SALEB NALIBMES

198 27 8
                                    

"Bangsat! Alan babi." Sepanjang jalan bibir tipisnya tidak berhenti mengumpati beliau, tuan Alan Nasva Osmonov terhormat.

CEO perusahaan yang memiliki kekayaan tujuh turunan sepuluh belokan lima belas tanjakan tidak akan habis itu memberi kartu dengan limit yang sudah habis. Tidak habis thinking.

"Kiw neng geulis belanjaan banyak tuh, mau abang bantu?"

"Bacot njg! Mati sana!" Tidak peduli dengan seruan para preman di belakang, Naya melanjutkan langkah.

Para preman itu hanya semakin membuatnya emosi. Ditambah tangan kanan dan kiri penuh dengan kresek. Berat, penuh sampai hendak tumpah. Emosi Naya semakin naik.

Masuk kedalam rumah tingkat dengan kaki menghentak. Kresek sebelah kanan di berikan ada bibi.

Tanpa menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu. Naya menaiki tangga, masuk kedalam kamar. Hendak membanting pintu diurungkan menyadari ada penghuni lain yang tidur dengan nyenyak diatas kasur.

Helaan napas terdengar. Sisa belanja yang masih dipegang Naya letakkan pada meja belajar. Berjalan menuju rak pojok. Memasukan sisa uang belanja tadi. Gocap.

"ARGHH! Stres!"

"Eungh."

"Ups." Naya menutup mulut. Melirik panik kerarah ranjang. Melihat Liam yang kembali tidur nyenyak. Naya menghela napas.

Rambut sebahu lewat dikit nya di usak kasar. Teriak dalam hati. Mencak-mencak kesal dan tidak terima. Uang tabungannya. Harta karun kesayangannya terpaksa digunakan.

Jerih payahnya. Hiks .. Nyesek banget.

Perjuangan dirinya mengumpulkan rupiah demi rupiah hingga tabung aluminium sepanjang satu meter itu penuh. Lalu terpaksa diambil. SAKIT BANGET WOY LAH.

Naya adalah tipe manusia gengsi selangit. Malu minta uang sama orang tua sendiri. Padahal anak tunggal dari keluarga mampu :)

Uang dalam celengan karakter chibi jisung itu didapat dari uang jajan yang disisihkan. Kadang nyulong dari uang kembalian :)

Huhu .. Alan anj!

Saat pergi tadi untung saja Naya membawa cash untuk berjaga-jaga tapi tidak ekspek akan digunakan!

Mau di kembalikan, malu. Udah sampai meja kasir. Muka mau taruh dimana?!

Sialan!

Tubuh nya ia jatuhkan pada kasur. Sesekali menghentak kaki membuat kasur bergoyang, teriak dalam hati, memaki Alan sampai puas dan akhirnya tertidur.

+ × +

"Mama ayo makan."

"Bentar." Pandanganya tidak beralih pada ponsel di genggamannya. Menatap lamat kontak dengan nama 'pencabul🖕🏻'.

Dalam hati sedang berperang antara milih gengsi atau uang. Pilihan mana yang bagus? Ini menyangkut harga diri!

"Lama. Sini Ara yang tekan."

"Anj!" Demi sempak berkocek punya Tara! Naya menatap tidak percaya pada sang anak. Dengan mudah nya, ia mengambil keputusan menyangkut harga diri.

Amarah yang sudah diujung mata kaki kembali naik ke ubun-ubun. Berganti dengan rasa gugup ketika panggilan tersambung.

Tiga kali panggilan Alan masih belum mengangkatnya. Alis Naya bertaut bingung. Tumben, pikirnya.

Biasa baru satu kali panggilan sudah diangkat lalu dihujani pertanyaan narsis yang bikin telinga tuli.

Positif thinking, mungkin sibuk.

Tapi, sampai malam belum juga diangkat!

Ada masalah apa sih, Naya kan-ekhem-khawatir. Padahal dinas nya masih di daerah perkotaan bukan pelosok seperti ayahnya.

Bahkan Naya sudah membuang ego nya untuk spam. But, ceklis one.

Pencabul🖕🏻
P
Woy
P
P
P
Anj!
Balas gak atau gue blok!
Woy Alan
Pa
Pa
Naspa!!

Dasar si Alan! Hampir saja Naya membanting ponsel kamera boba ini.

"Mama puk-puk."

Naya berdecak tak ayal menepuk pelan perut Liam dan Tara bergantian. Menghantarkan rasa nyaman dan membawa mereka menuju alam mimpi.

Naya yang sudah mengantuk ikut menutup mata. Tahan kiri menopang kepala dengan posisi menghadap kembar. Tepukan nya berhenti, berganti menjadi memeluk kembar.

Biarkan ibu dan dua anak itu beristirahat sekarang berganti latar dimana sosok Alan sedang berpijak.

"Sialan, semua ini salah kau Net!"

"Maaf, tuan." Pria yang memasuki usia kepala tiga itu menunduk serendah-rendahnya dihadapan sang bos.

"Carikan aku sinyal! Aku perlu menghubungi Naya!!" Saat ini negeri putih gajah sedang mengalami kesulitan jaringan. Terhitung sudah lima hari.

Dan lima hari itu Alan habiskan untuk uring-uringan disela kesibukannya. Apalagi saat Net mengatakan kartu yang diberikan Alan untuk Naya sudah tidak mempunyai limit dan hampir kadaluarsa.

Ah, Alan tidak bisa membayangkan kemarahan yang mungkin akan diterimanya nanti saat pulang.

Tidak, itu tidak penting saat ini ia lebih khawatir dengan kondisi Naya dan juga anak-anaknya. Bagaimana ini? Apakah mereka makan dengan baik?

Alan tau jika ayah dan bunda Naya sedang pergi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Karena itu Alan sangat khawatir.

Gelisah setiap saat. Bahkan tidak bisa tidur. Lihatlah kantung mata yang semakin hitam itu.

"Besok kita pulang, Net."

"Maaf?"

"Kau tidak dengar?"

Seketika rahang tegas nya jatuh. Tumpukan dokumen hingga membentuk gunung ini harus selesai esok hari? Belum lagi jadwal pertemuan dengan para klien. Memantau proyek yang sedang berjalan. Meninjau tempat. Dan kendala yang akan muncul lainnya.

Sejujurnya waktu dua Minggu itu belum cukup. Dan sekarang bos gila nya ini harus menyelesaikan semua malam ini?!

Net tau orang ini tidak waras nyerempet gila, nona Naya bahkan mengakuinya. Tapi, tidak gini juga!

Belum cukup seminggu ia dan yang lainnya sudah kerja rodi huh?!!!

"Kenapa bengong? Tidak mau digaji?"

"M-maaf tuan." Net kembali membuka lembar demi lembaran kertas dimeja nya. Meriksa, meneliti, mencerna maksud tersirat, typo, eyd, noda, panjang dan lebar kertas, kandungan tinta dan juga zat senyawa nya.

Dirasa sudah oke. Kertas itu diberikan pada Alan, kembali diteliti. Ada kalanya ditandatangani, ada kalanya dibuang, dikoyak, dibakar, dipijak, diremas, terserah dan seusai mood Alan.

Tidak hanya Net, tapi semua karyawan dibawah naungannya tertekan dengan sifat workaholic Alan. But, it's okay. Cuan nya lumayan, dua sampai tiga digit. Belum lagi tunjangan yang lain.

Just one. Ja.ng.an ber.khi.a.nat.

Satu kali kebohongan, jangan dapat kau dipercaya lagi. Meski itu kebohongan putih sekali pun.

Dunia kerja itu keras. Mau babak belur sampai sekarat pun harus dipaksa bangkit, dipaksa maju, dan itu menjadi salah satu kunci kesuksesan.

Kan?
.
.
.
.
.

Buset sepi amat udah nyoba up setiap hari padahal :)

Hati gue nyeri.

Mulai ngebosenin ya? Gue juga mikir gitu. Makin lama semakin freak. Rasa ingin dimusnahkan 📈📈

Komen dong, ramaikan.

The Twin Adventure Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang