Bab 12

36 5 0
                                    

"Mentari jawablah!" ucap Lucas yang masih menundukkan kepalanya.
"Ya allah, aku harus bagaimana?" batin Mentari dengan pandangan ke arah Lucas.
"Tuan, bangunlah?" pinta Mentari.
"Mentari." lirih Lucas.

Nyonya Hana bersedih, dengan tangannya yang bergetar menahan rasa amarahnya. Dia ingin sekali mengatakan hal kasar kepada pria yang bersimpuh di hadapan Mentari. Namun, sebagai manusia berakhlak dia tidak bisa melakukan itu. Nyonya Hana hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan putranya.

"Ya allah, bagaimana dengan putraku?" ucap Nyonya Hana menunduk sambil menangis.

Mentari menoleh pada ayahnya seakan dia meminta pendapat dari Pak Abdullah.

"Ayah, aku harus bagaimana?" tanya Mentari kepada Ayahnya.
"Ikuti kata hatimu, Nak." jawab Pak Abdullah menganggukan kepalanya.

Agus melihat ke Arah mentari yang sedang terlihat bimbang, dia tidak ingin mempersulit keadaan wanita yang di cintainya. Agus berjalan mendekat pada Mentari dan Lucas dan tepat di depan Mentari, Agus berdiri.

"Mentari, aku melepaskanmu?" ucap Agus yang menahan rasa sesak di dadanya.
"Agus." lirih Mentari melihat ke Agus.

Mendengar perkataan sang putra, Nyonya Hana mendekat dan berdiri di hadapan Agus.

"Apa yang kau lakukan, Agus?" tanyanya sambil menangis menatap wajah putranya.
"Bu, bukan kah sesuatu yang di paksakan tidak akan baik untuk ke depannya?" jawab Agus sambil menggenggam tangan Ibunya untuk menenangkan hati wanita yang melahirkannya.
"Dari awal, tidak ada yang di paksakan!" cetus Nyonya Hana.
"Dua keluarga sudah setuju dan antara kau juga Mentari setuju akan perjodohan ini." sambung Nyonya Hana yang terdengar emosi.
"Istighfar, Hana. Sudahlah!" kata Tuan Minha menepuk pelan pundak istrinya.
"Ini memalukan!" celetuk Nyonya Hana di depan para tamu.

Para tamu pun yang menyaksikan bak drama saling berbisik dan menoleh satu dengan yang lain.

"Saya memohon maaf atas nama keluarga."
kata Pak Abdullah meminta maaf di hadapan keluarga Agus dan para tamu.
"Ayah." panggil Mentari dengan berderai air mata.

Karena keributan terlalu lama, Pak penghulu beranjak dari duduknya.
"Maaf sebelumnya, apa pernikahan ini akan di lanjutkan?" tanya Pak Penghulu.
"Maaf Pak Penghulu, pernikahan ini saya batalkan." ucap Agus menunduk sambil menahan air matanya.
"Agus." lirih Mentari menatap Agus yang sedang menunduk.

Pak Penghulu pun pamit karena ada janji menikahkan di tempat lain. Agus meminta Lucas untuk beranjak.

"Bangunlah?" pintanya.

Lucas pun beranjak berdiri di hadapan Agus. Dengan tersenyum Agus melihat ke Lucas.

"Aku melepaskan Mentari untuk putrimu." kata Agus membuat Lucas menatapnya diam. "Jangan sakit Mentari, jaga dia baik-baik. Jika aku tahu kau menyakitinya, aku akan merebutnya darimu." sambung Agus mengungkapkan perasaannya.

"Agus." ucap Nyonya Hana terdengar kesal pada putranya.
"Hana, sudahlah." kata Tuan Minha menoleh pada istrinya yang tertunduk sedih.
"Ayah, Ibu. Mari kita pulang." ucap Agus menghela napas menahan rasa sesak dan sakitnya.
"Astagfirullah." ucap Nyonya Hana menunduk sedih.

Keluarga Agus berjalan melangkah meninggalkan gedung pernikahan dengan hati yang bercampur aduk. Mentari dan Lucas terus menatap ke arah Agus yang hendak keluar dari gedung. Lalu Pak Abdullah mengagetkan mereka.

"Kenapa kalian diam? cepatlah, ke rumah sakit! Pelangi menunggu kalian." kata Pak Abdullah yang meminta Mentari dan Lucas bergegas.

Mentari dan Lucas saling menoleh heran, karena melihat Pak Abdullah tidak marah pada mereka. Lucas mendekat pada Pak Abdullah.

"Terima kasih, Paman." ucapnya sambil mencium tangan Pak Abdullah. Pak Abdullah menepuk-nepuk pundak Lucas.

"Ayah, aku akan mengganti pakaian ku dulu." ucap Mentari hendak melangkah. Namun, di kejutkan dengan suara Lucas.
"Tidak perlu mengganti pakaian." kata Lucas sambil tersenyum ke arah Mentari.
"Tapi?" ucap Mentari yang di potong oleh Pak Abdullah.
"Cepat, sana pergi." usir Pak Abdullah sambil terkekeh.

mentari dan Lucas melangkah pergi. Namun, langkah mereka terhenti dengan kalimat yang di katakan Pak Abdullah.

"Tunggu, Lucas." teriak Pak Abdullah memanggilnya sambil berjalan mendekat pada mereka.
"Ada apa, Ayah?" tanya Mentari.
"Ada satu pertanyaan yang mengganjal di hati Ayah." ungkap Pak Abdullah.
"katakan, Ayah." ucap Mentari Penasaran sambil saling menoleh dengan Lucas.

"Lucas, apa kau sudah sunat?" tanya Pak Abdullah yang membuat Mentari dan Lucas tercengang.
"Sunat?" tanya balik Lucas sambil ternganga.
"Iya, sunat di potong." ucap Pak Abdullah sambil melirik ke arah celana Lucas.

Lucas menyadari lirikan Pak Abdullah, seketika membuatnya menutup bagian resleting celananya dengan kedua tangannya sambil melirik menunduk.

"Potong Bawah?" tanyanya melirik takut pada Pak Abdullah.
"Iya, potong. Apa belum di potong?" tanya Pak Abdullah penasaran.
"Sudah Paman, saat aku masih kecil. Kata mamah di sunat untuk kesehatan." ucap Lucas dengan wajah yang terlihat tegang.
"Apa harus di potong lagi?" tanya Lucas tegang.

Pak Abdullah terkekeh-kekeh melihat wajah Lucas yang tegang.
"Alhamdulillah, cepat sana pergi." ucap Pak Abdullah mengusir mereka.

Mentari dan Lucas pun beranjak pergi menuju ke rumah sakit.

𝐃𝐎𝐀 𝐏𝐄𝐋𝐀𝐍𝐆𝐈 (𝚃𝙴𝚁𝙱𝙸𝚃 𝙽𝙾𝚅𝙴𝙻) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang