TAPME

465 38 2
                                    

"Akan ku hubungi lagi nanti." Naya memutar mata malas.

"Papa mau kemana?" Yang perempuan bertanya.

"Bapak lu mau kerja sana masuk jangan nguping omongan orang dewasa."

"Papa jongkok dulu." Walaupun bingung Alan menurut.

Mendapat apa yang dimau Tara dan Liam bergerak, berdiri di sisi kanan dan kiri.

Cup

Kedua pipi nya dicium membuat sang empu terdiam. "Ati-ati ya papa."

"Dadah." Si kembar melambaikan tangan sambil masuk kedalam rumah orangtua Nayana Amara.

Entah tanpa sadar atau tidak tangan Alan ikut bergerak bibirnya mengulas senyum kecil.

"Dih," Naya mulai menjulid, Alan menormalkan ekspresi nya.

"Ini." Alan menyodorkan salah satu kartu hitam. "Untuk keperluan kamu dan kembar."

"Gak ya. Yang ada dimarah bini lu nanti."

"Naya aku belum menikah." Entah berapa kali ia mengatakan ini.

"Bodo! Pulang sana ganggu pemandangan tau gak."

Alan tersenyum kecil nyaris tidak terlihat. "Nanti ku hubungi lagi." Belum ada selangkah ia kembali berbalik.

Tanganya terangkat ingin menyentuh kepala gadis itu. "Ngapain njr!" Naya menghindar, menatap tajam pelaku.

Tangan yang terangkat belum diturunkan, ia menghela napas lelah. "Aku ingin mengambil rambut mu."

Paham apa yang dimaksud, Naya berhenti menghindar. Telapak tangan besar terasa dikepalanya bahkan elusan singkat. "Aa! Sakit bajingan!"

Alan ikut mendesis merasakan sakit kaki karena tentangan yang diberikan.

"Tes DNA butuh sehelai bukan segumpal blok." Naya berteriak kesal merasakan kepalanya nyut-nyutan.

"Pulang sono!" Lagi, tendangan diberikan kali ini dengan kekuatan penuh.

Setelah itu Naya berbalik meninggalkan Alan yang mengelus betis kesakitan. Tak lama tawa renyah keluar dari bibirnya. "Kucing garong."

Menatap tangan lebih tepatnya ibu jari. "Cincin sialan." Gara-gara benda sialan itu rambut Naya tersangkut.

Sedangkan sang empu berjalan dengan kaki dihentak masuk kedalam ruang tamu.

Tawa bahagia terdengar dari sana. Semakin dekat, semakin terdengar nyaring.

Bibir nya berkedut kesal saat melihat ayah serta bunda nya bercanda ria dengan sang kembar. Entah kenapa ia menjadi terlupakan disini.

Menangkap kehadiran sang anak, bunda mengalihkan perhatian dari Liam. "Kamu dari mana? Ini bunda mau tanya kau nemu anak lucu ini dari mana huh?" Bunda kembali memeluk Liam gemas.

Menggaruk kepala bingung. "Suka? Cucu bunda tu."

"Anak durhaka ditanya orang tua tuh jawab yang benar."

"Gak percaya banget, tanya orang nya langsung tuh. Naya mau kekamar bye!" Dipertengahan tangga Naya berhenti melihat arah ruang tamu, tidak ada tanda-tanda sang bunda menyusul atau menahannya.

Dengusan kasar dihembuskan. Gak like! Naya berjalan dengan kaki dihentak, ia merajuk!

Masuk kamar dengan pintu dibanting kasar, naik kekasur. "Njir gula nya lupa simpan." Menatap pergelangan tangan. "Mboh lah." Lempar kesembarang arah lalu berbaring dengan nyaman.

"Mama bangun."

Samar samar ia merasakan gerakan ada kaki diikuti dengan suara memanggilnya.

"Mama ayo bangun Iam lapel."

Mengernyit tidak senang, mata Naya terbuka sebelah. "HUAAA TUYUL!"

"AAA TUYUL." Yang paling kecil ikut teriak, menaiki kasur memeluk Naya. "Mana tuyul nya ma?"

"Lu tuyul nya cil!" Naya mengusap wajah kasar mata nya memperhatikan Liam dari atas sampai bawah. Kutangan dengan celana pendek jangan lupa bedak yang penuh seluruh tubuh. Fiks pasti ulah bunda! Bikin jantungan.

"Mama?" Liam mengerjap menatap bingung sang ibunda.

"Tau ah. Napa dimari?"

Sedikit bingung dengan kosakata yang diucapkan akhirnya Liam menyampaikan maksud dia kesini. "Eyang nyuluh bangunin mama buat makan."

"Dih udah eyang-eyangan aja." Gumam nya pelan.

"Kenapa mama?"

"Engga. Kembaran lu mana?"

"Ala? Ala bantu eyang."

"Yaudah lepas dulu ni " Naya menggoyangkan tangan yang dililit.

Terlepas, Naya bangkit. "Tunggu sini jangan sentuh macam-macam!" Menujuk mata nya dan Liam bergantian.

"Oteh!" Naya masuk kekamar mandi meninggalkan Liam seorang diri terduduk ditengah kasur.

"Woah kamal mama macih cama." Maksudnya sama-sama penuh dengan Park Jisung.

Liam tertawa. "Kalo papa liat pacti nanti malah malah hehe."

"KETAWA LU MENCURIGAKAN CIL! AWAS MACAM-MACAM! GUE GANTUNG POHON MANGGA DEPAN!"

"Mama macih cuka malah malah juga ish."

+ × +

Naya turun dengan Liam digendongnya. Menggenakan daster rumahan berlengan pendek.

"Anak gadis udah punya buntut bukanya bantu masak kalah sama anak mu tuh." Bunda menujuk Tara yang sedang menata piring diatas meja.

Menurunkan Liam. "Iya bandingin aja trus noh sama anak tetangga jangan lupa."

Tak

"Sshhh .. bunda!"

"Apa! Kamu nih sensi amat belum juga bunda bandingin."

"Ish." Mengusap kening yang memerah korban kdrt sang ibunda kanjeng ratu.

"Mama mama liat ini Ara yang masak loh." Menujuk menu diatas meja.

"Pinter. Nanti kalo eyang gak ada dirumah lu aja yang masak."

"Oteh mama." Dengan lugu nya Tara mengangguk.

Tak

Lagi kening paripurnanya menjadi korban. "Bunda ada masalah apa sih!"

"Kamu masalah nya. Yang bener aja kamu kalo ngomong, belajar masak makanya."

"Kan mas jisung yang belajar masak nanti jadi aku tinggal peluk dari belakang hehe."

"Halu mu nak." Bunda menggeleng prihatin.

"Eyang tenang aja papa pinter masak kok." Tara menyahuti.

"Iya papa lela bakal dapul demi mama. Kan Ala?"

"Eung!"

"Ayah mana nda?" Naya bertanya setelah sadar dari khayalan liar nya.

Mengangkat bahu acuh. "Belakang kali." Ia kembali berkutat dengan kompor dan panci.

"Cil panggil sana." Tara bergerak patuh.

"Ala tungguin Iam mau ikut."

Fyuh

Akhirnya perusuh menghilang.

Bunda meletakan sayur tumisan terkahir di meja, menatap sang anak. "Jadi? Anak bunda yang cantik jelita jodoh nya mas pohon ada yang mau dijelasin?"

Pipi nya memerah, Naya salting brutal.

"Bunda nanya bukan nyuruh kamu cosplay jadi orang gila."

Naya merengut mulutnya terbuka dan mengalirlah cerita pertemuan dengan si kembar. Seluruhnya tanpa di tambah dikurang atau dikasi garam.

The Twin Adventure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang