliki segalanya, impiannya berkarir, uang melimpah, rumah yang mewah. Namun secuil pun kebahagiaan tidak ia terima. Oleh karena itu, di penghujung usianya yang rentan dan mengkhawatirkan, ia ingin melihat satu-satunya orang yang ia selamatkan, memiliki hal yang tidak ia miliki sebelumnya; sebuah keluarga.

"Kau kelihatan tidak senang?"

Gun menoleh sebentar, lalu kembali menatap kolam renang yang terhampar di depannya.

"Aku senang, kok. Melihat Kakek bahagia, bertemu dengan mate yang menerimaku dan bersedia menikahiku, keluarga mate-ku bahkan menyambutku dengan hangat, bohong kalau aku tidak senang." Gun memainkan ujung kakinya di atas permukaan air.

Off, pemuda alpha yang baru Gun kenal satu jam yang lalu, mate sekaligus calon suaminya, turut duduk bersila di sebelahnya. "Begitu?"

"Kau sendiri? Apa kau senang bertemu denganku?"

Off tersenyum, tatapannya menerawang jauh ke langit malam.

"Tentu saja, Gun. Aku sudah memimpikan momen ini sejak lama. Kau tau? Aku sudah mengenalmu sejak satu tahun yang lalu?"

Gun menoleh, menatap Off yang masih betah menerawang langit. "Benarkah?"

"Waktu itu, kau sedang mengadakan konser mini di ruang musik sekolah. Aku yang sedang lewat begitu terkagum melihat gerakan lincahmu bermain gitar. Aku bersumpah, kau keren dan menyilaukan. Aku berakhir memandangimu dari jendela koridor yang tertutup. Saat kau mendengar bel masuk dan buru-buru keluar dari ruang musik ke kelasmu, kau mungkin tidak menyadariku. Tapi aku mencium feromonmu. Manis sekali. Sejak itu aku tau kau adalah mate-ku."

"Kita satu sekolah?"

Off menggeleng. Ia menatap Gun tepat di matanya yang terkejut lucu.

"Kakak perempuanku satu sekolah denganmu. Saat itu aku hanya kebetulan mampir. Tapi lima atau enam kali setelahnya aku sengaja berkunjung untuk melihat konsermu di ruang musik yang sama, hanya saja aku tidak pernah menemukanmu lagi di sana."

Gun tersenyum, teringat lagi konser isengnya di ruang musik sendirian. Ia tidak tahu jika seseorang diam-diam melihatnya.

"Kau penggemarku."

Off tertawa renyah. "Ya... Aku penggemarmu nomor satu. Haruskah kita memikirkan nama fandom untuk penggemarmu sekarang?"

Gun ganti tertawa. "Aku berpikir sesuatu yang keren diawali huruf X."

"Baiklah... Bagaimana dengan Xoxo?"

Gun menggeleng. "Terlalu umum."

"Xiuxiu?"

"Tidak. Jangan sesuatu yang berulang seperti itu."

"Bagaimana dengan... Xiw? Terdengar lucu. Cocok untuk dirimu yang juga lucu."

Gun terhenyak. Ia sering mendengar teman sekolahnya mengatakan bahwa ia lucu. Namun kali ini, mungkin karena Off adalah mate-nya, ia tiba-tiba merasa perlu memalingkan wajah.

"Gun?" Off terheran. "Kau tidak suka?"

Gun menggeleng. "Suka, kok."

"Oke. Mulai saat ini aku adalah Xiw pertama. Kau boleh memanggilku Off Xiw."

"Terdengar aneh."

Lalu, keduanya tertawa.

Kakek menyayanginya. Mate-nya menerimanya. Keluarga mate-nya menyambutnya. Mungkin bukan hidup yang sulit. Tapi ia yang terlalu payah dalam bersyukur.

Gun melirik layar handphone, mengambil satu nafas panjang, lalu menghapus notif email yang menggusarkan hatinya.

gmmmusicacademy@gmail.com : Mohon Maaf, setelah mereview portofolio yang anda kirikmkan, dengan berat hati kami menyatakan bahwa anda TIDAK LULUS seleksi mahasiswa baru GMM Music Academy tahun ini. Jangan berkecil hati dan tetap semangat. Kami menanti pendaftaran anda pada tahun selanjutnya.


— ♡ ❤ ♡ —

OCHRE [ OffGun ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang