Prilly dan Ibu Shintia serta Ali berjalan menuju lantai dimana rapat diadakan. Sejak tadi pagi, Prilly seperti menjaga jarak dengan Ali namun hanya Ali yang merasakan hal demikian sementara Prilly tampak biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara mereka.Sial! Kenapa sekarang justru dirinya yang terlihat memerlukan gadis itu? Padahal jelas-jelas Prilly yang melamar dirinya berulang kali.
Jika Ali sibuk mendumel di dalam hatinya maka berbeda dengan Prilly yang sedang mendengarkan rentetan penjelasan dari Ibu Shintia tentang pokok-pokok pembahasan yang akan di bahas dalam rapat kali ini.
Senyuman kecil Prilly terbit, ia sungguh merasa miris dengan keluarganya sendiri. "Ternyata kekuasan dan kekayaan bisa mengubah orang sejauh ini ya Bu Shintia." Seketika Ibu Shintia dan Ali menatap kearah Prilly yang termenung menatap pintu lift.
"Bahkan disaat Nenek sedang berjuang melawan sakitnya disini aku dan putra bungsunya saling melawan memperebutkan harta dan kekuasaan." Lanjut Prilly dengan senyuman mirisnya.
Sejak tadi pagi mood Prilly memang sedikit tidak bagus, gadis yang biasanya cerita dan tanpa beban hari ini terlihat sedikit 'mendung'. Prilly tidak mempermasalahkan tindakan Ferdinan yang terus menganggu hidupnya namun kali ini pria itu benar-benar sangat keterlaluan, bagaimana mungkin disaat Ibunya sedang berjuang untuk hidup pria itu justru berusaha melengserkan posisi Ibunya sendiri.
"Nona harus kuat, jika bukan Nona tidak ada lagi yang bisa melawan kejamnya Pak Ferdinan." Ibu Shintia mengusap lembut punggung kecil gadis itu.
Sementara Ali hanya bisa diam sambil menatap Prilly dengan pandangan sulit diartikan. Ternyata beban hidupnya sungguh tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan gadis ini. Jika Ali memilih melarikan diri ketika hidupnya tak lagi nyaman maka sebaliknya Prilly, gadis itu justru memilih bertahan meskipun berkali-kali ia hampir mati karena ulah pamannya sendiri.
Ali akui mental gadis ini benar-benar kuat.
Tak berapa lama pintu lift terbuka, masih dengan gaya angkuhnya Prilly berjalan menuju ruang rapat.
"Aku akan tunggu disini." Perkataan Ali menghentikan langkah Prilly juga Ibu Shintia, pria itu beranjak pergi tanpa menunggu persetujuan dari Prilly.
Prilly menoleh menatap Ali yang berlalu menuju balkon yang letaknya tidak seberapa jauh dari ruangan yang akan ia masuki. Setelah puas menatap punggung lebar pria itu, Prilly meminta Ibu Shintia untuk masuk bersamanya.
"Wah ternyata rapat kita hari ini dihari oleh keponakan saya tercinta." Sapaan 'hangat' Ferdinan membuat Prilly tersenyum kecil, sepertinya ia juga harus menunjukkan bakat aktingnya.
"Tentu saja Pamanku tercinta." Sahut Prilly dengan gayanya yang kelewat bahagia. "Sebagai keluarga jelas kita harus memberikan yang terbaik terutama untuk perusahaan Papaku ini yang menjadi ladang pencaharian Paman dan juga keluarga." Lanjut Prilly masih dengan senyuman yang begitu lebar berbanding terbalik dengan Ferdinan yang tampak kesulitan memamerkan senyumannya seperti tadi.
Ibu Shintia tampak menundukkan kepalanya menahan tawa saat Prilly berhasil menyindir pamannya yang jahat itu dengan senyumannya yang begitu manis.
Para dewan direksi yang hadir disana juga tampak salah tingkah beberapa kali diantara mereka berdehem pelan berusaha menahan diri untuk tidak menertawakan Ferdinan.
"Baiklah. Mari rapat ini kita mulai." Ekspresi wajah Prilly mulai berubah. "Aku tidak sabar ingin memperlihatkan hasil rapat ini pada Nenek ini, sepertinya orang-orang kepercayaan Nenek ini sangat tidak sabar untuk melengserkan posisi Nenek dari perusahaan ini." Suara Prilly memang terdengar tenang namun mereka yang hadir disana bisa merasakan sarat ancaman dari setiap kalimat yang keluar dari mulut gadis itu terutama Ferdinan yang tampaknya sudah sangat kesal dengan tingkah keponakannya ini namun ia tidak bisa berbuat lebih karena pada posisinya ia tetap akan kalah jika Prilly sudah menegaskan kepemilikan perusahaan ini adalah mutlak miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guard's Love
ChickLitNext story aku jangan lupa baca juga vote dan komennya yaaa..