XXV •Hadir untuk di acuhkan•

3.6K 257 15
                                    

🎶 Playing song: Ryu - Beginning until now 🎶

Happy Reading

Terlu sibuk membahagiakan orang lain, bahkan sampai lupa bagaimana caranya membahagiakan dir sendiri.”

—Regi Sabiru

⚠️ Baca part sebelumnya agar tidak lupa ⚠️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⚠️ Baca part sebelumnya agar tidak lupa ⚠️

     Hal pertama yang terekam saat netranya terbuka—setelah beberapa kali mengerjap—menyesuaikan cahaya—adalah atap ber-cat putih serta bau obat-obatan yang sedikit mengganggu indera penciumannya.

     Matanya kembali terpejam, mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya dan kenapa ia bisa berakhir rumah sakit. Ah, setelahnya ia sadar jika dirinya tumbang.

     Itu sungguh memalukan, di hari pertama bekerja ia sudah merepotkan orang.

     Bibirnya bergerak dan sontak mengeluarkan decakan lirih.

     "Udah bangun?"

     Suara itu lekas menyandarkan Regi—membuatnya membuka mata dan mencari ke arah sumber suara. Yang ternyata, sudah berdiri sosok yang ia kenal—Bukan Pak Jeremy melainkan Bima yang menatapnya datar.

     Regi terbangun, ia tak mengindahkan perkataan Bima—lekas mencabut paksa selang infus yang bertengger di punggung tangan—hingga menimbulkan sedikit bercak darah di sana, Regi bangkit.

     Bima geram, tentu. Ia menahan bahu lelaki itu dengan gerakan paksa. "Kenapa lo gak ngomong sebelumnya? Lo—lo kerja beginian?"

     Regi masih diam.

     "Jangan kek orang susah napa, Gi!" lanjutnya dengan nada yang sedikit memekik.

     Mendengar hal itu membuat Regi langsung mengarahkan pandangannya pada Bima—tak segan membalas tatapan tajam lelaki itu.

     "Gua udah bilang kalau gua ngak mau nyusahin orang," jawabnya. "Lagian apa salahnya gua kerja? Gua mau keluar dari zona nyaman gua sendiri."

     Bima mengusak rambutnya kebelakang, apakah Regi tak tahu jika ia begitu khawatir pada lelaki itu?

     Regi menepis tangan Bima yang bertengger di bahunya, ia menyambar jaketnya yang tergeletak di atas nakas kecil. Dengan langkah gontai ia mulai meninggalkan Bima.

Another Pain (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang