Kebimbangan Jasmin

429 36 11
                                    

Kalian pernah ngerasa nggak, pas lagi down dan banyak pikiran ada orang nanya atau bilang: "Capek ya?", " Nangis aja nggak apa-apa." , "Udah nangis aja. Nggak usah ditahan."

Langsung gitu nangis. Bahkan buat ngomong pun susah karena dada kek sesek gitu. Nah aku posisikan Cakra gitu pas Harsa desek dia buat luapin isi hatinya. Abis nangis tuh sedikit lega.

Dunia ini memang adil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dunia ini memang adil. Semua orang memiliki cobaannya masing-masing. Namun banyak manusia yang merasa hidupnya paling besar cobaannya, tanpa menyadari bahwa masih banyak yang jauh lebih menderita. Termasuk Cakra. Pikiran cowok yang kini berbaring di ranjang rumah sakit dengan tangan berbalut jarum infus itu tengah berkelana. Banyak hal yang ia pikirkan.

"Ternyata emang gue yang nggak bisa bersyukur."

Cakra melirik feeding bag berisi darah yang mengalir melewati selang infus menuju ke dalam tubuhnya. Cowok itu tengah menjalani transfusi darah karena kadar hemoglobinnya rendah, jauh dari kata normal. Hal itu karena tubuh yang terlalu diforsir. Apalagi ia sempat nekat begadang.

Pak, gimana ini? Anak kita perlu operasi cangkok ginjal. Sedangkan BPJS nggak bisa nanggung biaya 100%

Cakra merasa tertampar. Ia memang hidup bersama sakit fisik yang membelenggu hampir seumur hidupnya. Namun ketika melihat orang lain yang kesulitan berobat, cowok itu merasa hatinya ikut merasakan lara.

"Tala, Mama mana?"

Gentala yang sedang mengupas apel untuk kakaknya pun menghentikan aktivitasnya.

"Lagi di kantin, Kak. Beliin aku minum."

Cakra menghela napas kasar. Ingatannya kembali berkelana. Mengabaikan Gentala yang menatapnya hetan. Mengingat sepasang suami istri yang kebingungan mencari sisa biaya operasi yang harus ditanggung.

Dokter bilang Rara harus dioperasi besok, Pak. Kita dapet duit. Kita masih kurang 45 juta lagi.

Hati cowok itu lembut. Murni. Perasaan tak tega itu semakin menjalar. Bahkan tanpa sadar ia telah beberapa menit melamun. Mengabaikan Airin dan dokter yang kini telah ada di samping ranjangnya.

"Cakra? Kamu nggak apa-apa?"

Cakra terkesiap. Bahkan ia tak sadar bahwa proses transfusi sudah selesai. Matanya melirik feeding bag yang sudah kosong. Darah itu telah masuk sepenuhnya ke dalam tubuh.

"Kenapa ngelamun?" Airin tentu tak akan membiarkan sang putra memiliki beban pikiran. Sekalipun Cakra selalu tak mau menunjukkan sisi lemahnya.

Bumantara Berkabut Nestapa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang