Bab 4

725 133 6
                                    


"Mas kamu mau kemana?" Tanya Kirana saat mobil yang dikemudikan oleh Masnya itu terus berjalan mengitari kota. "Daripada pusing nggak tau kemana kenapa kita nggak pulang aja Mas?" Kirana kembali bertanya namun lagi-lagi Nizam mengabaikan dirinya.

Kirana tampak kesal namun ia tidak bisa berbuat banyak pasalnya tadi ia yang ngotot ingin ikut bersama Kakaknya bahkan setelah Nizam memintanya untuk keluar dari mobil, dengan keras kepala Kirana tetap kekeuh ingin ikut dengan Kakaknya itu.

"Mas udah deh kamu nggak usah terlalu mendrama begini. Papa ngelakuin semua ini juga demi kita." Kirana yang awalnya ingin diam tiba-tiba kembali bersuara. "Kalau Papa nggak nyusun semua rencananya sekarang bisa-bisa setelah Papa nggak ada Prilly benar-benar jadiin kita Babunya Mas!" Oceh Kirana lagi.

Kirana dan Prilly memang sejak kecil tidak pernah akur, sebenarnya Kirana-lah yang tidak pernah terima jika kehidupan Prilly lebih sempurna dari hidupnya. Sejak kecil Prilly memang lebih disayang oleh semua orang terutama Kakek dan Nenek mereka terlebih setelah orang tuanya meninggal semua orang memang fokus pada Prilly dan Kirana tidak menyukai hal itu.

Kirana tidak suka jika Prilly selalu berada diatasnya padahal jelas-jelas dirinya juga sama cantiknya dengan Prilly bahkan Kirana berani bertaruh jika kecantikannya jauh diatas Prilly tetapi kenapa nyaris semua pria yang ingin dijodohkan dengannya justru berbalik menyukai Prilly.

Kirana benar-benar membenci hal itu!

Dan kebenciannya semakin bertambah saat dirinya tahu jika perusahaan yang diincar oleh Ayahnya adalah milik kedua orang tua Prilly yang artinya Prilly bisa kapan saja menendang Ayahnya keluar dari perusahaan itu.

Jika Ayahnya tidak memiliki perusahaan itu maka besar kemungkinan hidup mereka akan kembali melarat seperti kata Ibunya saat usaha Ayahnya hancur mereka sempat ingin tinggal di kosan kumuh sampai akhirnya orang tua Prilly mati dan mereka menempati kediaman milik orang tua Prilly dan sampai sekarang rumah besar itu masih dikuasai oleh Ayahnya.

"Jangan terlalu menbenci orang lain Ki terlebih yang kamu benci itu adalah Kakak sepupumu sendiri!" Tegur Nizam yang sontak membuat wajah Kirana semakin masam. Usianya dengan Prilly memang selisih beberapa tahun sehingga Nizam selalu mengingatkan dirinya jika Prilly adalah Kakak sepupunya.

Padahal tanpa diingatkan Kirana tahu hanya saja sampai kapanpun ia tidak akan mau mengakui Prilly sebagai bagian dari keluarganya.

"Mas kenapa sih suka banget ngebela wanita jalang itu?"

"Prilly bukan jalang dan berhenti berbicara kasar didepan Mas atau kamu Mas tendang dari mobil Mas!" Tekan Nizam tak main-main yang sontak membuat Kirana bungkam. Nizam tidak pernah main-main dengan perkataannya jadi lebih baik ia diam daripada ia harus berjalan kaki ditempat sepi seperti ini.

Keheningan semakin merajai sampai akhirnya Nizam menepikan mobilnya disebuah sungai yang letaknya cukup jauh dari hiruk pikuk kota. Nizam sering menghabiskan waktunya disini menikmati hembusan angin malam yang mampu menenangkan pikirannya.

"Ngapain kita kesini Mas?"

"Diam atau Mas tendang kamu ke sungai!" Kirana sontak memanyunkan bibirnya, tadi ia ingin ditendang dari dalam mobil sekarang Nizam kembali ingin menendangnya ke dalam sungai.

Tak ingin sendirian di dalam mobil, Kirana beranjak turun menyusul Kakaknya. "Mas mau cari inspirasi disisi?" Tanya Kirana begitu ia berdiri disebelah Nizam. "Apa enaknya sih Mas jadi pelukis? Kenapa Mas enggak kerja di kantor aja kayak Papa?"

Nizam diam, ia sama sekali tidak berniat menjawab pertanyaan Adiknya. Jika dirinya lebih nyaman menjadi seniman sepertinya Kirana lebih suka menjadi pengangguran yang kerjaannya hanya berfoya-foya menghabiskan uang orang tua mereka.

The Guard's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang