• Timbal balik kehidupan

5.1K 191 10
                                        

🎶 Playing song : Naff - Kenanglah aku 🎶

🦋

“Karma itu nyata, karma tak akan pernah meninggalkanmu selagi kamu hidup di dunia. Apa yang kamu tabur, itulah yang kamu tuai.”

—Bima Lakeswara

“Hukum gak hanya berlaku di akhirat, tapi juga di dunia. Setiap perbuatan akan di pertanggung jawabkan dan setiap tanggung jawab harus di lakukan.”

Priadanu Gazali

“Keluarga bukan hanya antar saudara yang berhubungan darah. Keluarga adalah mereka yang mampu memperlakukanmu layaknya manusia sesungguhnya.”

Haruciko Fernanda

“Bahagia itu cukup dengan diri lo yang di anggap ada dan di hargai.”

—Regi Sabiru

🦋

      Gundukan tanah yang masih terlihat basah itu di kelilingi oleh beberapa orang yang lengkap memakai pakaian serba hitam. Luka yang kini telah pergi, meninggalkan duka yang teramat sulit untuk di hilangkan.

      Bau bunga melati serta mawar merah yang menyatu—bau tanah yang masih basah. Pemakaman itu adalah pemakan dengan akhir paling memilukan.

       Semua orang bergegas untuk meninggalkan pemakaman saat doa telah mereka sanjungkan sebagai penghormatan terakhir bagi seseorang yang kini telah hidup lebih kekal.

      Hanya tersisa beberapa lima orang lelaki yang mengelilingi sebuah makam dengan batu nisan bertuliskan ‘Regi Sabiru’ yang kini telah tenang di peristirahatan terakhirnya.

       Bima adalah orang pertama yang teramat terpukul atas kepergian Regi, bahkan berkali-kali Bima menyalahkan dirinya atas apa yang telah terjadi—merenggut nyawa orang yang paling ia sayangi.

       Air mata Bima yang sedari kemarin tak kunjung surut, sesak di dadanya yang juga tak kunjung reda. Bayang-bayang Regi yang masih tersisa—Bima menatap gundukan tanah itu sendu.

      “Apa lo gak merasa sakit lagi, Gi?” tanya Bima di balik isakannya. “Apa ini maksud dari waktu itu lo suruh gua buat bahagia?”

       Kepala Bima menunduk, ia meraih gumpalan tanah liat lalu menggenggamnya erat. Ia merasa semua ini terlalu cepat untuk ia terima, saat kemarin ia masih mampu bercanda dengan sepupunya.

       “Gimana gua bisa bahagia setelah ini, Gi?”

      Di balik kaca mata hitam yang bertengger manis—menutuli kedua mata sembab mereka masing-masing. Tangan yang berkali-kali mengusap mata, tanda jika apa yang Bima ucapkan kembali menggugah air mata.

      Bruk! Tubuh seorang gadis di hadapannya Bima terjatuh tepat di depan gundukan tanah makam milik Regi. Tangisannya seketika pecah saat ini juga, memeluk batu nisan Regi dengan begitu eratnya. Semua yang di sana menangis bersama.

      “Abang, hiks ... Abang maafin Aubrey, Bang ... Hiks, maafin Aubrey.” raungan tangisan milik Aubrey tak berhenti-henti. “Kenapa Abang hukum kita kayak gini, bang?”

Another Pain (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang