Bab 20

774 152 13
                                    


Setelah seharian menemani Neneknya di rumah sakit kini Prilly kembali ke apartemennya. Ia sudah meminta beberapa orang kepercayaan untuk berjaga dirumah sakit karena ia yakin kabar tentang Neneknya yang sudah sadar pasti sampai ke telinga Ferdinan.

Prilly tidak ingin berburuk sangka tetapi tidak ada salahnya jika dirinya berjaga-jaga bukan? Disaat seperti ini hal yang tidak mungkin dilakukan pun bisa menjadi mungkin mengingat perselisihan sengit antara dirinya dan Ferdinan yang semakin kesini semakin rumit saja.

Prilly belum menceritakan apapun perihal Ferdinan yang ingin menguasai perusahaan pada Neneknya. Ia tidak ingin Neneknya terbebani perihal tidak penting seperti itu. Prilly jauh lebih mementingkan kondisi Neneknya daripada perusahaan.

Tanpa perusahaan itu pun Prilly yakin jika dirinya bisa bertahan bahkan mungkin bisa membuka perusahaan lain meksipun tidak akan sebesar perusahaan yang didirikan oleh orang tuanya namun setidaknya Prilly tidak akan menjadi pengangguran dan hidup melarat namun sampai saat ini ia masih belum ingin membuka perusahaan lain karena dirinya tetap akan memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Setelah satu jam berada di dalam kamar mandi, Prilly keluar dengan rambut basahnya. Gadis itu berjalan menuju meja riasnya untuk melakukan rutinitas malamnya. Prilly menatap wajahnya didepan cermin, menyentuh bagian wajahnya yang mulus dan masih sangat kencang. Secara keseluruhan Prilly menyadari jika dirinya sangat cantik tetapi kenapa Ali tidak juga luluh padanya.

Bahkan setelah menciuminya dengan begitu ganas pria itu tetap tidak bisa meraba perasaannya sendiri? Ck! Kebodohan macam apa itu?

"Apa gue kurang hot ya ngegodainnya?" Prilly bertanya pada dirinya sendiri. "Tapi kalau terlalu hot takutnya kebablasan malah repot ntar." Lanjutnya lagi. Prilly meraih toner dan menggunakannya dengan pikiran terus tertuju pada pria yang seharian ini tidak menjumpai dirinya.

"Benar-benar pengawal yang sangat teladan sekali pria asing itu!" Dengus Prilly sambil menggunakan krim malam di wajahnya. Prilly meraih hairdryer untuk mengeringkan rambutnya.

Suara bising benda itu ternyata tak mampu memusnahkan bayangan Ali di dalam pikirannya. Prilly terus membayangi wajah tampan yang jujur saja seharian ini ia memang merindukan pria kaku namun hot itu.

Mematikan alatnya Prilly memutuskan untuk mendatangi kediaman Ali. Berdiri didepan cerminnya Prilly berkata dengan penuh tekad. "Ini terakhir kalinya gue memelas pada pria itu!" Kata Prilly dengan menormalkan deru nafasnya. "Kalau memang lamaran ke tiga gue ditolak berati fix gue akan menikahi Mas Arya." Lanjutnya lagi dengan penuh keyakinan.

Prilly tidak berniat melamar Ali lagi karena malam ini ia hanya ingin memastikan kondisi pria itu mengingat ciuman terakhir pria itu yang sangat memabukkan membuat Prilly yakin jika laki-laki itu memiliki perasaan yang sama dengannya namun Ali hanya terlalu gengsi untuk mengakuinya.

Prilly mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Selama satu bulan ini ia tidak pernah lagi mengalami hal-hal buruk selain memiliki Ali disisinya sepertinya Ferdinan juga mulai bosan mencoba melenyapkannya toh pada akhirnya ia tetap lolos dari kematian.

Prilly sama sekali tidak takut mengemudi sendirian seperti ini karena mobil yang ia pakai ini bukanlah mobil yang biasanya dikemudikan oleh Ali. Prilly sengaja memakai mobil lain supaya orang-orang yang berniat jahat padanya sedikit terkecoh.

Tak butuh waktu lama akhirnya Prilly tiba di basemen apartemen Ali. Jarak apartemen mereka sangat dekat namun tetap saja Prilly tidak akan berjalan kaki untuk menghampiri pria itu selain bahaya ia juga malas dijadikan bahan ledekan oleh pria ini.

Setelah memastikan kondisi aman, Prilly turun dari mobil dan langsung memasuki lift menuju apartemen pria itu. Selama di dalam lift, Prilly terus berpikir tentang alasan dirinya menemui Ali.

The Guard's LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang