27. Sandwich

3.1K 16 1
                                    

Hari Selasa pagi, belum ada 24 jam pasca Anto memutuskan untuk menikah dengan Laras, bocah itu sudah bersiap-siap untuk membuka toko. Namun, baru saja dia hendak membuka pintu samping toko itu, dirinya dicegah oleh Budhe Erni.

"Gak usah dibuka tokone Le, dino iki (hari ini) libur." ucap Erni yang berjalan mendatangi Anto dari arah samping.

"Libur?" Anto nampak keheranan dengan ucapan Budhenya.

Sejak sarapan bersama pagi ini, raut wajahnya Erni nampak gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya dan ingin dia sampaikan. Setelah suaminya pergi bekerja, kegelisahan itu semakin terlihat, hanya saja tidak diketahui oleh Anto yang setelah Pakdenya pergi bekerja dia langsung masuk ke kamarnya.

Begitu keberaniannya menguat, Erni segera mencari keponakan yang pagi itu telah membuatnya gelisah. Dan ternyata kekasih gelapnya itu sedang bersiap untuk membuka toko.

"Iyo libur." Jawab Erni.

"Kok tumben libur? Sayangku sakit?" gurau Anto.

Erni mencubit perutnya Anto. "Kowe ki, delok neh dadi bojone uwong kok isih sayang-sayangan (kamu ini, sebentar lagi jadi suami orang kok masih sayang-sayangan)."

"Yo kan isih durung resmi dadi bojone uwong, dadi isih oleh no, sayang-sayangan kalian Budhe (Ya kan masih belum resmi jadi suaminya orang, jadi masih boleh dong, sayang-sayangan sama Budhe)."

"Yo oleh, Yok neng kamarmu. Ono sing arep Budhe omongke. (Ya boleh, Yuk ke kamarmu. Ada yang mau Budhe omongin)." Erni lantas berjalan pelan menjauhi Anto.

Anto pun berjalan mensejajarkan dirinya dengan Erni. "Omongke opo omongke? (Omongin apa omongin?)"

Anto meremas bongkahan pantat Budhenya yang tertutup daster.

Sejak semalam, setelah mengantarkan Laras pulang, Anto merasakan nafsu syahwatnya begitu menggebu-gebu. Untungnya dia masih bisa tidur.

Begitu bangun tidur, ternyata keinginan untuk bercintanya masih ada. Dia berusaha untuk menahan. Mau minta jatah di pagi hari sama Budhenya dia ragu-ragu. Karena Budhenya itu begitu senang dengan rencana pernikahannya dengan Laras, sehingga dia takut Budhenya itu marah dan menolak.

Tapi justru ajakan dari Budhe Erni untuk mengobrol di kamarnya yang Anto pahami sebagai ajakan untuk memadu kasih, membuat dia tidak sabar untuk segera melaksanakan ritual pelepasan benih-benih cintanya yang sudah beberapa hari tidak dia semai di dalam rahim pacar pertamanya itu.

Erni membiarkan Anto meremas-remas bongkahan pantatnya selama mereka berjalan. Bahkan dia juga membalasnya dengan meremas balik bokongnya Anto. Perjalanan nakal itu mereka bumbui dengan percakapan.

"Awas yo, nek sesok wes (kalau besok dah) nikah. Ojo nyobo (Jangan coba) genit sama cewek lain."

"Nek karo Budhe oleh? (Kalau sama Budhe boleh?)"

"Ngak."

"Kenopo?"

"Yo gak boleh. Pokoke Kowe (pokoknya kamu) harus jadi suami yang baik. Yang setia. Nek sampai nyakitin Laras, awas."

"Awas ngopo (kenapa?)" Anto berusaha untuk menggelitik anus Budhenya, yang membuat wanita paruh baya itu terperanjat dan menyingkirkan tangan keponakannya itu.

Erni meremas kejantanannya Anto. "Tak potong manukmu Iki (burungmu ini)."

"Aduh! iyo. iyo." jawab Anto santai. "Terus, mengko nek Budhe pengen piye? (nanti kalau Budhe pengen gimana?)"

Gairah Si Anto (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang