19. Confession

360 54 6
                                    


[ 2023 ]

Gun dan Mix saling menggenggam tangan satu sama lain saat duduk di kursi ruang tunggu. Keduanya diam, tenggelam dalam emosi masing-masing. Dari luar, mereka tampak saling menguatkan. Padahal dalam benak yang tidak berhenti takut, mereka sedang sibuk menyalahkan diri masing-masing.

"Dadda..."

Gun menoleh pada putranya. "Ya?"

Mix menggigit bibir, tampak ragu-ragu.

"Maukah kau berkata jujur padaku?"

Ditanya seperti itu membuat Gun cemas. Bukankah ia tidak pernah berbohong? Kejujuran seperti apa yang putranya harapkan?

"Tentang apa?"

Tangan Mix menggenggam tangan Gun lebih erat.

"Apakah kau mencintai Ayah?"

Gun terdiam. Kepalanya terasa semrawut, dipenuhi benang-benang gelap yang kusut. Seluruh benang itu berujung pada pertanyaan, apakah ia mencintai Alpha-nya?

Gun menunduk, takut membuat putranya kecewa.

"Aku tidak tahu. Maafkan aku."

Walau tatapan takut tak luput dari matanya, Mix berusaha tampak tenang.

"Kenapa kau tidak tahu?"

Gun berpikir keras, bagaimana cara menjawab pertanyaan itu? Kenapa dirinya tidak tahu?

"Aku tidak mengerti, Mix."

Mix mengangguk afirmatif. "Saat bersama Ayah, apa yang Dadda rasakan?"

"Macam-macam."

"Misalnya?"

Gun mengingat-ingat. "Bebas. Rasanya seperti aku tidak perlu berusaha menjadi siapa-siapa, dan Ayahmu tetap akan ada di sana bersamaku. Kau tahu, terkadang saat bersama orang lain kita harus membuat suatu image untuk bisa diterima. Tapi Ayahmu menerima segala hal tentangku. Jadi aku tidak perlu banyak berpikir dan cukup menjadi diriku sendiri saja. Aku bebas. Aku tidak mengkhawatirkan apa-apa."

"Apakah itu menyenangkan?"

Gun mengangguk. Seulas senyum terukir di bibirnya. "Menyenangkan."

"Hmm..." Mix mengamati raut Dadda-nya dengan teliti. "Lalu, perasaan apa lagi?"

Gun berpikir lagi. Alisnya yang bertaut terlihat menggemaskan.

"Berdebar." Gun meraba pipinya yang menghangat. "Ini memalukan. Tapi walaupun merasa bebas, terkadang aku juga merasa berdebar. Aku cemas tentang bagaimana caranya memandangku. Aku kadang sengaja menata rambut atau memakai liptint agar tidak terlihat terlalu buruk. Aku ingin menjadi diri sendiri. Tapi bertemu dengannya membuatku ingin terlihat baik. Ini membingungkan. Kau mengerti maksudku?"

Mix tersenyum. "Apa yang membuatmu ragu bahwa kau mencintainya?"

Gun membasahi bibirnya yang terasa kering. "Ku pikir, perasaanku ini hanya muncul karena aku seorang omega, dan dia Alpha-ku. Kupikir, perasaan berdebar seperti ini adalah perasaan sewajarnya yang dimiliki oleh setiap mate. Aku selalu berpikir, seandainya kami bukan mate, seandainya kami bukan pasangan yang ditentukan takdir, seandainya aku bukan omega dan dia bukan alpha, apakah aku masih bisa memiliki perasaan semacam ini padanya? Aku merasa seperti komputer yang sudah diprogram. Aku mencintainya karena aku memang sudah diprogram untuk mencintainya. Kalau aku bukan menjadi aku, apakah aku masih mencintainya?"

Mix menautkan alis, tidak menyangka pikiran Dadda-nya begitu rumit. Mix menghela nafas.

"Kau terlalu banyak memikirkan orang lain, Dadda."

OCHRE [ OffGun ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang