AUD

536 46 0
                                    

"Panas," keluhan keluar dari bibirnya.

Berbeda dengan Liam yang menunggu sambil menangis, Tara Asha Osmonov dengan tenang menganalisis sekitar.

Walaupun tidak paham apa yang terjadi padanya, ia berjalan selama dua jam menuju perusahaan besar dikota ini.

Menunggu didepan gerbang karna pasti tidak diperbolehkan masuk dengan satpam.

Hampir satu jam ia duduk ditrotoar dengan peluh yang sudah membanjiri.

Tidak apa sebentar lagi sang ayah akan keluar ia hanya perlu menunggu.

Suara gerbang yang terbuka membuyarkan lamunan Tara. Ia menoleh kebelakang.

Benar saja mobil mewah berwarna hitam keluar. Tidak diragukan lagi itu milik papanya!

Dengan kekuatan tersisa ia berlari ketengah jalan menghadang mobil tersebut.

Bunyi ban dan aspal bergeskan karena rem mendadak. Tara yang menutup mata menghela napas lega.

"Nak kamu gak papa?"

"Uncle Net!"

"Kamu mengenal saya?" Pria dengan setelan jas rapi menunjuk dirinya sendiri dengan bingung.

Tara mengganguk. "Uncle kan sekretaris papa."

"Papa?"

"Eung! Papa ada didalam kan?" Tara menujuk mobil.

"Maksud kamu Tuan Alan?"

"Eung!"

"Maaf nona kecil sepertinya kamu salah orang. Tuan Alan belum menikah."

Baru saja ingin menjawab, orang yang dibicarakan keluar dengan langkah tegas. "Kau terlalau lama Net."

"Maaf tuan."

"Papa!" Tara langsung menubruk kaki itu. Bahkan tanpa diduga ia menangis.

"..."

Merasa tidak ada tanggapan Tara mendongakan kepala. Menatap sang ayah dengan sedih. Penuh pengaduan.

"Benar kata uncle Net. Sifat papa sebenarnya kayak kulkas."

Alan yang menunduk langsung menatap Net dengan pandangan datar.

"S-saya tidak tau tuan. Ia mengatakan bahwa anda adalah ayahnya." Alan kembali menatap kebawah.

Memperhatikan dengan seksama fitur wajah yang entah kenapa mirip dengannya. Mata yang berair menatap mohon padanya, hidung yang memerah kembang kempis, bibir tipisnya yang bergetar dan pipinya yang tumpah itu.

Sudut bibirnya berkedut. "Net."

"Ya tuan." Tanpa disuruh dua kali Net bergerak mencoba menyingkirkannya.

Merasa ada yang ingin menggangkatnya. Tara mencengkram celana Alan. "Papa.."

Menghela napas pelan, Alan menggendong Tara tanpa mengucapkan apa pun lalu masuk mobil meninggalkan Net yang cengo.

"Apa yang kau tunggu?"

"Maaf tuan." Dengan cepat Net masuk mobil lalu mengendarainya dengan pelan.

Tara menghembuskan napas lega, ia menyenderkan kepala demgan nyaman di dada sang ayah.

Sadar atau tidak tangan Alan memeluk tubuh Tara agak tidak terjatuh. Merasa tarikan pada jas nya Alan menunduk, alis nya terangkat.

"Papa.. haus."

Alan mengambil air minum di dashboard kemudian memberikannya pada Tara, sebelum itu ia sudah membukakan tutup botolnya.

Tara menyambutnya dengan baik. Net yang melihat itu mengurangi kecepatan mobil.

Setelah selesai Tara kembali bersandar dengan nyaman apalagi punggungnya yang dielus makin membuatnya nyaman.

Berbeda dengan Tara, pikiran Alan bercabang. Sebenarnya siapa anak yang mirip denganya ini? Apa uluh musuhnya? Dan ada apa dengan reaksi tubuhnya?

"Papa! Papa! Berhenti! Berhenti!!!!" Suara teriakan itu menyadarkan Alan, Net pun langsung berhenti mendadak.

Alan menatap tajam makhluk yang berada dipangkunya. Tapi Tara tidak memperdulikan itu.

"Papa cepat turun! Itu mama dan Liam!" Alan bergeming ia masih menatap Tara yang tiba-tiba heboh.

"Papa cepat!"

"Hm." Alan berdehem malas dan keluar dengan perlahan. Apa ibunya? Entah mengapa ada perasaan tidak rela yang hinggap dihatinya.

Alan berjalan kearah ditunjuk. Disana, seoarang gadis yang diduga masih SMA memangku anak laki-laki.

"Iam!" Tara berteriak memanggil membuat orang yang menggendongnya mengernyit karna suara nyaring nya.

Liam yang sedang meminum susu menoleh kebelakang begitu juga dengan Naya. "Alaaa!"

Tara meronta ingin turun begitu juga dengan Liam. Setelah mendapat apa yang dimau mereka berdua berlari dan saling memeluk dengan air mata yang tumpah tumpah.

Naya menatap bingung kejadian menggemaskan dan mengharukan yang sedang terjadi dihadapannya. Pandanganya naik menatap pria dengan setelan jas formal yang juga tengah menatapnya.

Naya tersenyum canggung. Setelah diamati ternyata wajah pria itu agak mirip dengan bocah laki-laki tadi. Dapat disimpulkan kalau itu adalah anaknya.

Masih dengan kresek belanjaan bundanya, Naya bangkit. "Kalau begitu, karena tuan sudah menemukan anak anda saya permisi. Besok-besok tolong jangan lepas pengawasan." Ujarnya bijak padahal dalam hati ketar-ketir melihat tatapan datar itu.

"Mama!" Belum selangkah Naya pergi kaki nya kembali dipeluk kali ini bocah perempuan sebagai pelakunya.

Pandangannya naik menatap pria tadi, dan ternyata kakinya juga dipeluk dengan Liam. "Huaaaa! Papa maapin Iam. Iam calah kalna udah nakal huaaa.."

"hiks.. mama." Naya mendesah prustasi. Cobaan apalagi ini! Setelah punya anak laki-laki apakah sekarang ia punya anak perempuan?!

"Tuan ini anak anda."

"Nona ini anak anda."

"Kita anak mama dan papa!"

Naya dan Alan berceletuk bersamaan setelah bertatapan. Dan dibalas jawaban bersamaan pula.

"Huaaa.. papa cama mama udah gak cayang kita!"

"Mama.." Astaga tuhan!

Naya mengangkat anak perempuan yang ada dikakinya untuk duduk dikursi. Ia sendiri berjongkok untuk memelototinnya. "Diem gak!"

Tara berhenti menangis ia menatap takut sang ibu. Ternyata dari dulu mama nya tidak berubah! Mengerikan kalau marah.

"Minum dulu." Naya membuka tutup air mineral dan menyodorkannya. Pandangan beralih pada Liam yang masih menangis dan dibiarkan pria itu. Sebenarnya, ayah macam apa itu membiarkan anaknya menangis sampai wajahnya memerah.

Naya yang melihatnya tidak tega. "Liam sini," panggilnya.

Liam langsung berlari menghampiri panggilan itu. Entah karena semangat ingin mengadu atau apa kakinya tersandung tapi untungnya cepat ditangkap dengan pria itu.

"Jangan lari." Tegurnya tanpa sadar.

Pria itu menghampir Naya dan mendudukkan Liam disamping Tara.

Posisi Naya masih berjongkok kini menatap anak laki-laki yang menatapnya dengan mata berkaca.

"Udah diem jangan nangis lagi. Minum dulu." Liam patuh sedangkan Alan menatap datar interaksi itu.

"Udah ma." Naya mengambi botol itu dan menutupnya. Ia kembali memperhatikan bocah kembar dihadapannya.

Mirip. Pandangannya naik menatap pria yang menjulang tinggi itu. Mirip dengan yang perempuan.

Lalu yang laki-laki juga mirip dengannya. Naya mengganguk paham. Eh, tunggu, mirip dengannya?

Naya kembali memperhatikan Liam seksama lalu anak perempuan disampingnya kemudian pria didekatnya bergantian.

Emang mirip woy! Siapa pun akan mengatakan anak kembar jejadian ini adalah anaknya dengan pria ini!

Kebetulan macam apa ini tuhan!

The Twin Adventure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang