Bab 17

72 29 0
                                    

Budayakan vote sebelum baca kawan semua🤗🤗🤗

𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨

👑👑👑

"Terimakasih sudah berbelanja di tempat kami," ucap seorang kasir di sebuah minimarket setelah menyerahkan belanja, uang kembalian, dan nota belanja kepada pembeli. Tidak lupa dengan senyum ramah sebagai bentuk pelayanan di minimarket itu.

"Terimakasih," balas seorang gadis yang memakai gamis abu-abu dengan kerudung yang berwarna senada seraya mengambil belanjaannya.

Gadis itu berjalan keluar dari minimarket dengan tangan kiri membawa kantong belanja. Kepalanya terangkat melihat langit yang sudah berganti warna menjadi jingga. Yang menandakan hari sudah sore. Ia segera beranjak pergi meninggalkan minimarket itu dengan berjalan kaki. Sedari awal ia datang ke minimarket juga berjalan kaki, karena tempat tinggal dan minimarket berjarak tidak begitu jauh.

Berjalan di sore hari dengan cuaca yang begitu bersahabat. Awan yang tidak mendung dan tidak terlalu panas, membuat suasana sore makin sejuk. Terbukti dari beberapa orang yang berlalu lalang melakukan olahraga ringan, seperti bersepeda dan berlari.

Gadis itu berjalan dengan sesekali bersenandung pelan untuk menemaninya selama berjalan pulang. Menolehkan pandangan nke kanan kiri untuk melihat orang lain yang sedang melakukan aktivitas mereka masing-masing.

"Stella!"

Teriakan dengan memanggil nama seseorang itu membuat gadis yang sedang membawa kantong belanja segera membalikkan badan. Melihat siapa orang yang memanggil namanya. Ternyata gadis itu adalah Stella. Salah satu santriwati di Pondok Pesantren Al-Kahfi.

Stella mengerutkan wajahnya saat melihat seorang lelaki berlari ke arahnya. Ia kenal dengan lelaki itu. Wajahnya menunjukkan raut bertanya-tanya, apa yang membuat si lelaki tersebut memanggil namanya. Ia berharap itu adalah sesuatu yang penting. Bukan sesuatu yang membuat ia naik pitam, seperti sebelum-sebelumnya.

"Akhirnya ketemu," ucap lelaki itu saat berada tepat di depan Stella seraya berusaha menetralkan deru napasnya agar kembali normal. Ia mengatur napas dengan kedua tangannya berkacak pinggang dan sedikit mendongakkan kepalanya.

"Apa?" Stella bertanya saat deru napas lelaki itu mulai stabil.

"Gue mau ngomong sama lo," ucap lelaki itu seraya menatap Stella yang berada di depannya.

"Gue gak punya banyak waktu. Kita di tempat umum. Gak baik dilihat banyak orang," ucap Stella seraya melihat sekitar yang masih dilalui orang untuk berolahraga.

"Gue-"

"Jangan bilang lo mau bahas soal itu!" ucapan lelaki itu terpotong oleh tebakan dari Stella.

Stella menunjukkan raut wajah yang mulai kesal. Lelaki itu menatapnya seraya menggeleng pelan akan tebakan Stella.

"Bukan! Gue kesini bukan karna soal itu," ucap lelaki itu mencoba menyakinkan Stella.

"Lo yakin? Setiap kita ketemu, lo selalu nanyain itu. Gue sama keluarga gue udah mulai coba lupain itu. Jadi gue mohon, stop buat bahas hal itu!" ucap Stella seraya mengangkat telapak tangan kanannya menandakan untuk berhenti.

"Stella! Kali ini gue bukan bicara soal itu. Gue kesini mau bicara hal lain sama lo," ucap lelaki itu dengan wajahnya yang terlihat mulai lelah. Lelah akan sifat Stella yang bisa dibilang keras kepala.

"Gue gak percaya. Lo mending pergi! Gue gak mau berurusan sama lo! Apalagi yang berkaitan sama geng-geng gak jelas lo itu. Cukup adik gue yang jadi contoh dari hal itu dan buat keluarga gue terpukul. Gue gak mau buat keluarga gue jadi makin terpukul karna anak perempuan satu-satunya, yaitu gue, nyusul adiknya," jelas panjang Stella dengan mengebu-gebu. Melampiaskan emosinya saat mengingat hal menyakitkan yang terjadi di keluarganya. Ia juga menunjuk dirinya saat menyebut gue, untuk mempertegas ucapannya.

"Stella, lo salah paham. Gue bisa buktiin kalo itu gak ada kaitannya sama geng gue. Please, percaya sama gue!" ucap lelaki itu seraya menunjukkan raut wajah sedihnya. Kedua matanya mulai berkaca-kaca saat melihat Stella dan apa yang telah gadis itu alami.

"Ngapain gue harus percaya sama lo! Lo orang asing bagi gue," balas Stella dengan kalimat yang membuat hati si lelaki yang berada di depannya sakit.

"Tapi-"

"Tapi apa? Lo masih mau bilang apa? Kalo lo sama geng lo gak ada kaitannya? Terus maksud Eric bilang jangan deket-deket sama Allen apa? Lo bisa jelasin? Buktiin?" Stella mengajukan pertanyaan yang beruntun. Membuat lelaki itu bingung akan menjawab yang mana.

"Jawab! Jangan diem! Punya mulut kan lo!" marah Stella mulai meneteskan air matanya. Ia makin teringat akan kejadian naas yang menimpa adiknya dan membuat keluarganya terpukul. Terlebih sang ibu yang sangat menyayangi adiknya.

"Gue bakal buktiin kalo itu emang gak ada kaitannya sama geng gue, maupun geng Eric. Gue sama yang lain sekarang masih ngumpulin bukti buat ungkap pelaku sebenarnya dari kejadian itu. Gue harap lo mau nunggu," ucap lelaki itu dengan tatapan yakin.

Lelaki itu berusaha tegar di depan Stella. Niat hati ingin memeluk Stella untuk menenangkannya, tetapi ia urungkan. Ia masih mengingat pesan dalam agamanya. Yang melarang laki-laki dan perempuan ber-khalwat, kecuali empat perkara. Mereka berdua juga belum memiliki hubungan yang halal.

"Gue pegang kata-kata lo!" ucap Stella setelah menghapus air matanya yang mengalir. Ia membalikkan badannya untuk pergi dari sana. Ia sudah muak jika harus kembali mengingat kejadian itu.

"Gue belum selesai!" ucap lelaki itu mencegah Stella yang sudah berjalan satu langkah di depannya.

"Gue gak ada waktu banyak. Lo mending cepet omong apa yang mau lo omongin!" perintah Stella tanpa membalikkan badannya. Ia membelakangi lelaki itu.

"Gue cinta sama lo!" ucap lelaki itu saat keadaan sekitar yang mulai lenggang tidak dilalui banyak orang. Ia mengucapkan hal itu tidak begitu besar dan tidak begitu kecil. Yang masih dapat didengar oleh Stella.

Stella mematung beberapa saat setelah mendengar ungkapan dari lelaki itu. Ia segera membalikkan badannya setelah mendapatkan kembali kesadarannya.

"Lo jangan bercanda! Atau lo ngelakuin ini supaya lo bisa cari informasi tentang kejadian itu. Ngaku, lo!" tuduh Stella seraya menunjuk lelaki itu dengan jari telunjuknya.

"Gak! Gue gak ada niatan kayak apa yang lo ucapin. Gue emang cinta sama lo. Gue bahkan udah kenal lo sebelum kejadian itu ada. Mungkin lo gak tau gue, tapi gue tau lo. Gue jatuh cinta sama lo pandangan pertama. Emang omongan gue ini gak masuk akal. Tapi, gue omong apa adanya. Gue emang bener-bener cinta sama lo. Bahkan gue mau lamar lo," jelas panjang lelaki itu kepada Stella.

Lelaki itu mengeluarkan sesuatu dari kantong saku celana kanannya. Sebuah kotak beludru merah berbentuk hati. Kotak yang tidak begitu asing bagi orang awam.

Stella yang sudah kaget dengan penjelasan lelaki itu, semakin kaget dengan apa yang dikeluarkan oleh lelaki itu. Sebuah kotak cincin. Lelaki itu membuka tutup kotak itu. Terlihat cincin dengan hiasan permata di tengah. Yang didesain dengan indah.

Lelaki itu mencoba menunjukkan senyum tulusnya walau terasa kaku. Karena ini pengalaman pertama ia menyatakan cinta kepada seorang perempuan. Tanpa persiapan apa-apa. Hanya bermodal tekad yang ia miliki. Bahkan mereka berdua masih berdiri di pinggir jalan. Sedangkan Stella masih memandang cincin dalam kotak yang berada di depannya.

Tanpa mereka berdua sadari, tak jauh dari tempat keduanya berada. Terlihat seorang perempuan yang melihat kejadian itu. Dari lelaki itu yang memanggil Stella hingga di mana lelaki itu melamar Stella. Ia bahkan mendengar apa aja yang mereka berdua ucapkan.

"Nambah lagi hama pengganggu buat gue. Kayaknya gue harus cari cara buat gagalin rencana mereka," perempuan itu segera pergi meninggalkan tempat ia bersembunyi untuk menguping pembicaraan lelaki itu dan Stella. Pergi agar tidak ketahuan jika ia memperhatikan dan menguping apa yang mereka berdua bicarakan.

👑👑👑

Siapa ya yang ngelamar Stella?🤔

Tetep tunggu kelanjutan ceritanya ya biar gak penasaran🤭

See u next part

Badboy & Badgirl Pesantren (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang