AGIT HULUP AUD

137 21 4
                                    

Typo? Maklumin aja

(⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)


Langkah kaki yang berpacu cepat menjadi melodi sumbang ditengah kesunyian rumah sakit.

Air mata sudah menumpahkan beban entah dari kapan, berirama dengan jantung bertalu dengan hebatnya.

Siapapun dapat melihatnya. Jejak kesedihan yang merenggut akal sehat hingga membuat mereka pucat melebih mayat.

Liam yang digendong mommy, Tara yang digendong bunda. Mereka berdua hanya diam, bingung dengan kondisi yang sedang para orang dewasa alami. Sedangkan, daddy menjadi orang yang memimpin jalan menuju ruang UGD.

"Mas!" seruan bunda membuat pria berjubah putih menoleh. Gawat. Wajah suaminya begitu buruk, otaknya berspekulasi yang tidak-tidak.

Liam diturunkan. Bahu sang suami di cengkram. "Mereka baik-baik saja bukan?" Keterdiaman ayah membuat bunda menangis. Ia menoleh kearah dokter yang sudah ada sejak tadi.

"Anak saya gimana keadaannya!?"

Masih dengan pakaian steril nya sang dokter berujar, "pasien bernama Nayana Amara dinyatakan meninggal pada pukul--"

"TIDAK! ANAK SAYA TIDAK MUNGKIN PERGI!" Bunda berteriak histeris. Ayah membawanya kedalam pelukannya. "M-mas itu bohong kan? A-anak kita tidak mungkin pergi kan?"

"Maaf," lirihnya pedih. Dan itu sudah membuktikan segalanya. Bunda menangis dengan hebatnya, ia sampai tidak mampu menopang tubuh akibat duka yang dialami.

Ayah mati-matian menahan tangis dan rasa prustrasi akibat ketidakmampuan dalam menyelamatkan sang putri semata wayangnya. Ia dokter, bukan tuhan. Ia spesialis kulit, bukan organ dalam.

Daddy merangkul bahu sang istri yang limbung. "Lalu .. bagaimana dengan Naspa?" Tanya mommy dengan suara lirih.

Sang dokter mengepalkan tangan. Saliva ditelan pelan. "Maafkan saya .. tuan Alan telah tiada diperjalanan."

"A,a,a .. " Mommy, kehilangan akal sehatnya.

"Honey," Daddy merengkuh tubuh lemah sang istri, menguatkan. Yang bahkan ia sendiri hendak menangis. Matanya merah, bibirnya bergetar. "Jangan seperti ini," lirihnya.

Pandangannya kosong. Mommy tidak bergerak ataupun mengeluarkan suara. Tenggorokannya tercekat, seseorang mencekiknya hingga ia sendiri kesulitan bernapas.

Bagaimana ini? Ia juga mau pergi.

Dokter mengalihkan pandangan, bibir dilipat kedalam. Matanya memerah. Selalu seperti ini. Karena kegagalannya nyawa manusia melayang di tangannya. Membuat sebuah keluarga berduka.

Pandanganya tidak sengaja melihat anak kembar yang duduk dikursi tunggu dengan pandangan polos.

"Ala, meleka kenapa? Mama cama papa kemana?" Menoleh kearah Tara dengan bingung dan detik itu pula suara Liam berubah panik melihat Tara yang sudah menitihkan air mata.

"Ala, Ala kenapa nangic?!"

Genggaman tangan Tara kuatkan. Menoleh kearah Liam dengan sesegukan. "Mama hiks .. mama sama papa udah gak ada."

Wajah Liam semakin panik. "Kenapa?! Mama cama papa kemana? Kita kenapa ditinggal?"

"Iam .."

"Gak mau huaaa .. mau ikut mama cama papa huaaaaaa .."

"Iam jangan nangis .. n-nanti Ara juga nangiss hiks .. "

"Mama huaaa .. " tangisan Liam yang menyedihkan membuat Tara kembali menangis.

The Twin Adventure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang