XLV •Untuk diri yang tak ingin terluka lagi•

3.3K 216 15
                                    

🎶 Playing song : Tulus - Andai aku bisa 🎶

"Bahagiaku adalah keluargaku, tapi kenyataannya aku bukanlah salah satu dari kebahagiaan mereka."

Regi Sabiru

•• @ ••

     Entah sudah berapa menit Regi habiskan untuk bergelut dengan beberapa luka yang menganga—yang tak ada satupun orang tahu jika dirinya selalu tidak baik-baik saja di balik senyuman lebarnya. Senyuman yang ia buat seindah mungkin sampai semua orang berpikir jika dirinya memang sebahagia itu.

     Bahkan di dunia ini tidak ada yang tidak ingin memiliki hubungan yang begitu baik antar keluarga. Akan tetapi kenyataan berbanding balik dengan kehidupan Regi, ia hingga lupa kapan terakhir ia memiliki momen bahagia bersama mereka.

     Luka yang mereka torehkan, bahkan lebih terasa menyakitkan dari satu buah pukulan sang Ayah yang kerap kali mendarat di tubuhnya. Mentalnya yang bertubi-tubi di hancurkan, raganya yang seolah berteriak—memberontak, memaksa untuk keluar.

     Wajah itu terlihat begitu lelah, tangan itu bahkan masih sedikit bergetar—bergerak mengusap jejak airmata yang masih tertinggal.

     Ponselnya berdering, satu pesan kembali terlihat. Regi membuka pesan itu perlahan. Bahkan sebelumnya ia menarik napas dalam-dalam, ia hanya meyakinkan dirinya sendiri jika semua akan selalu baik-baik saja meski dirinya tidak.

 Bahkan sebelumnya ia menarik napas dalam-dalam, ia hanya meyakinkan dirinya sendiri jika semua akan selalu baik-baik saja meski dirinya tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Ia meletakkan ponsel itu kembali, kepalanya pun lekas menunduk dalam dengan wajah yang sengaja ia tutupi dengan kedua tangan. Semuanya terjadi begitu cepat.

     “Ma, apakah ini udah waktunya buat Regi mengikhlaskan semua?”

🎀

      Bibir itu tampak tergigit, kedua manik mata Alan masih menatap layar ponselnya yang menampilkan ruang obrolan antara dirinya dan juga Regi. Saat membaca jawaban adiknya, entah ada perasaan sedih jauh di hati terdalam Alan.

     Bahkan Alan rasanya ingin merutuki dirinya sendiri saat tahu kini dia berada di rumah Ayahnya kembali. Potongan kejadian beberapa hari lalu masih membekas di pikirannya. Rasanya Alan seperti seseorang yang munafik. Ia bahkan mampu mengingkari perkataannya sendiri.

      Jika bukan karena Reyga, Alan tidak akan pernah mau untuk menginjakkan kakinya kembali di rumah Ayahnya. Jika saja bukan karena kesehatan Reyga yang juga mulai menurun, Alan mungkin akan lebih memilih bersama Regi.

      Alan dilema, ia tidak tahu dan tidak bisa jika harus memilih salah satu dari kedua adik laki-lakinya. Alan ingin berlaku adil kepada mereka bahkan kepada Aubrey. Akan tetapi, terkadang Alan tak tahu bagaimana ia harus memulainya.

Another Pain (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang