[ 2023 ]
"Sepertinya, alpha anda merespon ucapan anda. Ini adalah pertanda baik. Sering-seringlah mengajaknya berbicara."
Ucapan dokter saat melakukan pemeriksaan rutin kemarin membuat Gun berdebar. Off sudah melewati 2x masa kritis. Lalu di pagi hari yang sejuk, dokter menyatakan bahwa keadaannya stabil. Berhari-hari setelahnya, walau belum membuka mata, dokter memberi tahu bahwa keadaan Off semakin membaik. Gun hanya perlu menunggu beberapa waktu lagi hingga Alpha-nya kembali. Dan itu tidak akan lama.
Gun berdebar. Hari ini, ia membawa gitar. Gun sudah konsultasi dengan dokter. Katanya tidak apa-apa memainkan alunan lagu menenangkan, asal bukan lagu yang memberi efek kejut atau bising berlebihan.
Gun, seperti biasa, duduk di kursi samping tempat tidur Off. Gitar dalam pangkuannya. Dengan lembut, Gun mulai memetik gitar, memainkan satu alunan nada pelan hasil karyanya sendiri.
Gun menutup mata. Ia menyalurkan perasaan dalam tiap-tiap petikannya. Perasaan tentang bagaimana ia mencintai. Perasaan tentang bagaimana ia merindu. Dan perasaan tentang bagaimana ia setiap hari memikirkan orang yang dirindukannya dan mengharapkannya kembali.
Jari-jari Gun bergerak lembut, memetik pelan setiap dawai dengan sabar dan telaten. Mengasihi tiap-tiap senar yang bergetar, mengalunkan resonasi rindu dan harap yang membumbung.
Gun tidak pandai menyanyi. Tapi dalam memetik gitar, ia cukup percaya diri. Gun tidak punya lirik. Tapi ia punya nada. Ia bergumam pelan mengiringi petikan jari-jarinya. Kalau boleh memberi judul pada nada tanpa lirik ini, maka Gun akan menyebutnya;
Salvia.
A blue flower of longing phrase; I think of you.
***
"Dadda! Dadda bangunlah!"
Gun menegakkan punggung sambil mengucek mata. Badannya terasa pegal. Ia refleks merentangkan tangan untuk melakukan peregangan.
"Ayah sudah siuman."
Gun tercenung. Peregangannya berhenti sebelum ototnya benar-benar meregang. Ia menoleh pada putranya.
"Benarkah?"
Mix tersenyum cerah. Ia mengangguk beberapa kali.
"Cepat! Dia mencarimu."
Demi menyesuaikan jadwal sekolah Mix dan jadwal Gun mengajar, mereka berdua sepakat untuk membuat jadwal menjaga Off, secara urut dan bergantian, agar Mix tidak terlalu banyak ketinggalan pelajaran, dan agar Gun tidak meninggalkan kewajiban.
Hari ini, Gun sudah berjaga sejak pagi. Menjelang siang, Mix datang untuk menggantikan. Karena terlalu lelah dan kurang tidur, Gun memutuskan untuk menggunakan waktu istirahatnya dengan tidur di kursi tunggu, membaringkan tubuh di tiga kursi yang berjajar tepat di depan kamar inap Off.
Mendengar kabar dari Mix, Gun buru-buru berdiri. Ia merapikan rambut dan baju seadanya sebelum melangkah masuk ke dalam ruangan. Ada dokter dan satu perawat yang terlihat sedang memeriksa kondisinya.
Gun tidak salah lihat. Off sedang membuka mata, terlihat berkedip pelan berkali-kali, seperti sedang menyesuaikan pencahayaan ruang.
"Alpha..."
Kepala Off bergerak sedikit. Mengarah kepada Gun. Gun buru-buru mendekatinya.
"Alpha..." Gun tidak tahu kenapa air mata cepat sekali merebak di pelupuknya. "Alpha..." Gun ingin mengucapkan banyak kalimat. Melontarkan macam-macam ucapan syukur atau sebaris kalimat cinta yang selalu ia ucapkan sebelum Off siuman. Tapi tenggorokannya tercekat. Pita suaranya terasa terlalu perih untuk berucap.
Gun menggenggam sebelah tangan Off. Menunduk dan terisak saat jari-jari Off bergerak lemah membalas genggamannya.
"Alpha..."
Sudah terlalu banyak hal menyakitkan yang terlewati. Mungkin di masa depan, masih banyak luka yang menanti. Namun kali ini, Gun tidak ingin lagi membohongi diri sendiri.
"Alpha..." Gun berucap di tengah isakannya. "Aku mencintaimu. Terima kasih sudah kembali."
***
"Ayah, lihat apa yang ku pesan selama kau tidur."
Mix mengulurkan sebuah kotak mirip beludru berwarna biru.
Off, yang masih terlalu lemah untuk bergerak, hanya melirik putranya yang terlihat bersemangat.
Mix membuka kotak itu. Terdapat dua buah kalung, sama persis seperti yang pernah dimiliki Gun. Kalung perak dengan liontin simbol infinity.
"Aku tidak merebut milik Dadda." Raut Mix defensif. "Ini milik kita."
Mix mengeluarkan dua kalung itu bersamaan, lalu mendekatkannya pada Off.
"Yang ini, milik Ayah." Mix memperlihatkan sebuah tulisan kecil di balik simbol infinity yang menggantung. Off menyipitkan mata, mencoba membaca tulisannya. Perlahan, tulisan itu membuat Off tersenyum.
Off Xiw.
Mix lalu memperlihatkan Off kalung yang lain.
"Yang ini milikku."
Mix Xiw.
"Sekarang aku resmi menjadi penggemar kedua Dadda. Tapi sebaiknya Ayah waspada."
Off menatap putranya terheran.
"Aku memang bukan penggemar Dadda yang pertama. Tapi dalam menjadi penggemar, siapa yang lebih dulu itu tidak penting. Yang terpenting adalah siapa yang bisa bertahan lebih lama."
Off tersenyum lemah. Perlahan, ia mengangkat tangannya, berusaha meraih putranya. Mix segera menggenggam tangan Ayahnya yang terangkat.
"Ayah ingin sesuatu?"
Off mencoba bersuara. Ia sendiri tidak menyangka suaranya terdengar begitu lemah.
"Ayah... menyayangimu..."
Mix tersenyum senang. Ia membawa tangan Ayahnya ke pipinya.
"Lekaslah sembuh, Ayah. Aku dan Dadda menunggumu pulang."
Off tersenyum. Tubuhnya terasa begitu letih. Ia butuh beristirahat. Off menghembuskan nafas dengan tenang. Ia menutup mata. Setelah ini, ia bertekad untuk pulang.
— ♡ ♫ ♡ —

KAMU SEDANG MEMBACA
OCHRE [ OffGun ]
FanfictionABOVERSE - MPREG Gun, wali kelas X IPS, harus dibuat kewalahan oleh seorang murid alpha 16 tahun, Mix Sahaphap. Kenakalan remajanya yang membuat banyak guru berkeluh kesah membuat Gun bertanya-tanya tentang bagaimana Mix tumbuh. "Kamu tau kenapa Mix...