07. Hope

378 59 0
                                    


[ 2007 ]

Semenjak mengandung, Gun menjadi sering letih. Ia kelelahan hanya untuk berjalan dari kamar ke dapur. Ia bahkan sering tumbang. Nafsu makannya memburuk, tetapi Off tidak lelah membujuk.

Gun banyak menghabiskan waktu di kamar. Off memasang televisi di kamar mereka agar Gun tidak bosan. Off bahkan membelikan sofa baru yang super empuk, untuk menemani Gun menikmati waktunya sendirian.

Off melarang Gun melakukan pekerjaan rumah. Awalnya, Gun menolak keras, namun merasakan bagaimana ia semakin hari semakin tidak bertenaga, Gun akhirnya menurut. Kegiatannya hanya makan, tidur, menonton televisi, dan membaca buku. Kalau sedang luang dari pekerjaan, Off akan menemaninya jalan-jalan di sekitar rumah.

Bulan keempat kehamilan Gun, keadaannya semakin memburuk. Gun hampir memuntahkan seluruh yang ia makan. Beberapa kali, ia harus dibantu infus untuk memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi.

Kulitnya memucat. Gun tidak lagi sanggup berjalan walau hanya 10 langkah. Berat badannya turun drastis. Off memutuskan untuk cuti kerja sampai keadaan Gun membaik.

"Gun... Kau tau aku mencintaimu." Off suatu kali berucap sambil menggenggam kedua tangan Gun erat.

Gun menghela nafas. Tubuhnya letih. Kantung hitam terlihat di bawah matanya. Tapi ia tahu, Off juga sama letih mengurusnya. Sosok Alpha yang biasa kuat dan hangat itu, hari ini melemah di depannya.

"Kau mengatakannya setiap hari."

Gun duduk di sisi kasur. Sementara Off duduk di lantai menghadapnya.

"Kau tau aku akan tetap mencintaimu dengan atau tanpa anak ini."

"Apa yang sebenarnya ingin kau katakan, Alpha?"

Off terlihat takut dan ragu.

"Gun... Kita bisa mencoba lagi nanti. Aku tau kita tidak akan seberuntung ini mendapat bayi Alpha istimewa. Tapi, kau tau, aku mencintaimu walau nanti bayi kita yang selanjutnya mungkin Alpha biasa sepertiku, atau omega cantik sepertimu. Aku tidak pernah keberatan."

"Alpha..."

"Karena itu, Gun..." Off menggenggam tangan Gun lebih erat. "Kita lepaskan saja, ya? Aku mengkhawatirkanmu."

Gun menarik tangannya dari genggaman Off.

"Keluarlah, aku ingin beristirahat."

"Gun..."

Gun bergerak ke atas kasur. Ia berbaring memunggungi Off.

"Keluarlah, Alpha." Rasa bersalah menghantam Off saat mendengar suara Gun mulai bergetar. "Kumohon."

Off selalu menghormati permintaan Gun. Maka, Off menurut. Walau tidak ingin, Off memberi waktu dan jarak sejenak di antara keduanya.

***

Suatu hari setelah lelah memuntahkan isi perut, Gun duduk di sofa baru super empuk yang Off beli. Ia sedang menonton televisi yang sedang menyiarkan permainan gitar seorang musisi. Musisi itu tengah membandingkan permainan satu lagu dengan berbagai macam gitar. Suaranya lembut, alunan gitarnya menyejukkan. Gun terserap dalam permainan itu.

"Saya menekuni gitar akustik sejak sekolah dasar." Ucapnya setelah memainkan satu lagu. "Saya memperdalam kemampuan bermusik di GMM Music Academy."

Gun terkesima. Sekolah impiannya yang sudah satu tahun lebih ia lupakan. Musisi itu memainkan satu lagu lagi. Gun tanpa sadar mengusap ujung jari-jari kirinya yang kasar, hasil dari bertahun-tahun bermain gitar. Diam-diam, Gun merindukannya.

"Kau mau aku membeli gitar untukmu?"

Gun menoleh terkejut. Ia tidak sadar Off sudah berada di belakang sofanya, membawa segelas teh.

"Tidak." Gun berbohong. Ia mengepalkan tangan untuk menutupi kerinduannya.

"Aku akan membelinya hari ini. Semoga besok sudah tiba di sini."

Gun membelalak. "Alpha, aku tidak—"

Off duduk di sebelah Gun. "Tidak apa-apa. Kau tidak merepotkanku. Ku pikir aku merindukan konser minimu."

Off menyerahkan segelas teh pada Gun. Gun menerimanya. Ia merasakan hangat teh dalam telapak tangannya.

"Bagaimana perasaanmu?"

Gun meneguk teh dalam genggamannya, rasa hangat mengalir di tenggorokan, lalu menyebar ke seluruh tubuh.

"Tidak sakit."

"Tidak mual?"

Gun menggeleng. "Tidak. Hari ini sepertinya dia lebih tenang."

Off bernafas lega. Ia mengusap perut Gun dengan usapan lembut.

"Syukurlah..."

Gun meletakkan teh di meja setelah menghabiskan seperempatnya. Ia menyandarkan punggung pada sofa, kembali menikmati permainan gitar yang dimainkan musisi di televisi.

"Gun."

"Ya?"

"Ucapanku beberapa hari lalu..." Usapan Off di perut Gun berhenti. Permainan musik di televisi juga berhenti. "Maafkan aku."

Gun menggenggam tangan Off yang masih terdiam di perutnya, mengusap-usapnya pelan.

"Jangan berkata seperti itu lagi. Itu menakutiku."

Off membalas genggaman Gun sama erat. "Maafkan aku. Aku tidak akan membahasnya lagi."

Gun terlihat lega. Namun tiba-tiba, ia bergerak gelisah.

"Alpha..."

Off memberi atensi sepenuhnya. "Ya?"

"Aku..." Gun menutup mulut dengan satu tangan. "Aku ingin muntah."

Off buru-buru menggendongnya ke kamar mandi.

***

Keesokan harinya, gitar yang dipesan Off benar-benar datang. Gun berdebar antusias. Ia memegang gitar akustik itu hati-hati. Lalu, saat dawai pertama ia petik, perasaan senang meletup-letup dalam dadanya. Gun menatap Off dengan senyum yang mengembang lebar. Meskipun wajahnya pucat, Gun terlihat lebih bersinar, terlihat lebih hidup. Off senang luar biasa.

Gun memainkan satu lagu acak sambil duduk di sofa super empuknya. Off menemani, menjadi penonton sekaligus penggemar satu-satunya.

"Perutku tidak terasa kram."

Gun berucap setelah memainkan satu lagu.

"Ya?"

Gun tersenyum senang. Rindunya terobati. Wajah pucatnya berseri-seri.

"Saat aku memainkan satu lagu, perutku tidak terasa sakit sama sekali."

"Benarkah?" Off seperti menemukan sebuah harapan. "Kalau begitu, sering-seringlah bermain musik."

Gun mengangguk riang.

"Terima kasih, Alpha."

Off tersenyum tulus. Tangannya terulur untuk memberi usapan ringan pada pipi omeganya.

"Apapun untukmu, omega. Aku mencintaimu. Ayo kita perjuangkan setan kecil ini sama-sama."

Gun merengut. "Kau tidak boleh menyebut dia seperti itu."

Off menghela nafas lelah. "Dia sudah membuat kita kewalahan sejak masih embrio. Dia adalah setan kecil."

"Dia bukan! Dia..." Gun berpikir serius. "Malaikat. Dia malaikat."

"Ya. Tidak masalah. Beberapa malaikat memiliki jiwa iblis mini dalam dirinya."

"Anakku tidak!"

Kemudian, siang itu mereka habiskan untuk berdebat tentang setan dan malaikat. Walau sorenya Gun muntah-muntah lagi hingga lambungnya perih dan mulutnya pahit, setidaknya mereka berdua tahu, kali ini, harapan baru telah berhembus. Semelelahkan apapun, mereka tidak akan menyerah mempertahankan Alpha kecil ini.



— ♡ ꕥ ♡ —

OCHRE [ OffGun ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang